Tolak Seruan Presiden Mali Berdialog, Warga Kembali Protes di Hari Kedua

Para pemrotes anti-pemerintah membakar ban dan memblokade jalan-jalan di ibu kota Bamako, Mali, Jumat, 10 Juli 2020. Ribuan orang berpawai Jumat di ibukota Mali dalam demonstrasi anti-pemerintah yang didorong oleh kelompok oposisi yang menolak janji reformasi presiden. (Foto AP / Baba Ahmed)

Bamako, MINA – Warga yang tergolong kelompok oposisi kembali turun ke jalan-jalan ibu kota Bamako melakukan protes untuk hari kedua pada Sabtu (11/7), menentang seruan terbaru presiden negara itu untuk berdialog.

Dalam protes yang berujung bentrokan, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa, demikian dikutip dari TRT World.

Namun, jumlah masa hari itu jauh lebih kecil daripada ribuan yang melonjak di jalan-jalan pada hari Jumat, menduduki stasiun televisi negara dan melakukan pembakaran.

Setidaknya satu orang tewas pada hari Jumat, kata Djime Kante, juru bicara rumah sakit Gabriel Toure di Bamako.

Gas air mata bahkan masuk ke rumah sakit pada Sabtu, seiring korban terluka terus berdatangan. “Saat ini ada lebih dari 40 (orang),” kata Kante.

Perkembangan Jumat menandai eskalasi besar dalam gerakan yang tumbuh melawan Presiden Ibrahim Boubacar Keita, yang masih memiliki masa dua tahun menjabat di negara Afrika Barat itu.

Mali sudah lama tidak stabil oleh keberadaan para militan.

Pidato Presiden pada Jumat malam memberi isyarat damai beberapa hari setelah ia mencoba menenangkan para pemrotes dengan berjanji untuk memperbaiki pengadilan konstitusional.

Hasil pemilihan legislatif pada bulan April telah disengketakan oleh beberapa lusin kandidat yang berlaga.

“Saya ingin sekali lagi meyakinkan orang-orang kami tentang kesediaan saya untuk melanjutkan dialog dan menegaskan kembali kesiapan saya untuk mengambil semua langkah dalam kekuatan saya untuk menenangkan situasi,” katanya.

Pasukan keamanan Mali telah menangkap lebih banyak pemimpin oposisi pada hari Sabtu sementara Perdana Menteri Boubuou Cisse mengatakan, empat orang tewas dalam kerusuhan besar di Negara Bagian Sahel yang rentan.

Suasana yang nyaris tanpa perlawanan melanda ibu kota Bamako ketika pihak berwenang menindak aliansi oposisi yang dikenal dengan nama Gerakan 5 Juni.

Sebanyak enam tokoh oposisi telah ditahan dalam dua hari.

Gerakan 5 Juni berjanji untuk meningkatkan aksi perlawanan sampai Presiden Keita berhenti dari jabatannya.

Gerakan 5 Juni (M5) adalah gerakan anti-pemerintah. Mereka menginginkan Majelis Nasional dibubarkan. Nama M5 mencerminkan hari ketika para demonstran pertama kali turun ke jalan secara massal. (T/RI-1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)