Syaikh Agung Al-Azhar Al-Tayyeb, Penyeru Persaudaraan

altayyebOleh Ali Farkhan Tsani, Redaktu Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Syaikh Agung Al-Azhar , Syaikh Ahmad Al-Tayyeb tiba di Jakarta, Ahad (21/2/2016) malam, untuk agenda silaturrahim selama enam hari, guna menghadiri serangkaian acara, termasuk melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla, dan Majelis Ulama Indonesia.

Syaikh Al-Tayyeb juga akan memberikan kuliah umum dan pertemuan dengan para alumni Al-Azhar di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.Ia juga akan menerima penganugerahan gelar doktor kehormatan dari UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang.

Bagaimana profil ulama yang masuk ke dalam 500 tokoh paling berpengaruh di dunia tahun 205? Berikut profil singkatnya.

Syaikh Agung Al-Azhar

Prof Dr. Syaikh Ahmad Muhammad Al-Tayyeb, 70 tahun (lahir di Qina, Mesir, 6 Januari 1946) adalah Syaikh Agung (Al-Imaam al-Akbar atau Grand Sheikh) di Universitas Al-Azhar dan Imam Besar di Masjid Al-Azhar , Mesir.

Syaikh Al-Tayyeb mengemban amanah itu sejak tahun 2010, menggantikan pendahulunya, Dr Muhammad Sayyid Thanthawy yang wafat tahun itu.

Latar belakang pendidikan tingginya bermula dari lingkungan Al-Azhar sendir. Yakni, mulai dari gelar Lc, jurusan Aqidah dan Filsafat, Universitas Al-Azhar (tahun 1969), MA jurusan Aqidah dan Filsafat, Universitas Al-Azhar (1971) hingga Ph.D. jurusan Aqidah dan Filsafat, Universitas Al-Azhar (1977). Kemudian gelar doktor lainnya (Ph.D.) ia peroleh dari Universitas Sorbonne, Perancis (1977).

Sebelum menjabat sebagai Syaikh Agung Al-Azhar, Al-Tayyeb merintisnya dari asisten dosen, dosen dekan, hingga rektor di Universitas Al-Azhar (2003-2010). Ia juga pernah menjadi Mufti Agung Mesir (2002-2003).

Pengaruh Keulamaan

Pengaruh keulamannya sebagai intelektual Muslim terkemuka, menjangkau ke seluruh dunia. Hal ini ia tuangkan saat menjadi dosen terbang di berbagai perguruan tinggi di beberapa negeri Muslim, seperti Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Arab Saudi,  Universitas Doha, Qatar,  Universitas Emirat, UEA, dan Universitas Islam Internasional Islamabad, Pakistan.

Syaikh Al-Tayyeb dikenal sebagai ulama moderat dan selalu menyerukan pentingnya persaudaraan dan persatuan (ukhuwwah). Ini antara lain ia lakukan saat hendak mengadakan islah (mendamaikan) antara Morsi Ikhwanul Muslimin dengan kekuatan oposisi. Walaupun itu belum berhasil karena terkendala karena kedua pihak tidak bertemu.

Jabatannya sempat diprotes oleh sebagian mahasiswa Al-Azhar sendiri dari kalangan pendukung IM, dengan melakukan aksi-aksi demo. Namun upaya ini digagalkan oleh demo-demo serupa dari warga Mesir yang membelanya.

Syaikh Al-Tayyeb sendiri sesungguhnya bukan pembela rezim militer, yang menggulingkan Morsi. Ia justru dengan tegas mengkritik perlakuan militer terhadap para aktivis IM dan menyatakan ketidaksetujuannya atas pertumpahan darah yang terjadi.

Memang ada perbedaaan pandangan dalam beberap hal hal dengan IM. Namun ia justru melandaskannya pada pembelaannya terhadap nilai-nilai Islam yang disebut ‘tradisional’ itu, termasuk dimensinya spiritual atau sufi. Sedangkan Ikhwanul Muslimin menurutnya, mencoba mengubah Islam dari agama menjadi mencari kekuasaan ideologi agama.

Syaikh juga menekankan pentingnya persatuan negara-negara di kawasan Arab untuk mengatasi berbagai masalsah, terutama berkaitan dengan terorisme dan ekstremisme yang ditujukan pada Islam.

“Jangan sampai terjebak konflik yang menyulut perang sectarian,” ujar Syaikh Al-Tayyeb dalam pertemuan dengan beberapa ulama dari Kuwait, di kediamannya Kairo, 4 Juli 2015 lalu.

Ia menekankan pentingnya mempromosikan hidup berdampingan dalam kedamaian dan persatuan.

