Ramadhan Setahun Penuh, Mungkinkah?

sumber gambar : VOA Indonesia

Ketika kita ditanya, “maukah kalian jika semua bulan yang berjumlah 12 bulan ini ditetapkan sebagai bulan ?”. Tentunya kita akan menjawab : “Mau”. Namun jika kemudian pertanyaan itu dilanjutkan, “siapkah kita puasa sepanjang hari dalam setahun penuh, tanpa idul Fitri? Selalu rajin shalat tarawih di malam harinya? Beritikaf di sepuluh hari terakhir setiap bulannya? Hatam baca Quran (30 juz) minimal sekali dalam sebulan ?Dan sering-sering memberi makan berbuka bagi yang berpuasa? “ . Mungkin hanya sebagian kecil saja yang sanggup.

Bulan Ramadhan memang menjadi bulan primadona yang sangat dinanti bagi orang-orang beriman karena di dalamnya terdapat banyak keutamaan yang tidak ada di bulan-bulan lainnya. Bahkan dalam sebuah kisah, orang-orang non-Muslim pun ikut merasakan senang dan berkahnya bulan Ramadhan karena dagangan mereka laris manis. Sampai-sampai ada seorang ustadz di Jakarta yang mendapat pengaduan dari seorang non-muslim agar mengusulkan bulan Ramadhan jangan hanya sekali dalam setahun.

Memang Rasulullah Muhammad shallalahu alaihi wa salam pernah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Mas’ud Al-Ghifari: “Kalau saja hamba-hamba Allah subhanahu wa taala mengetahui balasan dan keutamaan Ramadhan, maka umatku pasti akan berharap agar sepanjang bulan dalam setahun menjadi Ramdahan”. (HR. Tabrani, Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi). Terlepas dari status hadist tersebut, namun pada faktanya memang tidak sedikit umat yang berharap demikian karena mengharap keberkahan Ramadhan.

Ketetapan Allah tentang Ramadhan tidak akan pernah berubah. Bulan Ramadhan dengan segala keutamaan dan keberkahannya akan tetap hanya terjadi sekali dalam setahun. Ia hanya akan terulang pada tahun mendatang, jika umur kita sampai tentunya.

Namun, meski Ramadhan tidak akan bisa terulang dua kali dalam tahun yang sama, umat Islam bisa membuat suasana dalam lingungan keluarga dan masyarakatnya agar seolah-olah sepanjang bulan dalam setahun itu seperti Ramadhan. Bagaimana caranya?

Menjaga Semangat Berpuasa

Puasa menjadi ciri utama bulan Ramadhan. Ia merupakan syariat wajib yang harus dilakukan oleh orang-orang beriman di bulan mulia itu. Di dalam syariat puasa, terdapat banyak sekali nilai-nilai luhur, pelajaran-pelajaran berharga yang dapat diterapkan dalam kehidupan di luar bulan Ramadhan.

Meskipun kita sudah tidak lagi berada di bulan Ramadhan, jika semangat berpuasa masih terjaga dalam diri, keluarga dan masyarakat kita, tidak mustahil Allah tetap akan melimpahkan pahala yang berlipat ganda seperti halnya di waktu Ramadhan.

Pengejawantahan nilai-nilai luhur berupa kebersamaan, solidaritas, empati, saling menolong, gemar berderma dengan tetangga dan saudara dan lainnya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat akan dapat membawa suasana Ramadhan, meskipun bulan istimewa itu telah berlalu.

Walaupun kita tidak melakukan puasa sebulan penuh, namun jika nilai-nilai luhur dan semangatnya tetap ada di tengah-tengah masyarakat kita, pasti kita akan tetap terbawa dalam suasana Ramadhan meski ia telah berlalu.

Hal itulah sebenarnya yang diharapkan dari disyariatkannya puasa dan diturunkannya bulan Ramadhan. Nilai-nilai dan semangat yang dapat membawa masyarakat dalam ketakwaan dan pengabdian yang tulus ikhlas kepada Allah, tuhan pencipta semesta alam. Ramadhan yang dapat membawa masyarakat memiliki budaya dan peradaban luhur sehingga tercipta masyarakat yang diidamkan oleh semua orang, baldatun toyyibatun wa robbun ghofur.

Ramadhan dan Peningkatan Ekonomi Umat

Salah satu permasalahan utama bangsa kita adalah terjadinya kesenjangan ekonomi yang terlalu besar. Meskipun pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia terhitung Rp. 4.000.000 (empat juta) per bulan (data BPS Februari 2017), namun faktanya lebih dari separuh masyarakat Indonesia yang berpendapatan jauh lebih rendah dari itu.

