Wartawan ke Israel Antara Tugas Jurnalistik, Boikot dan Kemanusiaan

Wartawan Indonesia bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. (Foto: MIL.Gov)
Wartawan Indonesia bersama PM Israel, Benjamin Netanyahu, 28/3/2016. (Mil.Gov)

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu ‘berhasil’ mengundang lima wartawan senior asal Indonesia, Senin (28/3/2016), negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, negara yang rakyatnya sangat tegas mengecam bahkan mengutuk kekejaman Zionis Israel, negara yang baru saja menyelenggarakan KTT Luar Biasa OKI yang antara lain menghasilkan keputusan Israel.

Nama-nama wartawan itu kemudian diketahui seperti beredar di dunia maya adalah James Luhulima (Kompas), Margareta (MetroTV), Tomi Aryanto (Tempo), Abdul Rakhim (Jawa Pos), dan Heri Triyanto (Bisnis Indonesia).

Netanyahu yang terpilih sebagai PM Israel sejak 2009, dan dengan komandonya, pasukannya menggempur Jalur Gaza pada 2014, dalam pertemuan dengan wartawan Indonesia itu pun ‘berhasil’ menyampaikan pesan, seperti dipublikasikan secara resmi oleh Kementerian Luar Negeri Israel, edisi 28 Maret 2016.

Pesannya dalam kutipan langsung adalah, We are allies in the fight against radical Islam. The time has come to change our relations; the reasons that prevented this are no longer relevant and I hope that your visit will help with this. (Kita adalah sekutu dalam memerangi Islam radikal. Waktunya telah tiba untuk mengubah hubungan kita, alasan yang mencegah ini tidak lagi relevan dan saya berharap bahwa kunjungan Anda akan membantu dengan ini).

Netanyahu pun meyakinkan para wartawan senior dari berbagai media Nasional berpusat di Jakarta itu, dalam kalimat, “The time has come for official relations between Indonesia and Israel. We have many opportunities to cooperate in the fields of water and technology. Israel has excellent relations with several countries in Asia, particularly China, Japan, India and Vietnam. In addition, Israel is also deepening its relations with Africa, Latin America and Russia. Relations with the Arab world are also changing. Indeed, we are allies in the fight against radical Islam. Relations between Israel and Indonesia must also change. I have more than a few Indonesian friends on Facebook. The time has come to change our relations; the reasons that prevented this are no longer relevant and I hope that your visit will help with this”.

(Waktunya telah tiba untuk menjalin hubungan resmi antara Indonesia dan Israel. Kami memiliki banyak kesempatan untuk bekerja sama di bidang air dan teknologi. Israel memiliki hubungan yang sangat baik dengan beberapa negara di Asia, khususnya China, Jepang, India dan Vietnam. Selain itu, Israel juga memperdalam hubungan dengan Afrika, Amerika Latin dan Rusia. hubungan dengan dunia Arab juga berubah. Memang, kami adalah sekutu dalam memerangi Islam radikal. hubungan antara Israel dan Indonesia juga harus berubah. saya memiliki beberapa teman Facebook Indonesia. Waktunya telah tiba untuk mengubah hubungan kita. Alasan yang mencegah ini tidak lagi relevan dan saya berharap bahwa kunjungan Anda akan membantu hubungan ini).

Kunjungan para wartawan Indonesia itu pun ramai dipublikasikan di media-media Israel, seperti Times of Israel, Israel National News, United with Israel, Israel and Stuff, dan lainnya. Media-media di kawasan Teluk dalam edisi bahasa Arab juga memuat berita itu, seperti Aljazeera, Ma’an News, Ar-Resalah, Al-Alam, Al-Hadats, Gulf Eyes, Paltimes, dan lainnya.

Sumber berbahasa Arab, Wakalatu Anba Al-Bahrain menyebutkan, siaran radio Israel menyatakan komentar, bahwa “Israel merasa senang berhasil mengundang wartawan Indonesia untuk mengunjungi Israel dan bertemu dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu”.

Kerja Jurnalistik

BBC Indonesia pada edisi 30 Maret 2016 menyebutkan, hasil wawancaranya dengan salah seorang wartawan Indonesia yang diundang untuk berkunjung ke Israel, bahwa wartawan itu memang sudah memperkirakan bahwa lawatan mereka akan menimbulkan kontroversi.

