Jakarta, 24 Rabi’ul Awwal 1435/26 Januari 2014 (MINA) – Halal Watch menyerukan, RUU Jaminan Produk Halal (JPH) harus memuat ketentuan yang mewajibkan sertifikasi dan pelabelan halal -tidak lagi sukarela- bagi produk makanan dan minuman, obat, serta kosmetik.
Lembaga yang didedikasikan untuk umat Islam agar lebih peduli dan berhati-hati tentang halal haram itu mendesak pemerintah dan DPR menjamin kehalalan setiap produk yang diperjualbelikan sehingga masyarakat Muslim di Indonesia tidak ragu dalam mengkonsumsi produk yang dibelinya.
“Mau jual produk apapun harus jelas kepastian halalnya. Bila tidak harus tertanda dengan jelas bahwa produknya mengandung unsur-unsur haram,” tegas Rachmat Os. Halawa, Ketua Umum Halal Watch, saat diwawancarai wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Jakarta, Ahad.
Baca Juga: PSSI Anggarkan Rp665 M untuk Program 2025
Rachmat mengatakan, RUU JPH yang sedang dalam pembahasan masih kurang melindungi umat Islam dari mengkonsumsi produk yang haram.
Dia mendesak RUU JPH yang masih dalam pembahasan selama lebih dari sembilan tahun harus segera disahkan untuk menjamin kepastian suatu produk itu halal atau tidak.
“Bagi Muslim, salah satu syarat doa terkabul adalah tersedianya makanan yang halal. Seharusnya umat Islam itu hanya mengkonsumsi produk yang pasti halal saja. Jika memang belum pasti halal maka harus ditinggalkan,” ujar Rachmat.
Jika budaya ini sudah berjalan mau tidak mau semua produsen harus menjamin kehalalan produk mereka.
Baca Juga: Naik 6,5 Persen, UMP Jakarta 2025 Sebesar Rp5,3 Juta
Namun, Rachmat menyatakan, kesadaran dan kepedulian masyarakat saat ini mengenai kehalalan suatu produk makanan, minuman, kosmetik, dan obat-obatan masih rendah. Masyarakat Muslim seharusnya bukan hanya mengetahui kehalalan pada produk akhirnya saja, tetapi harus tahu kehalalan proses pembuatan dan bahan dasarnya.
Menurut hasil pemantauan Halal Watch, banyak masyarakat Muslim di Indonesia berpikir bahwa produk halal itu yang tidak mengandung babi saja. Padahal, masih banyak produk, menurut pemantauan Halal Watch, masih menggunakan unsur-unsur haram selain babi, seperti bagian tubuh manusia (rambut), Khamar (alkohol), Angciu (arak merah) serta pada proses sembelihannya.
Sehingga, ulama dan pemerintah mempunyai peran strategis dalam memberikan edukasi kepada masyarakat untuk paham mengenai halal haramnya suatu produk.
Untuk membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat Muslim mengenai halal haram, Halal Watch menggelar beberapa program seperti wisata kuliner halal dengan menginvestigasi dan mengedukasi restoran yang belum terjamin kehalalannya.
Baca Juga: Bulog: Stok Beras Nasional Aman pada Natal dan Tahun Baru
Halal Watch juga memberikan edukasi kepada masyarakat umum dalam memahami halal-haram secara luas dan mendalam di majelis-majelis ta’lim, sekolah-sekolah dari tingkat TK hingga perguruan tinggi.
“Kami mengharapkan dari media terus menerus memberikan informasi kepada masyarakat untuk peduli apa yang dimakan, dikonsumsi, dan digunakannya,” kata Rachmat.
Melalui Gerakan Masyarakat Peduli Halal, Halal Watch bersama sejumlah organisasi peduli halal akan mengkampanyekan “Sejuta Fax untuk DPR” yang isinya mengusulkan DPR agar segera mensahkan undang-undang yang mewajibkan jaminan produk yang dijualbelikan di Indonesia harus halal, kecuali disebutkan sebaliknya.
Halal Watch adalah lembaga nirlaba yang mengamati, mengontrol perkembangan dan industri pangan halal; berawal dari komunitas peduli halal yang berinteraksi seputar halal haram di mailing list Halal Baik Enak.
Baca Juga: Media Ibrani: Empat Roket Diluncurkan dari Gaza
Sebagai lembaga idependen, Halal Watch bukan hanya memantau produsen dan memberi kesadaran bagi konsumen tentang produk halal, tapi juga memberi masukan sekaligus mengkritisi pemerintah dan lembaga sertifikasi jika ada yang perlu dikritisi.(L/P02/E01)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Anda juga dapat mengakses berita-berita MINA melalui handphone.
Baca Juga: BRIN Kukuhkan Empat Profesor Riset Baru