London, 5 Muharram 1436/29 Oktober 2014 (MINA) – Sebuah referendum di Universitas Exeter Inggris untuk memboikot produk permukiman ilegal Israel telah disetujui mayoritas para mahasiswa universitas.
Sekitar 1.040 mahasiswa memberikan suara dalam referendum tersebut, jumlah pemilih tertinggi dalam sejarah referendum politik universitas, dengan 86% suara mendukung. Dukungan yang luar biasa untuk referendum itu sangatlah berarti mengingat sifat historis konservatif universitas.
Hasil referendum itu menunjukkan momentum pertumbuhan dibalik gerakan Boikot, penghetian saham dan Sanksi (BDS) yang kian gencar di Inggris dan internasional, Palestine News Network (PNN) melaporkan sebagaimana dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Selasa.
Keputusan itu menyusul panggilan masyarakat sipil Palestina untuk kampanye BDS terhadap Israel pada 2005, yang ditujukan untuk menekan otoritas pendudukan Israel untuk menghormati hukum internasional dan hak asasi manusia.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Aksi tersebut juga bertujuan untuk membawa Universitas Exeter sejalan dengan kebijakan Uni Nasional Mahasiswa dan peraturan Uni Eropa baru-baru ini berkaitan dengan barang yang diproduksi di permukiman ilegal Israel.
Universitas Exeter yang berlokasi di Devon, Inggris, dinilai strategis karena universitas tersebut memiliki Institute of Arab and Islamic Studies yang memiliki reputasi yang sangat baik di Inggris dalam kajian Dunia Islam, khususnya Timur Tengah yang akan menjadi payung bagi Kajian tersebut.
Sejarawan dunia terkemuka dan profesor Universitas Exeter, Ilan Pappé, menawarkan pujian bagi penyelenggara kampanye boikot produk Israel itu.
“Saya mengucapkan selamat kepada sekelompok mahasiswa yang melaksanakan kampanye,” kata Pappe. “Ini baru permulaan,” tambahnya.
Baca Juga: Pengadilan Belanda Tolak Gugatan Penghentian Ekspor Senjata ke Israel
Sebuah lonjakan dalam kegiatan BDS telah terjadi sejak awal tahun ini, ketika Israel meluncurkan serangan terbaru di Jalur Gaza. Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), sekitar 2.189 warga Palestina meninggal dunia selama 51 hari serangan militer Israel di Gaza, termasuk 513 anak-anak.
Marcel Golten, dosen Universitas Exeter mengatakan, pemungutan suara ini mencerminkan kerja keras para mahasiswa dalam berkampanye untuk mendukung referendum itu. “Dan juga pentingnya masalah ini bagi para mahasiswa, ungkap Golten. Dia mengakui hal itu sebagai langkah konkret menuju perdamaian yang adil di Palestina. Kami berharap untuk mendukung kampanye pada masa depan untuk tujuan ini.
Francesco Amoruso, anggota dari kampanye pro-boikot, menjelaskan, dalam terang Proses Perdamaian yang telah gagal selama puluhan tahun, dia percaya bahwa BDS adalah cara yang paling efektif bagi masyarakat sipil untuk mendorong perdamaian dan persamaan hak bagi semua.
“Kami menghimbau semua orang sadar untuk bergabung dengan kami dalam upaya ini,” kata Amoruso.(T/R05/P2)
Baca Juga: Macron Resmi Tunjuk Francois Bayrou sebagai PM Prancis
MI’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Jerman Batalkan Acara Peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik dengan Israel