Namun, salah seorang di antara wartawan itu, Heri Triyanto, redaktur pelaksana harian Bisnis Indonesia, mengatakan bahwa lawatan mereka adalah bagian dari kerja jurnalistik, dan penting bagi para wartawan untuk melihat sendiri situasi di lapangan.

“Kunjungan ini memungkinkan saya melihat langsung (situasi di lapangan), tanpa kehilangan empati atas perjuangan rakyat di Palestina,” kata Heri.

“Kami paham kunjungan ini bisa menimbulkan kontroversi, yang di luar perkiraan kami adalah reaksinya lebih dari yang kami duga, karena kami tahu publik di Indonesia cukup dewasa dalam melihat persoalan (Israel-Palestina) dan dalam melihat profesi,” katanya.

Kontroversi kunjungan ini antara lain menjadi perbincangan di media massa dan media sosial, di mana sejumlah pengguna menyayangkan kunjungan ini, yang mereka anggap tak menunjukkan simpati terhadap rakyat Palestina.

Memang sebenarnya, merupakan sebuah ‘kebanggaan’ dan ‘prestasi’ tersendiri manakala seorang wartawan dapat melakukan tugas liputan di daerah konflik. Dia harus menyiapkan mental, jiwa dan raganya untuk mendapatkan berita yang terbaik. Jurnalis didaerah konflik harus siap menerima resiko terburuk bahkan jika harus kehilangan nyawanya hanya demi sebuah berita.  Itu pernah dikatakan Fery Santoro, salah seorang wartawan kamera sebuah televisi swasta nasional, yang pernah menjadi sandera tentara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tahun 2003.

Prestasi membanggakan liputan ke daerah konflik layak diberikan kepada Safa al-Ahmad, wartawati muslimah kelahiran Arab Saudi, yang telah melaporkan situasi konflik di Yaman sejak 2010 hingga 2015.

Bahkan, Safa al-Ahmad, seperti dimuat dalam kolom feature Mi’raj Islamic News Agency (MINA) pada 11 April 2015, mampu mengabadikan dalam bentuk foto, rekaman suara dan video, kejadian terakhir di ibukota Yaman, Shana’a, sejak dua pekan setelah kelompok Houthi mengambil alih ibukota.

Safa sebagai wartawan mampu menunaikan tugas meliput, merekam gambar dan video, dan menuliskannya ke dalam berita untuk disampaikan kepada dunia.

“Saya bukan bermaksud memberikan fatwa soal Houthi, Syiah, Saudi sekalipun, atau lainnya. Saya hanya ingin melaporkan apa yang saya lihat, apa yang saya dengar dan apa yang saya rasakan di medan konflik. Dan itulah kebahagiaannya sebagai wartawati muslimah,” ujarnya.

Begitulah, suasana di medan konflik perang selalu memunculkan wartawan-wartawan andal yang berani mempertaruhkan nyawanya demi untuk peliputan pemberitaan dan dokumentasi kejadian di lapangan untuk diketahui dunia.

Tak terkecuali tentu wartawan-wartawan yang sanggup meliput konflik perang Israel saat menggempur Gaza. Tak sedikit di antara mereka yang ditangkap dan dimasukkan ke tahanan Israel, dan lainnya banyak yang terluka hingga tewas di medan tugas. Namun itu semua tidak menyurutkan wartawan-wartawan lainnya yang meliput di daerah-daerah konflik di belahan dunia ini.

Namun, menjadi berbeda dengan kunjungan wartawan-wartawan Indonesia yang memenuhi undangan pemerintah Israel. Wartawan senior spesialis liputan Timur Tengah, Faisal Assegaf, justru mengecam keras kunjungan sejumlah wartawan senior Indonesia ke Israel. Bahkan wartawan-wartawan yang dibiayai pihak Israel itu diterima secara resmi oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di ruang kerjanya, Senin (28/3).

“Jelas-jelas mereka tak peka dengan penderitaan rakyat Palestina yang selama ini dijajah dan dianiaya oleh rezim zionis Israel. Terus terang saja, saya yang pertama kali ditawari oleh Kemenlu Israel ke sana, tapi saya tolak,” ujar mantan wartawanTempo itu ketika dihubungi Obsessionnews.com via telepon, Selasa (29/3).

