Jakarta, MINA – Menyikapi kontroversi PP Nomor 28 Tahun 2024, tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja, Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK) menggelar workshop di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (19/8).
Workshop bertajuk “Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024: Pencegahan atau Legalisasi Free Sex?” dibuka oleh Ketua Umum MUI DKI Jakarta KH Muhammad Faiz.
PP Nomor 28 Tahun 2024 ini merupakan turunan dari UU Nomor 27 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dalam PP tersebut setidaknya ada tiga poin krusial yang ramai diperbincangkan di tengah masyarakat, yakni pada Pasal 102 Huruf a tentang penghapusan praktik sunat perempuan, Pasal 103 ayat 4 tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja hingga aturan tentang pemerintah yang mengizinkan aborsi bagi korban pemerkosaan.
Pada workshop MUI DKI Jakarta ini fokus membahas poin penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja.
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian
Gus Faiz, sapaan karib KH Muhammad Faiz mengapresiasi penyelenggaraan workshop ini. Ia menilai berbagai kontroversi yang terjadi di tengah masyarakat mesti disikapi MUI dengan semangat keilmuan.
“Tentu saya sangat berterima kasih dengan kegiatan seperti ini. Mudah-mudahan ke depan wajah MUI Jakarta itu selalu wajah ulama, wajah ilmuwan, wajah akademisi ataupun yang menjadi perdebatan di tengah masyarakat itu selalu terjawab dengan bingkai ilmu dari berbagai disiplin,” ungkap Gus Faiz kepada peserta workshop.
Termasuk kontroversi tentang PP Nomor 28 Tahun 2024 perlu dikaji oleh MUI secara keilmuan. Karena ini bagian dari amar ma’ruf nahi munkar yang merupakan tugas MUI.
“Ada yang namanya amar ma’ruf nahi munkar. Maka MUI dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar harus sesuai dengan kaidah. Kita ingin amar ma’ruf bil ma’ruf, nahi munkar pun dengan cara yang ma’ruf,” ujar Gus Faiz.
Baca Juga: PSSI Anggarkan Rp665 M untuk Program 2025
Gus Faiz berharap hasil workshop yang diikuti ormas-ormas perempuan Islam se Jakarta ini menjadi rekomendasi yang nantinya disampaikan kepada lembaga terkait.
Pada workshop ini hadir beberapa narasumber. Seperti Sylviana Murni, Netty Prasetiyani (Komisi IX DPR RI), Aceng Zaini (Kepala Bagian Mental Spiritual Biro Pendidikan dan Mental Spiritual Pemprov DKI Jakarta), dokter Fachrizal (Dinas Kesehatan Jakarta), Dr Kholilah (Majelis Alimat Indonesia).
Dokter Fachrizal mewakili Dinas Kesehatan Jakarta menyampaikan klarifikasi dari Kementerian Kesehatan terkait polemik PP Nomor 28 Tahun 2024, khususnya poin penyediaan alat kontrasepsi.
Dikatakan Fachrizal, penyediaan alat kontrasepsi ditujukan kepada remaja atau siswa yang sudah menikah.
Baca Juga: Naik 6,5 Persen, UMP Jakarta 2025 Sebesar Rp5,3 Juta
“Dengan tujuan untuk menunda kehamilan. Tidak diberikan secara bebas. Kebutuhan lesehan ini dilakukan di faskes. Tidak diberikan tanpa edukasi dan konseling. Tidak diberikan di sekolah” jelas Fachrizal.
Menurut Fachrizal, menikah kemudian hamil di bawah usia 20 tahun sangat berisiko. “Membahayakan mental juga sistem reproduksi. Rahim belum kuat dan belum siap,” tegas Fachrizal.
Saat ini, jelas Fachrizal, di Jakarta isu kesehatan remaja sedang tidak baik-baik saja. Angka pernikahan di bawah usia 20 tahun masih tinggi.
Pada 2023 tercatat 174 kasus pernikahan di bawah usia 20 tahun. Remaja perempuan mendominasi nikah muda.
Baca Juga: Bulog: Stok Beras Nasional Aman pada Natal dan Tahun Baru
“Kami punya data, pada 2023 dari jumlah ibu hamil, 2,5 persennya ibu hamil di bawah usia 20 tahun,” terang Fachrizal.
Sylviana Murni, tokoh perempuan mengatakan PP Nomor 28 Tahun 2024 harus sejalan dengan peraturan di atasnya. Perlu sinkronisasi perundangan-undangan.
Secara implisit, Sylviana menyebut PP kontroversi tersebut tidak sejalan dengan Pasal 31 ayat 2 UUD 1945.
“Artinya di dalam undang-undang harus tetap sejalan dengan peraturan-peraturan di atasnya. Contohnya Pasal 31 ayat 2 UUD 1945.
Baca Juga: Media Ibrani: Empat Roket Diluncurkan dari Gaza
Mau tidak mau sebagai manusia kita harus meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,” ungkap Sylviana.
Sementara Netty Prasetiyani mengungkapkan PP Nomor 28 Tahun 2024 secara terminologi masih menyisakan banyak pertanyaan. Misalnya perilaku seksual berisiko. “Itu masih ada di pasal upaya kesehatan reproduksi untuk anak sekolah dan remaja.
Jadi kalau tidak berisiko tidak apa-apa dong? Jadi tafsirnya bisa liar, kalau tidak dijelaskan,” kata Netty, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS.
Netty pun mempertanyakan adanya penyebutan soal ‘Perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab’ pada anak sekolah dan usia remaja yang tercantum di dalam PP tersebut.
Baca Juga: BRIN Kukuhkan Empat Profesor Riset Baru
Netty mengkhawatirkan jika ini menjadi multitafsir. Seakan-akan seks di luar nikah asal bertanggung jawab diperbolehkan.
Untuk menyudahi polemik ini, Komisi IX DPR RI, lanjut Netty, dalam waktu akan memanggil Menteri Kesehatan.
“Untuk menjelaskan masalah yang membuat kegaduhan yang luar biasa dan secara hukum masyarakat bisa melakukan JR (judicial review) terhadap PP ini,” kata Netty.
Pada sesi diskusi, peserta menginginkan agar PP ini dihapus atau paling tidak direvisi poin-poin kontroversi. Poin penyediaan alat kontrasepsi diyakini bisa memicu multitafsir masyarakat. Karena tidak ada penjelasan detil.
Baca Juga: Jateng Raih Dua Penghargaan Nasional, Bukti Komitmen di Bidang Kesehatan dan Keamanan Pangan
Di akhir sesi, Ketua Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga MUI DKI Jakarta Hj Nuraini Syaifullah memberikan pernyataan penutup.
Menurut Nuraini, MUI mendapat banyak aduan, keresahan terkait kontroversi PP Nomor 28 Tahun 2024.
“Pasal-pasal ambigu ini sangat meresahkan masyarakat,” ujar Nuraini.
Hasil dari workshop, kata Nuraini, menjadi bahan yang akan disampaikan kepada pihak terkait. Pihaknya dalam waktu dekat mengagendakan audiensi ke Komisi IX DPR. []
Baca Juga: Pakar Timteng: Mayoritas Rakyat Suriah Menginginkan Perubahan
Mi’raj News Agency (MINA)