Maungdaw, 2 Ramadhan 1434/9 Juli 2013 (MINA) – Komunitas Rohingya dari Maungdaw utara tidak bisa tidur di rumah mereka di malam hari karena takut ditangkap dan sebagian besar desa mereka saat ini menjadi medan perang setelah sekelompok pasukan keamanan Burma perbatasan (Nasaka) memaksa mereka untuk membuat sidik jari dan foto digital, kata seorang perwira pemerintahan dari desa Maungdaw selatan.
“Personil Nasaka mencoba menangkap yang tidak berpartisipasi dalam sidik jari digital dan program foto. Masyarakat Rohingya melarikan diri dari desa mereka sementara Nasaka memasuki desa-desa untuk mengumpulkan daftar keluarga dengan sidik jari digital dan program foto sebagai otoritas yang bersangkutan dipaksa untuk menandatangani sebagai ras Bengali dan baru-baru ini personil ilegal masuk dari Bangladesh yang memperlakukan mereka sebagai orang asing. “
Personil Nasaka mencari dan memburu Muslim Rohingya di malam hari, memasuki desa dan menangkap setiap orang yang ditemui dan atau menjarah rumah Rohingya yang tidak berpenghuni, kata seorang mahasiswa dari Maungdaw.
“Personil Nasaka menangkap wanita dari desa mereka, jikamereka tidak mampu menangkap penduduk desa laki-laki. Lima perempuan ditangkap dari desa Oo Shaikya pada Jum’at (5/7), di mana Nasaka memperkosa perempuan Rohingya tersebut secara bebas karena tidak memiliki keamanan di desa mereka.”
Baca Juga: HRW: Pengungsi Afghanistan di Abu Dhabi Kondisinya Memprihatinkan
Personil Nasaka menangkap sepuluh Muslim Rohingya dari desa Kyikanpyin yang kembali dari Maungdaw di markas Nasaka dan memaksa mereka yang tidak bergabung dengan Program sidik jari dan foto digital di desa mereka untuk membayar jaminan uang sebesar 10.000 kyat per orang untuk diberikan kepada personil Nasaka yang kemudian dibebaskan, kata seorang korban yang tidak mau disebutkan namanya seebagaimana yang dilansir oleh Thestateless yang dipantau oleh kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency).
Demikian pula dengan Mohamed Noor (25), putra Abdul Sukur ditangkap oleh personil Nasaka yang kemudian baru kembali ke rumahnya (Oo Shaikya) dari memancing pada 5 Juli, kata seorang tetua dari desa.
Di sisi lain, Enam personel Nasaka dengan tiga sepeda motor pergi ke desa Shwezar di malam hari di mana mereka mendobrak rumah Rohingya dan menangkap kepala keluarga untuk memeras uang. Hal ini sudah menjadi kebiasaan dan menjadi pekerjaan rutinitas personil Nasaka untuk memeras uang dari komunitas Rohingya. Ini yang terjadi di Maungdaw dan tidak ada hukum bagi orang dan masyarakat Rohingya, Nakasa membuat hukum untuk memeras uang, kata seorang guru sekolah dari desa.
Selain itu, otoritas memaksakan Rohingya untuk tidak bekerja di sawah mereka dengan tujuan untuk membatasi jumlah makanan Rohingya di masa depan, kata seorang tetua mengatakan.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
“Ini adalah rencana pemerintah untuk mengusir masyarakat Rohingya dari tanah dan rumah mereka. Tidak ada makanan, tidak ada pendidikan, tidak ada gerakan, layanan sipil dan tidak dapat tinggal di rumah di malam hari dan akan memaksakan Rohingya untuk meninggalkan tempat tinggal mereka.”(T/P08/R2).
Mi’raj News Agency (MINA)