Semprotan Kimia Penjajah Israel Hancurkan Petani Gaza

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ibrahim Abu Taaymeh telah menanam bayam di bumi selama lebih dari satu dekade.

Namun, petani Palestina dari Khan Younis, di bagian selatan Gaza itu mengatakan, hasil panennya hancur setelah tentara menyemprot herbisida di lahan di daerah penyangga dekat pagar perbatasan Israel-Gaza pada Oktober 2014.

Bahan kimia tertiup ke satu ekar (sekitar 0,4 hektar) tanah Abu Taaymeh, yang terletak sekitar 700 meter dari dan berfungsi sebagai satu-satunya sumber penghasilan bagi keluarganya.

Sejak saat itu, Abu Taaymeh menderita kerugian sekitar $ 3.000.

Akhir bulan lalu, sejumlah kelompok organisasi seperti Al Mezan Center untuk HAM yang berbasis di Gaza, pusat hukum Adalah untuk Palestina di Israel, dan organisasi Israel bernama Gisha yang berfokus pada kebebasan bergerak warga Palestina, mengirim surat kepada para pejabat kolonial Israel yang menuntut penyelidikan atas insiden penyemprotan tanaman petani di Gaza.

“Kami berusaha untuk mencari ganti rugi dan kompensasi bagi beberapa orang ini karena kerusakan jangka panjang,” kata Mahmoud Abu Rahma, seorang juru bicara Al Mezan yang mengajukan nama Abu Taaymeh dan petani lainnya di Gaza.

Kelompok-kelompok hak asasi mengatakan, mereka pertama akan menunggu tanggapan dari pemerintah Israel sebelum mempertimbangkan apakah akan mengajukan gugatan formal.

Dalam siaran pers yang dikeluarkan pekan lalu, organisasi Adalah menduga bahwa bahan kimia yang disemprotkan pada bulan Oktober 2014 telah mengenai lahan pertanian milik beberapa petani Palestina. Kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa pesawat militer penjajah Israel menyemprot herbisida antara 11-13 Oktober 2014 di atas tanah yang terletak di dalam zona penyangga, area selebar 300 meter yang memotong ke dalam wilayah Palestina dari pagar perbatasan Gaza-Israel.

“Penyemprotan pestisida membunuh tanaman, seperti menimbulkan kebakaran pada (kulit) orang-orang dari segala usia dan jenis kelamin di sekitar pagar, menempatkan nyawa warga sipil pada risiko dan merusak mata pencaharian,” kata Juru Bicara Gisha, Shai Grunberg.

Abu Rahma mengatakan, kelompok-kelompok itu khawatir bahwa penggunaan bahan kimia itu mungkin memiliki efek jangka panjang yang menghancurkan pertanian di Jalur Gaza.

“Kimia telah tumpah ke tanah dan telah menciptakan kerusakan serius bagi petani di luar zona penyangga. Kami tidak tahu bagaimana itu akan berdampak pada sumber daya air, yang sangat langka di Gaza,” katanya dan menambahkan, tanaman telah hancur dan gagal tumbuh di daerah yang telah disemprot.

Kelompok-kelompok HAM menuntut Israel segera menghentikan penyemprotan herbisida di daerah penyangga Gaza dan meminta maaf kepada rakyat Palestina yang terkena dampak, dan memberi kompensasi kepada petani atas kerugian yang diciptakan.

Menanggapi serangkaian pertanyaan yang diajukan oleh kelompok hak Gisha awal tahun ini, juru bicara militer kolonial membenarkan bahwa telah disemprotkan herbisida dan penghambat tunas untuk “mengaktifkan operasi keamanan yang optimal dan berkelanjutan” di daerah penyangga dan praktek itu telah berlangsung selama lebih dari dua tahun.

Penjajah Israel telah melakukan penyesuaian dimensi zona penyangga Gaza berulang kali selama beberapa tahun terakhir, dan ukuran yang tepat masih belum jelas.

Kelompok HAM Israel Btselem melaporkan, dalam beberapa tahun terakhir, Israel telah menyemprot tanaman di dekat pagar perbatasan Gaza, setidaknya sekali setiap tahun. Pada bulan Desember 2015, misalnya, Israel menyemprotkan herbisida di tanah Palestina selebar 200 meter dari pagar.

Petani Palestina yang masuk atau pergi ke dekat zona penyangga yang cenderung adalah tanah mereka juga, secara rutin mereka ditembak oleh tentara penjajah Israel, sehingga terluka dan tewas.

Abu Rahma mengatakan, puluhan keluarga Palestina yang memiliki tanah di atau dekat zona penyangga telah mengalami penderitaan oleh praktek penyemprotan tanaman. Dalam jangka panjang mereka kehilangan akses kepada pertanian mereka dan sumber-sumber pendapatan mereka.

“Komunitas ini, bersama nelayan, telah menjadi salah satu (kelompok) termiskin di Jalur Gaza. Meskipun mereka adalah petani, mereka bergantung pada bantuan kemanusiaan hanya untuk mengamankan makanan mereka,” kata Abu Rahma. “Ini adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan tidak boleh terjadi.”

Namun, apapun itu, ia mengatakan bahwa harapan warga Palestina yang menuntut penjajah Israel bertanggung jawab telah diredam oleh otoritas kolonial itu dengan mengabaikan seruan penyelidikan pelanggaran HAM dari para kelompok aktivis.

“Kita tahu bahwa Israel menolak setiap upaya menekan mereka untuk mematuhi undang-undang sendiri dan komitmen internasional sendiri,” kata Abu Rahma. “(Kasus ini hanya satu) dari upaya kami untuk menantang budaya yang sangat merusak. Impunitas sangat lazim di Israel.” (P001/P2)

Sumber: Tulisan Jillian Kestler-D’Amours di Al Jazeera.

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.