Terangi Dunia dengan Al Quran, Makmurkan Masyarakat dengan Berdagang

Ahmad Zubaidi saat menyampaikan sambutannya pada acara penyambutan Santri Malaysia. Photo : RIzki Aldy/MINA

Oleh : Ahmad Zubaidi

Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada umat manusia untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan, kebodohan menuju kepada cahaya Islam sebagai jalan yang terang benderang.

Dengan Al-Quran yang diwahyukan kepadanya, manusia dapat mengerti mana jalan kehancuran yang harus dijauhi dan mana jalan kesuksesan dan kebahagiaan yang harus dijalani.

Tidak ada satupun sejarawan yang dapat membantah keberhasilan Rasulullah Muhammad dalam  usahanya mengubah masyarakat Arab yang jahiliyyah menjadi masyarakat madani yang berperadaban tinggi.  Belum pernah ada sebelumnya, seseorang yang mampu melakukan perubahan besar seperti yang dilakukan Muhammad dan tidak akan pernah ada sesudahnya seseorang yang berkemampuan seperti Beliau hingga akhir zaman nanti.

Lihatlah buku seratus tokoh paling berpengaruh di dunia yang ditulis oleh Micheal Hart, ahli sejarah berkebangsaan Inggris. Meski ia seorang non-muslim, tapi dengan sederet argumen yang ia paparkan sehingga menempatkan nama Muhammad di urutan pertama dari seratus tokoh dunia.

Lantas dengan apa Muhamad melakukan perubahan itu? Tentu dengan Al-Quran jawabannya. Kitab suci satu-satunya yang terpelihara kesucian dan keasliannya sampai hari ini, bahkan hingga hari kiamat nanti.

Firman dalam surat Al-Hijr ayat 9;

إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُ ۥ لَحَـٰفِظُونَ

“Sesungguhnya Kami (Allah)-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”

Al Quran Menerangi Dunia

Banyak sudah bukti kebenaran Al-Quran, baik dalam bidang sains, ekonomi maupun sosial dalam membimbing umat manusia menerangi jalan kehidupannya. Para ekonom, ilmuwan dan pemimpin bangsa, mereka sukses mengembangkan ilmu pengetahuan, membangun ekonomi dan peradaban masyarakat dengan Al Quran. Sebaliknya, berapa banyak masyarakat yang terbelakang dan mengalami kemunduran bahkan bangsa yang hancur  akibat tidak menerapkan nilai-nilai Al-Quran dalam kehidupan masyarakatnya.

Mereka yang merasakan nikmatnya hidup bersama Al Quran akan semakin senang mendalami dan mengamalkannya. Mereka juga akan berusaha menyampaikan isi kandungan Al Quran kepada masyarakat di sekelilingnya agar mereka juga merasakan hal yang sama. Dengan demikian terbangunlah sebuah masyarakat yang beradab, saling menjaga hak-hak dan kewajiban diantara mereka.

Usaha dakwahpun dilakukan secara perorangan, kelompok dan lembaga, secara lisan maupun perbuatan, dari anak yang masih bayi, anak kecil, remaja, maupun dewasa bahkan sampai orang tua sekalipun merasakan terangnya jalan hidup setelah dapat membaca dan memahami Al-Quran.

Atas kehendak Allah subhanahu wa ta’ala, setiap waktu dilahirkannya orang-orang yang menemukan metode membaca Al-Quran, menghafal,  menerjemahkan sehingga lebih mudah bagi masyarakat dalam mempelajari Al Quran. Ini menjadi bagian bukti keterpeliharaan  dan kesucian Al-Quran. Jika ada kesalahan dalam penulisan Al-Quran baik sengaja atau tidak, maka  pasti akan segera diketahui dan diperbaiki.

Di era globalisasi dengan derasnya arus informasi saat ini, lagi-lagi  Al-Quran menjadi solusi problematika masyarakat. Pengaruh budaya yang merasuk dan merusak berbagai tatanan kehidupan dan norma-norma sosial dapat ditangkal dengan mempraktekkan nilai-nilai Al Quran dalam masyarakat..

Sebagai contoh: kerusakan moral di kalangan pemuda, renggangnya hubungan keluarga, penggunaan narkoba, pergaulan bebas hingga LGBT dapat ditanggulangi dengan menjalankan nilai-nilai Al Quran dalam keluarga dan masyarakat. Lingkungan pesantren dan sekolah-sekolah Islam yang notabene mengajarkan Al Quran menjadi solusi dan pilihan utama masyarakat untuk menyelamatkan anak-anak mereka dari degradasi moral itu.