Ketimpangan tersebut juga bisa dilihat dari data di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 2015 yang menyatakan, rakyat Indonesia yang memiliki tabungan di bank tidak lebih dari seperempat jumlah penduduk. Artinya, tiga perempat rakyat Indonesia tidak sempat menabung karena penghasilannya hanya bisa menutupi kebutuhan harian, itupun banyak yang masih kekurangan (28 juta penduduk miskin).

Bahkan program pemerintah Amnesti pajak yang memberikan pengampunan bagi orang-orang kaya yang menyimpan uangnya di luar negeri (padahal usahanya di Indonesia) untuk disimpan saja di dalam negeri demi mendukung preogram pembangunan bangsa tidak mendapatkan respon memuaskan (target Rp. 1000 triliun hanya terealisasi Rp. 145 Triliun). Menteri Keuangan waktu itu, Bambang Brodjonegoro yang sekarang menjabat sebagai Kepala Bappenas mengatakan bahwa aset WNI yang disembunyikan di negara tax haven ada sekitar Rp 4.300 triliun.

Memang kita tidak bisa berharap kepada para konglomerat non-muslim untuk membayar zakat demi meningkatkan kesejahteraan rakyat (karena memang mereka tidak berkewajiban), tetapi fakta bahwa mayoritas rakyat Indonesia adalah Muslim dan tidak sedikit dari mereka yang mumpu membayar zakat tentu harus dimaksimalkan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat kurang mampu dengan berbagai program pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Badan amil zakat nasional (Baznas) dan IPB, Indonesia memiliki potensi zakat yang amat besar, potensi zakat nasional pada 2015 saja mencapai Rp 286 triliun. Namun, realisasi penghimpunan zakat di Indonesia masih rendah. Baznas mencatat, dana zakat, infak dan sedekah yang dihimpun lembaga amil milik pemerintah maupun swasta secara nasional hanya menyentuh angka Rp 3,7 triliun atau hanya 1,3 persen dari potensinya.

Namun, rata-rata tahunan pertumbuhan penghimpunan zakat, infak, dan sedekah oleh lembaga-lembaga amil zakat resmi atau yang diakui pemerintah untuk periode 2002-2015 adalah 38,58 persen, atau jauh melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi nasiobal pada periode tersebut yang hanya 5,42 persen.

Artinya di sini, kesadaran masyarakat akan wajibnya berzakat terus meningkat. Tentu hal ini harus dimaksimalkan oleh lembaga amil zakat untuk dapat membantu masyarakat meningkatkan kesejahteraan melalui program-program yang dibuatnya.

Jaka pada bulan Ramadhan masyarakat mendapat manfaat begitu besar dari zakat dan ini bisa dilanjutkan dil uar setelahnya dengan program-program berkesinambungan, tentu masyarakat akan merasakan dampak positif, baik dari sisi ekonomi maupun sosial meski Ramadhan telah meninggalkan mereka.

Jika si kaya tetap konsisten membayar zakat, infak dan sedekahnya sesuai aturan agama, lembaga pengelola zakat memiliki program dan dijalankan dengan baik, maka masyarakat akan merasakan hikmah yang besar dan suasana Ramadhan tetap terjaga di tengah-tengah mereka.

Menjaga

Meski Ramadhan telah usai, namun amaliyah-amaliyah berupa ibadah shalat malam dan lainnya janganlah lalai. Kemampuan seseorang menjaga amaliyah itu akan menjadikan ia tetap merasakan suasana Ramadhan sepanjang tahun.

Tujuan puasa sebenarnya yaitu membentuk pribadi bertaqwa tentu tidak hanya pada bulan Ramadhan saja, tetapi pada bulan-bulan yang lain juga tetap menjaga ketaqwaan itu dengan terus menjalankan amaliyah Rmadhan sekuat kemampuan.

Ketakwaan seseorang akan tetap terpelihara jika dipadu dengan semangat masyarakat untuk senantiasa menjalankan syariat dan ibadah yang Allah syariatkan. Di sinilah pentingnya sistem hidup berjamaah yang senantiasa saling menasehati, membantu, tolong-mrnolong antar sesama anggota masyarakat untuk terus menjalankan amaliyah-amaliyah Ramadhan.

Semoga Allah senantiasa menolong kita dalam jalan dakwah untuk mewujudkan masyarakat adil makmur bahagia dan sejahtera dunia akhirat. (P2/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.