Karena itu, Syaikh pun selalu menyampaikan kepada para mahasiswa di kampusnya, untuk menekankan misi untuk mempromosikan nilai-nilai Islam yang dianggap ‘tradisional’. Ia telah menekankan pentingnya mengajarkan ilmu-ilmu Islam yang katanya dianggap ‘tradisional’ justru untuk disebarkan ke berbagai penjuru dunia.

Menyikapi berbagai pandangan yang seringkali berbeda, bahkan antar ulama sekalipun, termasukdirinya dengan Prof Syaikh Al-Qaradhawi misalnya. Menurutnya, ada beragam pandangan yang berbeda di dalam menyelesaikan permasalahan yang berlaku di Mesir, dan ini suatu kewajaran bagi ulama Islam yang memiliki keilmuan dan kekuatan untuk berijtihad. Kedua-duanya menginginkan maslahah yang baik bagi umat Islam, tetapi jalan pemikiran dan dasar-dasar dalil memiliki perbedaan.

Juga tatkala ia mengemukakan fatwanya tentang niqab (cadar) adalah bagian dari tradisi masyarakat Arab, buka kewajiban syariat bagi Muslimah. Sedangkan yang wajib bagi Muslimah adalah jilbab. Karena itu menjadi wajar ketika Al-Azhar mengharuskan pelepasan cadar di ruang ujian dan lingkungan Al-Azhar bagi wanita Muslimahm untuk tujuan maslahat kampus.

Kebolehan seorang muslim menjual minuman keras pun menuai kritikan. Namun ia menjelaskannya berdasarkan analisis dalil, yakni menjual minuman keras untuk non-muslim di negeri non-muslim.

Ia mengemukakan hal itu dalam sebuah pidato di konferensi lintas-agama di Austria. Bahwa ia mengungkapkan dari nilai kemanusiaan dan keadilan.

Berkaitan dengan isu terorisme dan bom bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa orang muslim, Prof Al-Tayyeb mengatakan bahwa itu merupakan bentuk reaksi atas penindasan dan ketidakadilan Barat. Namun dia tidak setuju jika Islam dikaitkan dengan terorisme dan bersumber dari ajaran Islam.

Karya Pustaka

Di samping banyak menuliskan fatwa-fatwa dan materi-materi kuliayh di kampusnya, Al-Azhar. Syaikh Al-Tayyeb menulis beberapa kitab yang menjadi rujukan para ulama dunia.

Kitab-kitab tersebut antara lain: tentang pergerakan dalam kitabnya “Mafhum al-Harakah baina al-Falsafah al-Islamiyah wa-Almarkisiah”, tentang pendidikan “Madkhal li Dirasah al-Manthiq al-Qadi” , tentang filsafat “Al-Falsafah al-Islamiyah bi al-Isytirak ma’a Akharin”, dsb

Selain buku, ia juga menerjemahkan beberapa buku berbahasa Prancis ke bahasa Arab, menulis sejumlah artikel dan hasil riset ilmiah. 

Harapan

Al-Azhar sebagai salah satu perguruan tinggi Islam tertua di dunia, yang kini memiliki 72 fakultas, yang menjadi tempat belajar bagi 300.000 mahasiswa dari berbagai penjuru dunia. Termasuk di dalamnya adalah sekitar 3.500 mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar, dan ribuan alumninya yang tersebar di segala penjuru Indonesia.

Bahkan, bila digabung dengan sekolah wakaf Al-Azhar, ada 2 juta siswa yang tengah menjalani pendidikan di bawah naungannya. Besarnya Al Azhar membuat Syekh Al Tayyeb memiliki pengaruh luas dan kuat di Mesir dan dunia, hingga ia pun dinobatkan sebagai salah satu orang palig berpengaruh di dunia.

Tentu dengan latar belakang itu, umat Islam berharap fatwa-fatwanya menjadi anutan bagi dunia Islam. Kita pun berharap, Syaikh Agung Al-Azhar dapat menerima masukan-masukan dari para ulama Indonesia tentang solusi konflik yang sedang mendera dunia Islam.

Ini seperti permintaan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat mengajukan harapannya kepada para ulama dan pendidik Al-Azhar Mesir untuk meningkatkan penyebaran faham Islam moderat di Indonesia dan dunia.

“Syaikh Ahmad Al-Tayyeb menyambut baik dan mengamini permintaan Presiden Jokowi ihwal peningkatan penyebaran faham Islam moderat di Indonesia,” kata Alwi Shihab, Utusan Khusus Presiden Alwi Shihab usai pertemuan dengannya di Kairo, Ahad (22/3/2015), didampingi Dubes Nurfaizi Suwandi.

“Ahlan wa sahlan wa marhaban bi andonesi ya Syaikh…”.(P4/R02)

(Dari berbagai sumber)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.