Assegaf yang sudah bolak-balik liputan ke Palestina, dan negara Timur Tengah lainnya itu  memastikan, hasil tulisan dari liputan wartawan tersebut akan menulis yang ‘manis-manis’ tentang Israel. Menurutnya, wartawan juga harus tunduk pada konstitusi kita, yang jelas menolak segala bentuk hubungan apa pun dengan Israel.

Terlebih lagi menambahkan, Presiden Jokowi dalam sidang KTT Luar Biasa OKI yang baru saja diselenggarakan di Jakarta kembali mempertegas sikap Indonesia menentang penjajahan Israel dan mendukung kemerdekaan Palestina. Jokowi bahkan menyerukan untuk memboikot semua produk-produk Israel yang dihasilkan dari Tepi Barat. Israel juga tidak pernah mengacuhkan kecaman internasional dengan aksinya yang terus memakan korban warga sipil Palestina.

Menurut pandangannya, undangan bagi para wartawan senior itu sendiri, adalah salah satu bagian untuk mencapai tujuan untuk menjalin hubungan diplomatik.

”Jadi undangan kepada para wartawan senior itu tujuannya agar Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel yang tentu saja tidak mungkin dilakukan selama Israel menjajah Palestina,” katanya.

Seorang penulis kolom di media berbahasa Arab Gulf Eyes, Ibrahim Abu Summagah dalam artikelnya, Selasa (29/3/2016), sehari setelah kunjungan, berjudul “tasaaulaatun bi sya’nin ziyaarati wafdan shahafiyyin min indonesii ilaa israail” (mempertanyakan tentang kunjungan wartawan Indonesia ke Israel), mengatakan bahwa Tel Aviv telah mengambil keuntungan dari kunjungan dan pertemuan itu.

“Media Israel kini berusaha untuk mengembangkan kunjungan delegasi wartawan Indonesia ke Tel Aviv itu, dan mengambil keuntungan dari pertemuan, yaitu pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk pembentukan hubungan Israel dengan negara Muslim terbesar, dengan populasi hampir 250 juta orang”.

Apalagi, menurutnya, kunjungan itu seperti disebutkan sumber-sumber Israel adalah atas undangan dan biaya dari Kementerian Luar Negeri Israel.

Ibrahim Abu Summagah juga menyebutkan, dalam pertemuan tersebut, Netanyahu ‘berhasil’ menitipkan pesan kepada delegasi wartawan Indonesia, bahwa “waktunya telah tiba untuk pembentukan hubungan resmi timbal balik antara kedua negara, dan bahwa Israel adalah terbuka untuk membangun jembatan kerjasama dengan negara muslim terbesar”, katanya.

Sementara belum diketahui apa saja yang disampaikan wartawan-wartawan senior dari Indonesia itu kepada Netanyahu.

Kecaman dan Boikot

Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq mengecam kedatangan rombongan wartawan-wartawan senior Indonesia menemui Perdana Metri Israel, Benjamin Netanyahu di Tel Avis, Israel. Kunjungan tersebut tegas Mahfudz, jelas sangat kontradiktif ditengah sikap Indonesia yang sejak awal menentang penjajahan Israel di Palestina dan mendukung kemerdekaan Palestina.

“Terlebih Presiden Jokowi dalam sidang KTT Luar Biasa OKI yang baru saja diselenggarakan di Jakarta kembali mempertegas sikap Indonesia menentang penjajahan Israel dan mendukung kemerdekaan Palestina. Jokowi bahkan menyerukan untuk memboikot semua produk-produk Israel yang dihasilkan dari Tepi Barat. Israel juga tidak pernah mengacuhkan kecaman international dengan aksinya yang terus memakan korban warga sipil Palestina,” ujar Mahfudz.

Mahfudz juga tidak memahami apa agenda dari kunjungan para wartawan senior tersebut, terlebih setelah Indonesia menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa  OKI.

“Nampaknya Israel dan PM Netanyahu risau dengan sikap Presiden Jokowi dan pemerintah Indonesia. Makanya mereka berusaha mencari jalur lobi yang mereka pikir akan efektif melalui wartawan-wartawan senior terebut,” tambahnya.

