Wanita Inggris Wasiatkan Hartanya Untuk Bangun Sekolah di Palestina

Bristol, MINA – Nina Franklin, mantan Persatuan Guru Bangsa (NUT) di Inggris, menjelang kematiannya mewasiatkan kepada ahli warisnya agar harta yang dikumpulkannya melalui lembaga sosialnya bisa untuk membantu membangun sekolah di Palestina.

“Saya akan mati dan Palestina masih belum bebas . Bristol selama tiga tahun terakhir mendukung pembangunan sekolah di Palestina,” ujar Nina Franklin kepada anaknya, Amber Williams (32), saat menjelang akhir hidupnya, tahun 2020. Media Bristol Post, mengungkap wasiat itu, Ahad (4/6).

Amber Williams  mengatakan, ibunya yang semasa hidupnya bekerja sebagai guru selama bertahun-tahun di Bristol, merupakan aktivis dalam perjuangan Palestina.

Amber bekerja dalam acara penggalangan dana Nina Franklin Fund, dan pada Januari 2023 telah mengumpulkan £35.000 (sekitar Rp652 juta).

Amber pergi ke Palestina untuk pertama kalinya Januari 2023, dan mengunjungi salah satu sekolah yang mereka danai. Di sekolah itu terpasang plakat di dinding atas nama ibunya di atasnya.

Anak-anak sebelumnya dididik di garasi secara bergantian.

Amber tergerak untuk bertemu orang-orang di Tepi Barat yang telah mengenal ibunya dan bangga melihat secara langsung perbedaan yang dibuat dana mereka untuk masyarakat setempat, dia mengatakan dia tidak akan kembali.

Amber menggambarkan perjalanannya ke Palestina melalui bandara Ben Gurion di Israel sebagai “pengalaman yang mengerikan.”

Saat turun dari pesawat hendak menuju ke Tepi barat, ia diinterogasi dan digeledah selama lebih dari empat jam di bandara.

“Saya ditahan, digeledah, perangkat saya diambil dan kemudian dicap nomor enam di paspor saya, yang berarti saya adalah ancaman bagi keamanan nasional Israel,” ujarnya.

Ia menambahkan, “Mereka membariskan saya dan orang kulit berwarna lainnya. Ketika saya naik pesawat, saya memberi tahu pramugari apa yang terjadi, dan dia memberi saya pandangan penuh pengertian seolah-olah mengatakan, Anda berkulit hitam, ini Israel, tentu saja Anda butuh waktu selama ini”.

Bulan lalu, sebuah sekolah di Jubbet Al-Dib dihancurkan oleh pasukan keamanan Israel dan beberapa sekolah lainnya sekarang akan dibongkar.

Sebagai tanggapan, Amber telah menyiapkan permohonan darurat. Uni Eropa mengutuk otoritas Israel atas penghancuran sekolah yang telah mereka danai.

Lembaga sosial Nina Franklin Fund bekerja sama dengan badan amal setempat juga memberikan kontribusi terhadap sekolah dengan menyediakan meja dan kursi.

Dalam sebuah pernyataan mengenai pembongkaran sekolah baru-baru ini, kepala Dewan Regional Gush Etzion, Shlomo Neeman mengatakan, “Menghancurkan sekolah sebenarnya adalah taktik perampasan tanah.”

“Mereka tidak meninggalkan apa pun, tidak ada pulpen atau pensil. Saat itulah badan amal setempat meminta kami untuk mencoba dan membuat sekolah kembali beroperasi. Anak-anak tetap harus sekolah, pendidikan adalah hak,” ujar Amber.

Itu adalah bagian dari hak PBB untuk anak. Ketika hal-hal seperti itu dihancurkan dan diambil, kami masih memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak. Oleh karena itu seruan darurat telah keluar sekarang untuk mencoba dan menggalang dana pendidikan kepada anak-anak tersebut, lanjutnya.

Amber Williams  sedang merencanakan perjalanan sponsor lainnya di musim gugur dan mengadakan acara penggalangan dana di Tony Benn House awal bulan Juni ini.

Amber, kini berusia 32 tahun, tidak hanya mengikuti jejak ibunya dalam aktivisme, tetapi juga seorang pendidik.

Berbicara tentang mengapa dia ikut mendirikan dana tersebut, Amber berkata, “Ibuku adalah seseorang yang mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan di Bristol, Inggris, dan di dunia internasional. Dia adalah seorang pejuang gigih melawan penindasan dan seseorang yang di ranjang kematiannya masih memikirkan perjuangan Palestina, itulah sebabnya kami melanjutkan apa yang ibu lakukan.” (T/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.