PTS Papua Didorong Buka Prodi Kuliner dan Pariwisata

Denpasar, MINA – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mendorong Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Papua Barat dan Papua membuka dan Pariwisata untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia terkait potensi Tanah Papua.

“Ada banyak potensi Papua yang akan menyejahterakan Orang Asli Papua (OAP), apabila perguruan tingginya menyediakan program studi yang mendukung potensi tersebut,” kata Menteri Nasir saat Rapat Kerja Wilayah Pimpinan Yayasan dan Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta di Lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah XIV Papua – Papua Barat Tahun 2019, di Kuta Bali pada Rabu (8/5) tersebut.

“Di Papua ada pusat wisata terkenal, yaitu di Raja Ampat yang begitu indah, begitu bagus, bagaimana sumber daya manusia penyedia wisatanya? Kalau orang wisata itu ada berbagai keinginan. Di laut sudah jelas bagus buat yang ingin diving, tapi malam harinya harus diadakan kegiatan kalau wisata,” tambahnya.

Menurutnya, untuk dapat berinovasi dalam pariwisata di Raja Ampat, diperlukan program studi yang dapat melahirkan lulusan yang mampu melihat potensi pariwisata di Papua.

Nasir juga menyampaikan PTS di Papua dapat belajar dan bekerja sama dengan perguruan tinggi di Bali yang sudah lama mengembangkan program studi terkait wisata.

“Program studi pariwisata menjadi sangat penting. Kalau program studi itu penting, berikutnya ikutannya adalah (program studi) kesenian harus kita dorong. Yang ketiga program studi kuliner. Mungkin nanti kalau bisa kita lakukan kerja sama di Bali ini,” ucapnya.

Dalam pengembangan potensi kuliner di Papua, PTS dan pemuda di Papua belum banyak yang mengembangkan dan mengemas makanan pokok khas Papua, yaitu sagu.

“Juga kalau kita datang di Manokwari atau di Sorong Selatan, dimana itu ada sagu yang banyak. Pertanyaannya adalah apakah sagu kita hanya kita olah begitu saja,” ungkapnya.

Nasir mengakui dirinya saat ini rutin mengkonsumsi sagu setiap hari setelah mengetahui kelebihan makanan pokok ini dibanding nasi, namun Nasir menyampaikan sagu perlu dikembangkan lagi oleh pemuda dan perguruan tinggi di Papua Barat dan Papua.

“Saya sekarang setiap hari konsumsi sagu juga. Ternyata sagu itu glutennya sangat rendah, tapi sagu yang sudah dibuat kotak-kotak yang saya masukkan air panas ke mangkuk langsung memuai. Kalau saya ke Maluku selalu beli itu. Bagaimana mengolah sagu menjadi modern, ini yang sangat penting. Tanpa pendidikan, tidak mungkin kita akan ubah ini,” tambahnya. (R/R10/R01)

Mi’raj News Agency (MINA)