Tak ada satupun ajaran, konsep atau ideologi yang menjanjikan kebahagiaan hidup kecuali dengan Al-Quran. Kita bisa saksikan banyak selebriti, seniman, olahragawan, ataupun pejabat negara yang berada pada puncak karirnya, namun mengalami kegalauan hebat, lantas mereka mendapatkan kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan setelah bertemu Al-Qur’an.

Karenanya, tak ada alasan untuk berhenti membumikan Al-Quran. Sudah banyak bukti dari berbagai kelompok masyarakat yang merasakan terangnya hidup dengan Al Quran. Di lembaga-lembaga pendidikan seperti taman kanak-kanak (TK), SD, hingga Perguruan Tinggi (PT), bahkan di penjara, mereka mempelajari dan mengamalkan Al Quran.  Bahkan ada seorang dokter ahli bedah tulang di Surakarta, Jawa Tengah yang sangat bersemangat menyelenggarakan lembaga pendidikan berbasis persantren demi memberi kontribusi pada masyarakat dengan Al Quran. Hasilnya, banyak santri lulusan pesantrennya yang menembus berbagai perguruan tinggi baik dalam dan luar negeri dalam ilmu agama maupun  umum.

Pesantren tersebut, setiap tahun dibanjiri calon siswa dari berbagai penjuru daerah nusantara. Sekolah-sekolah yang menjadikan Al-Quran sebagai unggulan banyak diserbu masyarakat, karena ketekunannya para siswa/ santri dalam mengakrabi Al-Quran. Allah memelihara aqidah dan akhlaknya sehingga selamat dari berbagai kerusakan moral generasi muda yang telah mewabah di berbagai kota maupun pelosok desa.

Memakmurkan Dunia

Nabi Muhammad seorang pedagang, Sayyidatina Khodijah istri rasulullah juga seorang pedagang. Sayyidina Abu Bakar sebelum diminta berhenti oleh Umar bin Khattab karena menjabat sebagai khalifah untuk mengurusi permasalahan umat lebih yang jauh lebih penting, beliau seorang pedagang sukses. Para penyebar Islam dari Hadramaut (Yaman) dan Gujarat (India) hingga sampai Nusantara, mereka pedagang ulung.

Belanda menjadi penjajah Indonesia selama 350 tahun, mereka datang ke nusantara untuk berdagang mencari rempah-rempah dan terkenal dengan serikat dagang VOC. Etnis Cina yang menguasai perekonomian di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia mereka bergerak dalam perdagangan.

Berdagang tidak saja penting tetapi juga mulia. Untuk memakmurkan dunia, kita harus lanjutkan tradisi perdagangan di kalangan masyarakat Muslim. Bagi yang sudah memulai, kembangkanlah omset dan jangkauan perdagangannya hingga manca negara seperti yang Rasul kita dan para sahabat contohkan. Bagi yang belum, kita bisa belajar dari yang sudah memiliki ilmu dan pengalaman demi untuk memperbanyak jumlah pengusaha Muslim yang bisa memakmurkan umat.

Dengan berdagang, umat Islam akan memiliki harta kekayaan.  Dengan harta itu, mereka bisa diinfakkan untuk dakwah dan perjuangan. Bukankah dakwah dan perjuangan membutuhkan dana yang besar.

Lawan dari kaya adalah miskin, Jika umat Islam miskin, maka mereka akan dengan mudah menjual aqidah dan keimanan dengan materi yang jumlahnya tidak seberapa. Seperti Sabda Rasul, memang kemiskinan dekat dengan kekafiran.

Yusuf Qaradhawi perpendapat, kemiskinan itu ada dua yaitu, kemiskinan jabariyyah dan kemiskinan ikhtiariyyah. Kemiskinan jabariyyah adalah yang bersifat sistematis, sehingga orang yang bekerja sangat keraspun tetap miskin oleh karena sistem dan peraturan yang berlaku di wilayah itu yang mengaturnya.

Masyarakat yang berada di negara-negara bekas jajahan, rakyat buatnya berada dalam kemiskinan jangka panjang.

Beberapa contoh di antaranya, sistem keuangan yang membuat sebagian besar masyarakat pekerja menabung, dalam bentuk tabungan asuransi, deposito, dan sebagainya dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan di kemudian hari. Tetapi oleh sistem diciptakan inflasi sehingga menggerogoti nilai tabungannya dan akhirnya mereka tetap miskin.

