Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

UGM Gelar digiTALK ke-57, Edukasi Ratusan Mahasiswa

kurnia - Sabtu, 15 Juli 2023 - 16:56 WIB

Sabtu, 15 Juli 2023 - 16:56 WIB

9 Views ㅤ

Yogyakarta, MINA – Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM)  menyelenggarakan Digitalk dengan bertemakan “Strategi Cerdas Berinvestasi: Memahami Risiko dan Peluang Bisnis dalam Peer-to-Peer Lending di Indonesia”, UGM mengandeng Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) dan Fintech ALAMI Sharia (“ALAMI”)  gelaran ke-57 tersebut diselenggarakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) di Yogyakarta.

Membahas secara komprehensif terkait perkembangan Fintech khususnya peer-to-peer lending yang semakin diminati masyarakat dan mendesaknya proses edukasi bagi masyarakat sehingga dapat terhindar dari risiko-risikonya, demikian keterangan tertulis, Sabtu (15/7).

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa tingkat literasi keuangan di Indonesia meningkat di tahun 2022, yakni 49,68% dibandingkan tahun 2019 yang hanya 38,03%. Hal sama juga terjadi pada indeks inklusi keuangan, yang juga meningkat menjadi 85,10% dari tahun 2019 sebesar 76,19%.

Meskipun gap atau selisih indeks literasi dan inklusi keuangan mengecil, namun literasi finansial harus tetap ditingkatkan agar kewaspadaan dan keterampilan keuangan masyarakat semakin baik.

Baca Juga: BP Haji Sampaikan Kesiapan Penyelenggaraan Haji Penuh Tahun 2026

Merespon hal tersebut, Center for Digital Society (CfDS) UGM menggelar diskusi publik sebagai bentuk literasi finansial untuk masyarakat.

Diskusi publik ini dipandu oleh Treviliana Eka Putri (Sekretaris Eksekutif Center for Digital Society UGM) mendiskusikan peluang dan risiko produk investasi keuangan peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia. Narasumber dihadirkan merupakan pemangku kepentingan dan para ahli mewakili regulator, akademisi dan pelaku industri jasa keuangan.

Hadir mewakili OJK Tris Yulianta, Direktur Pengawasan Financial Technology dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK); Kusdhianto Setiawan, Siviløkonom, Dosen Manajemen FEB UGM Annisa Ika Rahmawati, Pengawas Direktorat Pengawasan Financial Technology dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK); dan Harza Sandityo, Direktur Utama ALAMI.

Tris Yulianta menekankan, bahwa masyarakat Indonesia memiliki potensi ekonomi digital sebanyak USD 146 miliar di tahun 2025, dengan merujuk tingginya angka pengguna internet di Indonesia sebanyak 191 juta atau 69% yang merupakan pengguna media sosial aktif.

Baca Juga: Menteri Perumahan Larang Persawahan Dijadikan Perumahan

“Termasuk pada perkembangan industri fintech P2P Lending mendapatkan sambutan yang positif dari masyarakat. P2P Lending kita hadirkan untuk masyarakat yang unbankable. Munculnya P2P untuk masyarakat banyak dirasakan oleh UMKM,” ujar Tris.

“Ini bisa menjadi alternatif pengganti pinjaman bank konvensional. Tantangan yang muncul di sini, dari OJK selalu mengupayakan pengawasan dan coba benahi, dengan tentunya dukungan peningkatan literasi masyarakat” imbuh Tris.

Gambaran lanskap model bisnis financial technology (fintech) di Indonesia, Kusdhianto Setiawan, Siviløkonom menjelaskan bagaimana model bisnis peer-to-peer (P2P) lending mulai tumbuh dan diminati oleh masyarakat Indonesia.

“Sasaran dari fintek adalah masyarakat yang melek digital. P2P menjadi solusi bagi mereka yang unbankable, namun bukan solusi yang murah. Perlu diketahui berapa jumlah biaya yang akan ditanggung kepada pengguna,”

Baca Juga: Indonesia Alihkan Ekspor ke Eropa dan Australia Hadapi Tarif Tinggi dari AS

“Di sini masih ada banyak sekali hal yang dapat dikembangkan oleh para pemain dan industri fintek, baik dari segi teknologi yang digunakan, maupun finansial literasi yang dihadirkan harus dapat kita tingkatkan” ujar Kusdhianto.

Sementara Annisa Ika Rahmawati menyampaikan, fintech P2P lending memiliki karakteristik unik dengan sifatnya sebagai kerangka. Fintech dapat menawarkan solusi kemudahan bagi masyarakat dan mahasiswa untuk belajar investasi. OJK menekankan perlunya pengawasan dan regulasi terkait aktivitas fintech di Indonesia untuk menjamin keadilan dan perlindungan bagi masyarakat.

Peran OJK sebagai regulator sangatlah diperlukan untuk dapat menghindarkan masyarakat dari segala bentuk potensi kejahatan dan kerugian saat bertransaksi maupun berinvestasi melalui platform P2P Lending.

Direktur Utama ALAMI Sharia, Harza Sandityo mengatakan, bahwa sebagai pelaku industri, ALAMI Sharia yang didirikan sejak tahun 2018 ini hadir dengan tujuan untuk membuat produk yang bisa berdampak dan digemari oleh pengguna.

Baca Juga: Airlangga: Tarif Impor AS ke Produk Indonesia Bisa Tembus 47 Persen

“Inovasi produk, teknologi, dan solusi bisnis kami dibuat berdasarkan kebutuhan di masyarakat dan menjadi wadah kami untuk menebar kebermanfaatan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kami untuk menjaga kepercayaan dari para pengguna dengan menjalankan proses bisnis sebaik-baiknya, sehingga hasil yang diperoleh juga bisa optimal,” ujar Harza.

Saat ini, peran kolaborasi dan ketatnya pengawasan oleh OJK menjadi salah satu elemen penting menjaga kepercayaan masyarakat dalam melakukan transaksi di berbagai Fintech. Hal ini memberikan keyakinan masyarakat lebih tenang untuk berinvestasi melalui P2P lending.

Faktor berikutnya yaitu transparansi dalam menyampaikan informasi kepada pengguna, serta kinerja operasional yang kuat meskipun dihadapkan pada tantangan ekonomi makro.

“Dukungan kuat terhadap prinsip syariah dalam setiap aspek bisnisnya juga mendorong masyarakat untuk berpartisipasi sebagai pendana di ALAMI,” kata Harza. (R/R4/RS2)

Baca Juga: Bencana Tanah Bergerak di Brebes, 104 Rumah Rusak, UAR Gerak Cepat Beri Bantuan

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Ekonomi