Turkiye: Pandemi COVID-19 Tingkatkan Permintaan Produk Halal ke Negara non-Muslim

Istanbul, MINA – Kepala Badan Akreditasi (HAK) di , Zafer Soylu, menyatakan, permintaan negara non-Muslim meningkat seiring dengan adanya pandemi COVID-19.

“Pentingnya makanan yang aman, sehat, bersih telah muncul sejalan dengan adanya pandemi. Khususnya di Timur Jauh, konsumen non-Muslim mulai menunjukkan permintaan yang tinggi terhadap produk bersertifikat halal,” kata Soylu kepada Anadolu Agency dikutip MINA, Ahad (5/6).

Dia mengatakan, saat ini sertifikasi halal digunakan tidak hanya di bidang yang terkait dengan makanan tetapi juga di sektor jasa.

Soylu menunjukkan standar halal Turki didasarkan pada 16 pedoman yang diterbitkan oleh Organisasi Standar Kerjasama Islam (IOC) dan Institut Metrologi Negara-negara Islam (SMIIC) di bidang tersebut.

Menurutnya, standar ini tampaknya hanya berisi aturan Islam dan fikih, tetapi aspek lain dari pekerjaan yang kita bicarakan tidak boleh dilupakan.

Produk yang higienis, bersih, sehat, tidak memberikan informasi yang tidak benar dan menyesatkan kepada konsumen bahkan kualitasnya masih dalam lingkup standar halal.

“Standar SMIIC meliputi aspek higienis, kebersihan dan kesehatan serta dimensi fiqih,” ujar Soylu.

Dia juga menyatakan, mereka melihat peningkatan minat pada standar halal oleh negara-negara non-Muslim dan populasi mereka.

“Ada permintaan untuk semua produk bersertifikat halal sebelum pandemi, permintaan ini meningkat sekarang karena pentingnya faktor-faktor tersebut terungkap dengan pandemi,” imbuh Soylu.

Dia berkata orang yang tinggal di negara non-Muslim telah menggunakan sertifikasi halal untuk merasa aman.

“Sebagian besar permintaan produk halal kepada kami berasal dari negara non-Muslim,” pungkas Soylu menunjukkan bahwa sertifikasi halal terutama muncul dan menyebar luas di negara-negara non-Muslim.

Soylu lebih lanjut menunjukkan sistem internasional harus dibentuk untuk saling pengakuan sertifikat halal yang dikeluarkan sesuai dengan 16 standar yang ditentukan oleh SMIIC.

“Perdagangan internasional harus berjalan berdasarkan standar-standar ini. Sertifikat halal yang diterbitkan di suatu negara harus berlaku di negara lain dalam kondisi normal,” ujarnya.

“Untuk itu harus ada mekanisme akreditasi. Penting bagi lembaga sertifikasi halal untuk menerbitkan sertifikat sesuai dengan status akreditasi yang diberikan oleh lembaga akreditasi yang diakui oleh SMIIC. Dokumen juga harus dapat diterima di seluruh dunia,” tambah Soylu.

Sayangnya, lanjut dia, saat ini, berbagai negara memiliki standar halal dan pendekatan sertifikasi halal yang berbeda. “Sistem akreditasi dan inspeksi yang berbeda menimbulkan biaya bagi eksportir kita,” jelasnya.

Dia juga menegaskan, banyak eksportir makanan mendapatkan sertifikat halal yang berbeda untuk negara yang berbeda, dan biayanya sangat tinggi.

“Jika Anda tidak dapat membangun mekanisme saling pengakuan dan memberikan pengakuan bersama atas sertifikat halal, biaya bagi produsen meningkat dan konsumen ragu tentang produk mana yang halal dan bersih,” ujarnya lagi.

Pasar halal global – sebagian besar melayani Muslim tetapi juga menarik mereka yang lebih memilih produk yang diperiksa secara menyeluruh atas keamanan dan kebersihan suatu produk – saat ini mencapai sekitar $7 triliun.

Bidang ini mencakup banyak sektor seperti kosmetik, produk kimia dan pembersih, produk pertanian, makanan, energi, pariwisata, dan keuangan.

Turkiye, yang merupakan salah satu negara mayoritas penduduk Muslim, berusaha menjadi pelopor dalam bidang ini.(T/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.