- Jakarta, MINA – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 yaitu Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada Rapat Paripurna DPR.
Menurut Perlementaria, dalam UU baru ini di bidang penindakan terorisme, banyak subtansi pengaturan yang dimuat, tidak hanya bicara pemberantasan, UU ini juga bicara aspek pencegahan, penanggulangan, pemulihan, kelembagaan, dan pengawasan.
Hal itu disampaikan dalam laporan Ketua Pansus RUU Antiterorisme, Muhammad Syafi’i pada pidato laporannya di hadapan Rapat Paripurna, Jumat (25/5/2018). Pengesahan RUU ini menjadi UU berarti menepati harapan Pimpinan DPR yang ingin selesai di akhir Mei 2018. Revisi atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 sudah menjadi kebutuhan zaman dan desakan publik bahwa banyak yang perlu diubah dari muatan UU lama.
“Ada perubahan signifikan terhadap sistematika UU No.15/2003, menambah bab pencegahan, bab soal korban, bab kelembagaan, bab pengawasan, dan kemudian soal peran TNI yang itu semua baru dari undang-undang sebelumnya,” jelas Muhammad Syafi’i yang akrab disebut Romo.
Lebih lanjut dia menjelaskan, penangkapan dan penahanan tersangka teroris tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia. Para terduga teroris harus diperlakukan manusiawi, tidak disiksa, tidak diperlakukan secara kejam, dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusia. Prinsip ini penting dikemukakan agar penegakan HAM sesuai prinsip universal yang selama ini berlaku.
Baca Juga: Jawa Tengah Raih Penghargaan Kinerja Pemerintah Daerah 2024 untuk Pelayanan Publik
Perubahan baru juga dalam UU ini adalah perlindungan korban. Semula dalam UU lama hanya memuat kompensasi dan restitusi.
“Kini RUU telah mengatur pemberian hak berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi, dan pemberian kompensasi,” jelasnya.
Adapun pasal-pasal pencegahan terorisme juga terus diperkaya. Setidaknya ada empat pasal yang mengatur hal ini (pasal 43A, 43B, 43C, dan 43D), terutama menyangkut kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. Di akhir laporannya, Romo berharap, UU ini bisa menajdi payung hukum dan melindungi seluruh anak bangsa dari bahaya terorisme. (R/R10/RS1)
Baca Juga: Cuaca Jabodetabek Berawan Jumat Ini, Hujan Sebagian Wilayah
Mi’raj News Agency (MINA)