Sistem pasar bebas yang membuat orang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin karena tidak mempunyai akses pasar yang memadai dibanding pemilik modal.  Maka berlakulah hukum rimba, yang miskin dimakan habis oleh yang kaya.

Perhatikan perusahaan ritel yang merambah disemua pelosok tanah air seperti, Alfa Mart dan Indomart. Tanpa ampun mereka menggulung habis warung-warung tradisional milik orang-orang kecil dan miskin karena kalah bersaing harga.

Di sisi lain, pemerintah dengan dalih menciptakan lapangan kerja,  sumber daya alam negeri ini seperti tambang, hutan, lahan pertanian, dan obyek wisata diserahkan kepada pemilik modal sehingga dengan empuk menguasai kekayaan negara. Sementara rakyat desa berbondong-bondong menjadi buruh pabrik dan satpam  perusahaan-perusahaan asing dan pabrik-pabriknya. Ada juga yang diiming-imingi gaji tinggi, mereka dijual ke luar negeri oleh para pengarah tenaga kerja untuk menjadi TKW demi  mendulang keuntungan aduhai.

Pendidikan kita juga pada umumnya meneruskan sistem dari penjajah yang berorientasi menyiapkan tenaga kerja, bukan wirausaha. Setelah lulus, mereka membawa ijazah dari pintu ke pintu kantor pemerintah dan swasta untuk melamar kerja sebagai pegawai dan buruh pabrik.

Sedikit sekali para sarjana kita yang mampu menciptakan lapangan kerja walau hanya berjualan singkong, bakmi, ayam, atau barang-barang bekas seperti mobil, truk dan barang lainnya.

Adapun kemiskinan ikhtiariyyah adalah kemiskinan yang diakibatkan dari orang itu sendiri. Mereka yang malas bekerja keras dan tidak punya program untuk menjadi kaya sehingga kemiskinan menimpa dirinya.

Al Quran Memberi Solusi

Al-Quran memastikan orang yang beriman untuk berhijrah ketika kita menghadapi situasi seperti ini. Lihat surat An-Nisa ayat 97 yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini? Mereka menjawab: Adakah kami orang-orang yang tertindas di negeri Makkah. Para malaikat berkata: “Bukan bumi itu luas sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu.”

Jadi solusinya adalah berhijrah. Namun dalam menghadapi kapitalisme yang menindas di hampir semua negara di dunia. Kemana kita berhijrah? Rasulullah menjawab, berhijrah profesi sebagai pedagang, karena menurut Rasul, sembilan dari sepuluh pintu rizki itu berdagang.

Kita hidupkan semangat anak cucu kita dengan semangat pedagang sedini mungkin, seluas mungkin dan seulet mungkin. Salah satu usaha mewujudkan itu misalnya menggelar ta’lim-ta’lim yang membahas wirausaha. Kita juga bisa adakan lomba dengan tema dan obyek perdagangan. Kita hiasi ruang tamu dengan Al-Quran dan barang dagangan.

Kita siapkan generasi untuk mengekspor gudek Jogja, gulai kaki Kambing, pecel Purwodadi, garang asem Solo, empek-empek Palembang, soto ayam Lamongan dan sebagainya. Kenapa tidak? Ada seorang dokter kita,  dr Wahyu yang sudah membuka cabang “Bakmi Tebet Langgara” di lebih dari 100 cabang, termasuk di Singapura, Brunei, Malaysia bahkan di Jeddah dan Makkah.

Jangan kita ajari anak cucu dan masyarakat kita menikmati Ayam Goreng Kentucky (KFC), A&W, atau Pizza Hut. Mereka bukan menjajakan makanan nusantara.

Sudah banyak totkoh tokoh Muslim negeri ini yang menyadarkan kita akan hal ini. Sebutlah Yudi Pramuko, Muhaimin Iqbal, dr Rosyid Ridlo, Valentino Dinsi, Antonio Syafi’i dan masih banyak yang lain.

Mereka para tokoh penggerak sangat menekankan perlunya Muslim menggeluti dunia bisnis dan perdagangan. Hijrah dari kemiskinan jabariyyah kepada masyarakat yang hatinya membawa Al-Quran untuk menerangi dunia dan memakmurkan masyarakat dengan perdagangan. Semoga kita bisa.

(R10/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.