Dengan demikian maka kunjungan kontroversial itu menjadi kontraproduktif dengan statemen-statemen Presiden RI Joko Widodo tentang pembelaan terhadap perjuangan Palestina. Terutama pada perlunya aksi boikot, seperti disampaikan Jokowi dalam pidato penutupan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Ke-5 Organisasi Kerjasama Islam (KTT LB OKI), Senin, 7 Maret 2016, menekankan kepada negara-negara anggota OKI untuk memboikot produk-produk Israel.

“Penguatan tekanan kepada Israel, termasuk boikot terhadap produk Israel yang dihasilkan di wilayah pendudukan,” tegas Presiden Jokowi.

Jokowi juga menyebutkan Deklarasi Jakarta yang dihasilkan dalam KTT LB Oki tersebut, sebagai inisiatif Indonesia, yang memuat rencana aksi konkret para pemimpin OKI untuk penyelesaian isu Palestina dan Al-Quds Al-Sharif.

Soal boikot Israel, justru inilah aksi nyata yang merupakan langkah solidaritas efektif untuk menekan Israel agar tidak terus menindas sesama manusia. Kalau tidak berhenti menindas, maka Israel akan dikucilkan di dunia internasional, dengan boikot ekonomi, akademisi, termasuk olahraga.

Harian yang terbit di Tel Aviv Maarif, menyebutkan, Israel sendiri sudah mengetahui adanya gerakan 28 negara Uni Eropa yang memberikan tekanan baru terhadap Israel melalui aksi pemboikotan produk-produk permukiman ilegal Israel. Aksi tersebut membuat Israel mulai berpikir ulang untuk melakukan perluasan pembangunan ilegal di tanah Palestina.

Bahkan di Amerika Serikat sendiri, Dewan Nasional Asosiasi Studi Amerika (The National Council of the American Studies Association/ASA) menyepakati untuk melakukan gerakan boikot akademik terhadap Israel. Resolusi ASA memutuskan hubungan dengan lembaga-lembaga Israel, mengingat adanya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukannya.

Direktur ASA, Curtis Marez menyatakan, boikot merupakan cara terbaik untuk melindungi dan memperluas kebebasan akademik dan akses pendidikan akademisi Palestina. “Ini sebagai gerakan solidaritas terhadap Palestina,” ujarnya.

Resolusi juga menyatakan, sanksi boikot  akademik terhadap Israel ini akan terus berlangsung sampai hak-hak Palestina dipenuhi sesuai hukum internasional.

Gerakan boikot akademik pernah dilontarkan juga oleh fisikawan dunia Prof. Stephen Hawking, yang memutuskan untuk tidak menghadiri suatu konferensi yang diadakan di Israel.

Fisikawan asal Inggris itu menarik diri dari konferensi yang diselenggarakan Presiden Israel Shimon Peres pada Juni 2013.

Aksi boikot lainnya, tahun 2014, saat pesepakbola top Mesir Mohamed Aboutrika malah menolak undangan tampil satu lapangan dengan pesepakbola Israel Yossi Benayoun.

Waktu itu, Aboutrika diundang Paus Fransiskus untuk tampil pada sebuah pertandingan sepakbola untuk perdamaian di Stadion Olimpico, Roma, 1 September 2014. Laga uji coba ini bertujuan untuk menyatukan orang-orang dengan agama berbeda.

Sejumlah pesepakbola dengan agama berbeda-beda diundang untuk tampil seperti Roberto Baggio (Buddha), Zinedine Zidane (Islam), Benayoun (Yahudi) hingga Lionel Messi (Katolik).

Namun, kehadiran Benayoun di laga tersebut membuat Aboutrika menolak tampil. Seperti dilansirKingfut, pemain yang dikenal sebagai Muslim yang taat itu tidak mau bekerja sama dengan Zionis dan dia mencoba memberi contoh kepada generasi lain.

“Ini adalah foto undangan pertandingan yang saya tolak karena keikutsertaan negara Zionis,” tulis Aboutreika melalui Twitter.

Ia tetap pada nyalinya, walaupun mendapat kecaman dari Israel mengingat pemain lain dari seluruh dunia sudah setuju ikut serta.

Aksi boikot terhadap pemain Israel, juga pernah dilakukan Cristiano Ronaldo, pemain sepakbola terbaik dunia, ikon Real Madrid, tahun 2013. Kali ini negaranya, Portugal, memang satu lapangan dengan lawannya Israel.

