TAHANAN PALESTINA TIDAK MENDAPAT AKSES PENDIDIKAN

Oslo, 22 Jumadil Akhir 1435/22 April 2014 (MINA) – Jaringan Hak Asasi Manusia, UFREE  yang berpusat di Eropa mengeluarkan laporan baru pada yang menyatakan bahwa hak anak-anak dan pemuda untuk pendidikan termasuk yang dipenjara telah diabaikan dalam hukum hak asasi manusia internasional khususnya Pasal 26 dari Deklarasi Universal HAM dan Pasal 94 dari Konvensi Janewa keempat 1949.

Namun, sejak awal pendudukan di Tepi Barat dan Jalur Gaza pada 1967, tahanan dan hak tahanan untuk pendidikan sangat terbatas, bahkan tidak dilarang. Termasuk anak-anak dan remaja yang ditangkap militer Israel sebanyak 700 per tahun. Peraturan tidak hanya mengakui hak tahanan untuk mengejar pendidikan tetapi Israel juga tidak memberikan buku-buku yang diperlukan untuk belajar atau mengikuti ujian. Fakta itu menunjukkan bahwa mereka telah merusak hak asasi manusia di setiap kesempatan.

“Tujuannya agar mereka tidak mendapatkan pendidikan. Padahal pendidikan merupakan pilar pengembangan masyarakat terutama yang berusia 16-18 yang kata Addameer, seorang tahanan yang juga aktivis di asosiasi hak asasi manusia seperti yang diberitakan oleh PNN dan dikuti Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Hukum Internasional dan Pentingnya Pendidikan

“Orang  tidak bisa dipenjarakan  selama bertahun-tahun tanpa diberikan peluang  untuk mengubah nasib. Memang perubahan akan terjadi tetapi tentu saja tidak seperti yang dibayangkan. Karena sama saja ini menciptakan iri hati, frustrasi, delusi, marah yang terpendam dan manusiawi individu yang pasti akan membalas dendam,” kata seorang tahanan yang tidak ingin disebutkan namanya saat diwawancarai oleh Pelapor Khusus Laporan PBB tentang Hak atas Pendidikan

Menurut laporan PBB pada April 2009 Pelapor Khusus tentang Hak atas Pendidikan, Vernor Muñoz mengatakan “Belajar di penjara melalui program pendidikan umumnya dianggap memiliki dampak pada residivisme dan reintegrasi. Bagaimanapun pendidikan lebih dari alat untuk menuju perubahan dan menjadi suatu keharusan dalam dirinya sendiri. Namun, tahanan menghadapi tantangan pendidikan yang signifikan karena berbagai lingkungan, faktor sosial, organisasi dan individu”.

Hak tahanan untuk pendidikan dijamin dalam hukum internasional. Selain Pasal 26 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Pasal 94 Konvensi Jenewa Keempat, Prinsip-prinsip Dasar bagi Perlakuan terhadap Narapidana – resolusi yang diadopsi oleh PBB pada 1990 – menyatakan bahwa orang-orang di penjara mempertahankan hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar ditetapkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, termasuk hak untuk mengambil bagian dalam kegiatan budaya dan pendidikan yang bertujuan untuk pengembangan sepenuhnya kepribadian manusia.

Untuk anak-anak khususnya, hak atas pendidikan secara luas dianggap sebagai hak fundamental. Dengan demikian, di wilayah di bawah pendudukan militer asing, kekuatan penjajah wajib melindungi dan menghormati hak atas pendidikan, seperti yang tercantum dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak (CRC).

Track Record Israel

Pelaku remaja Israel yang diizinkan untuk menyelesaikan pendidikan formal dari kelas 8 sampai 12. Misalnya, di fasilitas Ofek untuk pelanggar remaja Israel, ada sekolah dengan 19 ruang kelas di mana tidak lebih dari 10 siswa belajar pada suatu waktu. Anak-anak di sana memiliki kesempatan untuk mengikuti kurikulum yang dirancang khusus untuk mereka oleh Departemen Pendidikan Israel, yang mencakup empat jam kelas sehari dikombinasikan dengan lokakarya pendidikan dan pekerjaan. Demikian pula, mereka memiliki 33 guru yang dipekerjakan oleh Asosiasi Pusat Komunitas Israel secara permanen. Mereka juga mengikuti ujian setelah 12 minggu mengikuti kelas dan  mereka juga mendapat nilai kemudian disertifikasi oleh Departemen Pendidikan Israel.

