Sebelas Tahun Demonstrasi Pemuda Melayu Patani ( Oleh : Hambali Hamat, Presiden Perintis)

Oleh: Hambali Hamat, Presiden Pertubuhan Kebajikan Komuniti Muslim Serantau Malaysia (PERINTIS)

Sebelas Tahun genap demonstrasi Pemuda di hadapan Masjid Jamek Pattani di Selatan dalam menuntut hak dan kebebasan daripada tekanan dan diskriminasi oleh pihak kerajaan Thai. Demonstrasi itu dianggap sebagai demonstrasi terbesar selepas beberapa dekade pasca himpunan yang sama pada skala yang lebih besar pernah tercetus pada era tahun 1970-an.

Selepas dekrit darurat di empat wilayah dikuatkuasakan oleh Pemerintah Thai pada 2004 semasa era Thaksin Shinawatra sebagai langkah mengukuhkan tahap keselamatan di wilayah tersebut, tapi sebenarnya telah meletakkan dampak yang kontradiksi sama sekali dengan justifikasi penguatkuasaan undang-undang tersebut.

Diskriminasi, tekanan,dan ancaman hak asasi dan kemanusiaan yang tercetus di keempat-empat wilayah selatan pasca Undang-Undang Darurat 2004 telah meletakkan senario kehidupan sosial masyarakat Melayu Islam dalam keadaan krisis tanpa penghujung sehingga mewujudkan gelombang kebangkitan masyarakat sivil di kalangan pemuda Melayu Islam di wilayah selatan pada 31 Mei- 4 Juni 2007.

Gelombang kebangkitan yang berusia sebelas tahun ini tercetus kerana masyarakat sipil yang telah mulai sadar dengan tribulasi dan diskriminasi yang berlarutan perlu ditentang dengan protes masyarakat Melayu Islam di jalan raya secara aman.

Gelombang kebangkitan pada tahun 2007 itu juga sebenarnya satu manifestasi masyarakat sipil yang dicetuskan oleh golongan mahasiswa dari wilayah-wilayah yang bergolak memberi reaksi balas terhadap keganasan-keganasan yang berlarutan bertahun-tahun lamanya sehingga telah merenggut 7.666 nyawa.

Isu dehumanisasi secara halus yang tercetus di empat wilayah selatan yang kerap berlaku seolah-olah terpaksa diperjuangkan oleh masyarakat tempatan tanpa solidaritas, dukungan dan kesadaran secara kolektif masyarakat serantau dan antarabangsa dalam menanggapi dan menangani isu kemanusiaan yang tiada noktah di selatan Thailand.

Kini, sebagian masyarakat Melayu Islam di sana sedang memperingati sebelas tahun gelombang kebangkitan masyarakat sipil di kalangan pemuda Melayu Patani menuntut hak, kebebasan dan keadilan dari kerajaan Thailand.

Dalam memperingati tersebut, kebangkitan masyarakat sipil ini, dasar-dasar tipu daya yang membayangi dasar kerajaan Thailand di wilayah selatan dalam tempo pemerintahan bermula dengan dasar Rathaniyom pada 1940 sehingga sampai pada roda pentadbiran ; kini semestinya akan mempengaruhi sebagian persepsi masyakarat Melayu Islam yang mencintai kedamaian dan keadilan sejagat di bumi yang dicintai.

Dialog Damai yang dirintis oleh pemerintah Yingluck Shinawatra dan ditandatangani oleh kedua pihak yaitu Pemerintah Thailand dan wakil dari kumpulan pejuang pembebasan wilayah selatan pada 28 Februari 2013 berada dalam keadaan kabur apabila kerajaan yang dipilih secara demokrasi bertukar tangan kepada pihak militer, setelah penyingkiran Kabinet Yingluck berhasil dilaksanakan pada 22 Mei 2014 oleh pimpinan Panglima Militer Thailand, Junta Prayuth Chan-ocha dari Angkatan Tentara Diraja.

Melalui kudeta Militer Thailand ini sebenarnya telah meletakkan konflik di selatan Thai dalam fase konflik tanpa sebarang mekanisme penyelesaian yang tuntas, jelas dan adil. Pemerintahan Thai juga telah menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan konflik di empat wilayah yang bergolak dengan melancarkan rundingan zon keselamatan (Safety Zone) dengan pihak MARA Patani pada 2016.

Perundingan ini telah pun diumumkan selesai pada Februari 2017 tahun lalu oleh wakil MARA Patani. Ironisnya sehingga kini Pemerintah Thailand tidak pernah mengumumkan kandungan dasar pengkuatkuasaan zona keselamatan.

Namun baru-baru ini, Rapat sidang dewan kerja teknik atau disebutkan “dewan pembicaraan kecil” dilakukan bersama antara perwakilan pemerintah militer Thailand dengan MARA Patani pada Rabu (25/4/2018) yang lalu. Tapi tampaknya pertemuan rapat tersebut belum jelas arah pendirian “keamanan daerah pertama” akan ditunda tanpa batas waktu dan menganggap sebagai menghentikan peranan dari dewan kerja teknik bersama dalam pembicaraan mengenai daerah aman.

Hingga saat ini arahnya juga masih samar dan pudar. Terjal dalam upaya membangun “Daerah Aman atau Safety Zone” juga belum mencapai kesepakatan, sedangkan situasi di tengah realita yang masih bergejolak dalam konflik bersenjata antara angkatan bersenjata Thailand dengan angkatan bersenjata Patani (ABP).

Masa depan perundingan damai pasca pemilihan umum, yang diagendakan banyak pihak bakal berlaku pada tahun ini atau tahun depan, namun Perdana Menteri Junta Prayuth Chan-Ocha berkata ia akan menjadi tanggungjawab pemerintah seterusnya yang terpilih.

Sewajarnya pihak kerajaan mengeluarkan kenyataan resmi mereka tanpa wujudnya kenyataan daripada sebelah pihak semata-mata. Tanpa pengesahan secara resmi melalui sebarang kenyataan melibatkan kedua belah pihak perunding akan mewujudkan ruang persoalan yang besar di benak pikiran masyarakat yang peka dengan isu di selatan Thailand tatkala komitmen pihak kerajaan menetapkan dasar keselamatan tersebut dilaksanakan pada tahun ini.

Adakah dasar ini juga akan menjadi dasar eksperimentasi sama seperti rangka proses dialog damai yang gagal diterjemahkan satu keputusan yang adil sehingga menatijahkan langkah, saranan, mekanisme, dan keputusan yang jujur dan ikhlas sebagai sebuah kerajaan menjunjung nilai urus tadbir yang bertanggungjawab pada semua rakyat.

Setelah sebelas tahun kebangkitan masyarakat sipil yang berasaskan golongan muda yang mempunyai tahap kesadaran dan keyakinan pada tuntutan hak dan ruang kebebasan manusia sejagat.

Aspirasi inginkan perubahan daripada pihak pemerintah dalam menjanjikan komitmen dan tanggungjawab itu tidak lagi beralih, bahkan masyarakat Melayu Patani di selatan sebagiannya mulai konsisten dalam menuntut hak mereka yang belum ditunaikan!

(AK/R01/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Comments: 0