Warga Sudan Demo Kenaikan Harga, Puluhan Terluka

Khartoum, MINA – Ribuan warga turun ke jalan melakukan aksi usai shalat Jumat (21/12), memprotes kenaikan harga kebutuhan pokok sehingga mengakibatkan puluhan orang terluka.

Ribuan orang berdemonstrasi menentang kebijakan ekonomi pemerintah dan menyerukan agar Presiden Omar Al-Bashir mundur.

Protes di bawah tagar “Kota-kota Sudan meningkat”, adalah puncak dari berbagai aksi unjuk rasa yang telah berlangsung sepanjang sepekan, seperti dilaporkan MEMO.

Keadaan darurat diberlakukan di beberapa kota, sekolah dan kampus ditutup sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Dalam upaya untuk memecah demonstrasi, militer telah dikerahkan di beberapa kawasan, dengan pasukan keamanan menembakkan gas air mata untuk membubarkan para demonstran.

Jam malam telah diterapkan di berbagai provinsi, dengan pembatasan pada media sosial di beberapa kota yang memaksa pengguna untuk beralih ke jaringan pribadi virtual untuk berbagi berita di Twitter dan Facebook.

Seorang juru bicara pemerintah mengatakan, protes dari dua hari sebelumnya “ditangani dengan cara yang beradab tanpa penindasan”. Namun ia tidak mengomentari jatuhnya korban.

Protes terbaru dipicu pada hari Rabu oleh keputusan pemerintah menaikkan harga roti dari satu pound Sudan ($ 0,02) menjadi tiga pound Sudan ($ 0,063).

juga melonjak sejak awal tahun ini setelah pemerintah menghentikan impor gandum yang didanai negara.

Sudan telah menghadapi ketidakpastian ekonomi yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir dengan turunya nilai mata uang terhadap mata uang asing, yang mengakibatkan pound jatuh terhadap dolar.

Meskipun pencabutan sanksi ekonomi AS tahun lalu, bank internasional terus mewaspadai melakukan bisnis dengan lembaga keuangan di negara ini.

Ekonomi Sudan terpukul setelah bagian selatan memisahkan diri dari utara pada 2011, yang mengambil sekitar 75 persen dari pendapatan minyak.

Laju inflasi melonjak sebesar 69 persen, kelangkaan bahan bakar dan bahan makanan naik ke harga yang belum pernah terjadi sebelumnya, juga telah memicu ketidakpuasan di kalangan masyarakat.

Krisis adalah yang terbesar yang dihadapi Al-Bashir sejak menjadi presiden pada tahun 1989.

Dalam beberapa bulan terakhir, Bashir telah merombak kabinet, menetapkan gubernur bank sentral baru dan membawa paket reformasi. Namun perubahan itu tidak banyak membantu negara ini.

Kekerasan lebih lanjut diperkirakan karena protes tidak menunjukkan tanda-tanda penanganan. (T/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)