Sebaliknya, sejak awal pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza pada 1967, pemerintah Israel merampas hak tahanan dalam pendidikan. Anak-anak dihukum dengan hukuman orang dewasa karena mereka memiliki peraturan bahwa setiap warga Palestina berusia 16 dan di atas dianggap dewasa. Semua anak-anak Palestina berusia antara 16 sampai 18 ditahan bersama dengan tahanan Palestina dewasa, sehingga sering kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan mereka.

Pada 1997, sebuah koalisi pendukung tahanan mengajukan petisi ke Pusat Pengadilan Tel Aviv untuk menuntut ditegakkannya hak Palestina untuk pendidikan seperti yang didapatkan pelanggar remaja Israel. Namun pada realitanya meski pengadilan memutuskan bahwa tahanan Palestina memperoleh hak yang sama aseperti tahanan Israel semua bergantung pada persyaratan keamanan yang pegang oleh Penjajah Israel.

Sebagai contoh, meskipun tahanan Palestina dapat menerima buku kunjungan keluarga melalui ICRC, kunjungan tersebut sering dilarang. Selain itu, mereka juga terbatas untuk mendapatkan izin meperoleh jenis dan jumlah buku. Mereka bisa mendapatkan surat kabar dalam bahasa Arab, seperti Alquds, gratis, tapi surat kabar lainnya, dalam bahasa Ibrani atau Inggris, didistribusikan hanya untuk mereka yang berlangganan. Namun pendistribusia surat kabar selalu terlambat dan berita yang mereka tidak lagi up to date.

Tahanan Palestina di penjara Israel diperbolehkan belajar hanya di Universitas Terbuka Israel. Mereka mungkin tidak melanjutkan studi mereka di lembaga mereka belajar sebelum penangkapan mereka, meskipun universitas menyetujui. Sebuah perjuangan yang telah lama dilakukan untuk mengubah praktik tersebut dan selalu menuai kegagalan. Israel mengklaim bahwa tahanan dilarang berpartisipasi dalam program studi universitas Arab untuk alasan keamanan. Banyak tahanan tidak dapat mendaftar di universitas-universitas Israel karena pembatasan keuangan dan bahasa. Selain itu, para tahanan ditahan di pusat penahanan militer,karena melanggar aturan penjara, mereka dilarang mendaftar di universitas manapun. Narapidana yang ditahan dalam isolasi juga tidak dizinkan untuk belajar bahkan pada Universitas Terbuka Israel.

Daftar spesialisasi pelarangan termasuk ilmu alam, kedokteran, ilmu komputer, fisika, kimia dan program apapun yang membutuhkan penggunaan persediaan lain selain buku teks.

Bahkan pada saat-saat ujian, guru dilarang masuk penjara untuk secara resmi menginstruksikan narapidana. Demikian pula, tahanan dilarang berkomunikasi dengan guru dan sekolah Palestina melalui cara lain seperti telepon, surat atau kunjungan.

Baru-baru ini, tahanan dilarang mengikuti ujian. Sebagai contoh, pada  2011, lebih dari 300 tahanan Palestina tidak diizinkan untuk tahun ketiga berturut-turut mengambil ujian sekolah menengah mereka yang gunanya untuk lulus dan melanjutkkan ke perguruan tinggi. Menurut Pusat Tahanan Palestina, penjajah Israel di penjara juga menyita buku-buku dan makalah akademis yang dikirim ke tahanan melalui Palang Merah Internasional dan mengumumkan bahwa tahanan dilarang mendaftar ke universitas Arab dan Palestina. Sebagai protes, para tahanan menyatakan mogok makan.

Pada 2009, ketika ujian sekunder pertama kali dilarang, Menteri Otoritas Palestina Tahanan dan Mantan Tahanan, Issa Qaraqi, mengajukan banding ke Mahkamah Kehakiman Agung Israel untuk membalikkan keputusan. Namun, pengadilan menunda sidang atas gugatan itu, dan belum ada pembahasan lebih lanjut.

Keputusan terbaru untuk melarang ujian datang setelah deklarasi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa Israel memiliki hak untuk mengurangi fasilitas yang diberikan kepada tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.

