Sebuah Masjid Kecil di Pulau Lewis, Skotlandia

yang berangin dan tidak datar di yang terpencil di Skotlandia ,terletak jauh dari kota suci Makkah, Arab Saudi.

Tetapi bagi , dua lokasi yang berbeda ini akan selamanya terkait atau terkoneksi.

Ayah Rashid meninggal setelah menyelesaikan ziarah atau ibadah Haji tahun 2015 – sesaat dia mengatakan membawanya untuk mempertimbangkan hal-hal penting dalam kehidupan, termasuk berbuat amal.

Pada tahun-tahun setelahnya, Rashid membagi waktunya antara bisnis konstruksi yang ia dirikan di kota Leeds, di daerah Yorkshire, Inggris utara, dan membantu mereka yang membutuhkan.

Ketika panggilan telepon dari seorang teman yang bercerita tentang komunitas kecil Muslim di Stornoway, kota terbesar di Lewis, yang ingin membangun masjid pertama di pulau itu, dia ‘menanggalkan segalanya’ demi mewujudkannya.

Sampai pada titik itu, “Saya bahkan tidak tahu ada komunitas Muslim di sana,” kata Rashid kepada Al Jazeera, Kamis (14/6), seperti dikutip MINA.

Terletak sekitar 89 km di lepas pantai barat laut Skotlandia, sebagian besar dari 20.000 penduduk Lewis adalah penganut Kristen, dan beberapa penduduk berpegang pada tradisi Kristen yang pernah terkemuka seperti Sabat, yang memilih Ahad sebagai hari istirahat.

Namun komunitas Islam kecil telah ada pulau itu sejak tahun 1950-an. Kemudian kedatangan beberapa keluarga pengungsi Suriah yang diambil oleh pemerintah Skotlandia sejak 2015 telah meningkatkan populasi Muslim di sana.

Menurut Abdul Ghaffar, yang berasal dari Pakistan dan memiliki sebuah pusat perbelanjaan di pulau dekat Harris, saat ini ada sekitar antara 55 dan 60 Muslim di jajaran pulau yang membentuk Outer Hebrides.

Tetapi dengan ketiadaan tempat untuk berkumpul dan beribadah, sebagian besar Muslim di sana telah menjadi terbiasa untuk berdoa, salat, dan mengadakan upacara keagamaan di rumah masing-masing atau secara pribadi, kata Ghaffar.

 

Mendukung

Situasi itu mulai berubah tahun lalu ketika izin perencanaan diberikan untuk membangun sebuah masjid kecil di pulau itu untuk pertama kalinya.

Mayoritas penduduk pulau mendukung keputusan tersebut.

Pendeta James MacIver dari Free Church of Scotland mengatakan kepada Al Jazeera, meskipun dia adalah seorang pendeta Kristen, dia tidak keberatan dengan keputusan untuk membangun masjid sesuai dengan asasi  ‘kebebasan sipil dan agama’.

Komunitas Muslim telah menjadi bagian dari Outer Hebrides selama sekitar 70 hingga 80 tahun, tambahnya, dan “selalu terintegrasi dengan sangat baik.”

Dengan dukungan luas untuk pembangunan rumah ibadah Muslim, hanya satu masalah yang tersisa. Yakni bangunan pondok kecil yang dipertimbangkan untuk menjadi tempat masjid baru berkondisi bobrok atau rusak, dan anggarannya rendah.

Rashid, yang membuka laman pengumpulan donasi pada bulan April, mengumpulkan hampir 100.000 pound (sekitar Rp1,8 miliar) – menggandakan target, dengan sumbangan yang datang dari seluruh dunia.

Dengan sekelompok teman, ia terbang ke Stornoway, berpacu melawan waktu untuk menyelesaikan masjid itu sebelum Ramadhan.

Mendapatkan material yang dibutuhkan dan jaringan pedagang yang dimiliki Rashid di Lewis hanyalah beberapa tantangan.

“Ini sebuah pulau, bukan? Jika Anda butuh sesuatu, Anda harus menunggu sampai tiba,” kata Rashid.

 

Menarik perhatian seantero Inggris

Tetapi setiap kali ada penundaan atau ketika tantangan baru muncul “saya merasa seakan Tuhan akan mengirim bantuan ekstra,” tambahnya.

Masjid, yang Ghaffar katakan mungin “salah satu yang terkecil di sekitar”, secara resmi dibuka pada 11 Mei, hanya beberapa hari sebelum Ramadhan tiba.

Meskipun ukurannya sederhana, ia memiliki ruang doa, kamar kecil dan pintu masuk untuk pria dan wanita.

Menurut Anggota Parlemen Skotlandia (MSP) setempat Alasdair Allan, proyek tersebut telah membantu menghapus stereotipe Lewis sebagai tempat yang sangat kristen dan menentang terhadap perubahan.

Pulau itu memiliki, kata dia, “sebuah (catatan) yang panjang dari orang-orang dengan tradisi yang berbeda tapi saling berhubungan satu sama lain”.

Di antara komunitas Muslim, ada kerabat dari Pakistan, Bangladesh, Turki, dan Suriah, kata Ghaffar. Masjid baru itu memungkinkan mereka untuk berkumpul dan berbagi dalam budaya dan tradisi masing-masing.

Sejak dibuka, sejumlah pengunjung dari bagian lain Inggeris bahkan melakukan perjalanan untuk melihat masjid ‘mini’ itu.

Yusuf Adam, seorang akuntan berusia 37 tahun dari Manchester, Inggris, melintasi 500 mil menuju masjid Stornoway bersama istri dan putrinya setelah mendengar keberadaan masjid itu  di media sosial dan di berita.

Dia mengatakan dia bertemu dengan kelompok-kelompok lain yang mengunjungi masjid itu, seperti dari Dewsbury di Yorkshire, Glasgow dan Manchester. Penduduk setempat menyambut dan “benar-benar ramah,” kata dia.

 

Menyebaran pesan amal

Perhatian yang diterima proyek itu mengejutkan Rashid, tetapi ia senang bahwa ia menyebarkan pesan tentang nilai amal.

“Banyak orang mengubah jalan mereka. Mereka ingin melakukan pekerjaan amal dan mereka ingin melakukan hal-hal seperti ini,” ujarnya.

Lebih dari sebulan setelah masjid Stornoway dibuka, Rashid sudah fokus pada proyek berikutnya.

Kali ini, ia berharap bisa mengumpulkan cukup uang untuk melakukan perjalanan ke Gambia dan membantu memperbaiki masjid dan memberikan bantuan untuk anak yatim dan orang miskin di desa-desa di sana.

(Jeff J Mitchell/Getty Images)

Dia berharap kampanye baru akan mendapatan dukungan dan perhatian sebanyak proyek Stornoway.

“Saya pergi ke (Stornoway) untuk membantu mereka, meninggalkan mereka setelah selesai dan menyerahkan kepada Tuhan menangani semuanya,” kata dia. “Di penghujung waktu, kita melakukan sesuatu yang baik (beramal) … dunia menyukainya, itu keren.”

Komunitas Muslim di Lewis dan pulau-pulau sekitarnya, kata Ghaffer, merasa ‘sangat bahagia’ dengan fasilitas baru mereka. (AT/R11/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: Syauqi S

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.