Ada beberapa pengecualian untuk memiliki gambaran suram ini. Pada Maret 2010, dipenjara resm,i Fatah Marwan Barghouti berhasil menyelesaikan gelar doktor dalam ilmu politik.  University of Cairo dan Akademi Arab untuk Penelitian telah menerima Barghouti pada 1999 tiga tahun sebelum ia ditangkap oleh Israel. Keberhasilan Barghouti dalam mendapatkan gelar bahkan ketika di penjara terutama disebabkan usaha pribadi dan studi secara rahasia,” menurut Qaraqi. Pada 2009, mantan tahanan lain, Khaled Al-Azraq, menjelaskan bagaimana ia dan rekan-rekannya mampu untuk melanjutkan pendidikan mereka secara rahasia.

“Narapidana membuat sebuah gerakan dengan cara yang cerdik, buku selundupkan ke penjara-penjara Israel, metode yang dilakukan tidak pernah diketahui oleh penjaga penjara Israel. Gerakan Lokakarya diselenggarakan sistematis, seminar, dan kursus yang diadakan di dalam penjara untuk mendidik narapidana pada setiap satu topik terkait. Setiap harinya, ada tahanan memegang posisi ‘pustakawan’ yang akan melewati sel-sel yang berbeda dalam setiap bagian, dan tahanan akan bertukar buku mereka yang baru saja selesai pinjam. Pustakawan membawa ‘buku perpustakaan, catatan buku yang tersedia di perpustakaan, dan daftar buku-buku masing-masing tahanan untuk dipinjam.

Addameer menyatakan: “Tak diragukan lagi beberapa bentuk pendidikan, meski tidak resmi atau tidak terstruktur, lebih bermanfaat bagi kesehatan mental seorang tahanan daripada tidak ada pendidikan sama sekali. Pada saat yang sama, pengaturan tersebut tidak membebaskan Israel dari kewajibannya berdasarkan hukum internasional, dimana pen-didikan harus tersedia bagi semua tahanan remaja.”

Studi Kasus:

Penjara Telmond (dekat Netanya, Israel)

Ada tiga jenis tahanan politik remaja Palestina di Telmond, pemuda yang dipenjara secara ilegal dengan remaja Israel terbatas karena alasan kriminal. Kelompok pertama ini diperlakukan dengan cara yang sama seperti tahanan kriminal Israel, mereka menerima pendidikan dalam bahasa Ibrani (bahasa mereka biasanya tidak mengerti), menggunakan kurikulum Israel. Kelompok kedua diajarkan menggunakan kurikulum yang hanya mencakup tiga dari delapan mata pelajaran yang dipersyaratkan oleh Departemen Pendidikan Palestina. Kelompok ketiga tidak menerima pendidikan apapun. Dengan demikian, jelas bahwa keputusan pengadilan 1997 yang seharusnya untuk menjamin pendidikan bagi anak-anak Palestina yang ditahan benar-benar diabaikan.

Penjara Megiddo, dekat Haifa

Anak-anak Palestina yang berusia 16 atau lebih tua pada saat hukuman mereka ditahan di Penjara Megiddo. Karena Orde Militer Israel No 132 mendefinisikan setiap Palestina 16 dan lebih dianggap sebagai orang dewasa, Otoritas Militer yang berjalan Penjara Megiddo menolak untuk mengakui kebutuhan pendidikan anak yang ditahan di sana. Satu-satunya bentuk pendidikan yang tersedia adalah kelompok belajar ad-hoc di mana tahanan dewasa mengajar tahanan remaja. Pengacara Pertahanan Anak Internasional juga melaporkan bahwa administrasi penjara sangat membatasi pergerakan buku yang masuk dalam penjara.

Dampak

Sulit bagi tahanan anak untuk kembali ke sekolah setelah keluar dari penjara. Hal ini disebabkan berbagai faktor, termasuk trauma penahanan, perbedaan usia antara mantan narapidana dan anak-anak sekolah lainnya, dan pelayanan pendidikan yang tidak memadai atau tidak ada yang disediakan oleh administrasi penjara, yang mengakibatkan mantan tahanan tertinggal jauh dalam proses pendidikan. Dengan demikian, pemuda yang dipenjara seumur hidup tidak memiliki masa depan yang baik terhadap pendidikan.(PO8/EO2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Comments: 0