Seperti lazimnya seusai pertandingan bertukar kaos, tapi kali ini Ronaldo tidak mau bertukar kaos dengan pemain Israel, walau pemain lainnya saling menukar kaos. Dia malah berjalan melewati pemain Israel yang sudah mencopot jersey timnas dengan harapan bisa bertukar dengan CR7.

Alasannya?  “Saya ini sekarang berada di bumi Palestina!” tulisnya di jejaring sosial.

Politik dan Kemanusiaan

Jika dikaitkan dengan sikap politik dan rasa kemanusiaan atas mayoritas Muslim Indonesia, yang baru saja mengadakan perhelatan KTT LB OKI, langkah rombongan jurnalis senior Indonesia memenuhi undangan Israel tentu saja dapat melukai perasaan bangsa Indonesia.

Ini seperti dikatakan Ketua Umum Aqsa Working Group (AWG) Agus Sudarmaji,M.Si, dalam wawancara dengan Mi’raj Islamic News Ageny (MINA)  Jumat (1/4/2016), yang mempertanyakan kunjungan tersebut.

“Kunjungan itu dapat melukai perasaan bangsa Indonesia. Sama halnya mendukung penjajahan. Apalagi dalam situasi di mana bangsa Indonesia sedang mendukung sepenuhnya perjuangan Palestina,” kata Agus Sudarmaji.

Sakuri,S.H., Waliyyul Imaam/Pimpinan Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah Jadodetabek di group jejaring sosial mengatakan, menjalin hubungan dengan penjajah penjarah zionis Israel sama hukumnya dengan mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ia menyebutkan isi Pembukaan UUD 1945 “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ikut bicara, bahwa kunjungan tersebut patut dipermasalahkan, seperti dinyatakan Ketua MUI Bidang Luar Negeri, KH Muhyidin Junaidi kepada Republika, Rabu (30/3/2016).

Ia menyebutkan ada lima alasan mengapa hal ini patut dipermasalahkan. Pertama, kata dia, mengutuk kunjungan tersebut karena murni melukai umat Islam di Indonesia. Kedua, kunjungan para jurnalis itu mampu menciptakan internal koflik di kalangan masyarkat Indonesia dan umat Islam. Ini terlihat dengan munculnya pro dan kontra atas kunjungan tersebut di tengah masyarakat.

Ketiga kunjungan itu menyalahi Undang-undang kita, karena konstitusi menentang penjajahan dan Israel masih kita anggap negara penjajah.

Keempat, ia melanjutkan, kunjungan para jurnalis tersebut menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah KTT luar biasa OKI dianggap menyalahi kesepakatan negara-negara OKI. Yakni yang menolak pengakuan Israel atas klaim wilayah Palestina dan upaya embargo produk Israel.

“Ini sekaligus menohok Indonesia sebagai Ketua penyelenggara KTT luar biasa OKI di Jakarta kemarin,” kata dia.

Kelima, kunjungan para jurnalis itu merusak wajah Indonesia di mata dunia internasional, khususnya negara OKI.

Penutup

Mengutip pandangan Maimon Herawati, Pengajar Jurnalistik Fikom Universitas Padjadjaran (Republika.co.id Jumat 1/4/2016), “Persoalannya, tuan rumah pertemuan itu adalah tokoh yang secara internasional dianggap tangannya penuh darah, Benjamin Netanyahu, perdana menteri negara penjajah, Israel”.

Kunjungan ini menurut Maimon Herawati, tentu saja menimbulkan pertanyaan. Mengapa wartawan senior media papan atas ini menerima undangan negara Zionis? Apa target pertemuan dengan wartawan negara Muslim terbesar di dunia ini?

Tak perlu melihat agama para wartawan ini apa, kepergian mereka menerima undangan Israel saja bisa dilihat sebagai pelanggaran terhadap UUD 1945 dan UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Pasal 2 UU No 37 ini menyebutkan dasar hubungan dan politik luar negeri adalah UUD 1945.

Dengan demikian, ujarnya, kehadiran para wartawan ini merupakan pembangkangan terhadap dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih jauh lagi, jika dibaca dengan kaca mata internasional, Israel adalah negara yang terbanyak melanggar hak asasi manusia.

Mereka para wartawan senior Indonesia ini tidak bisa berargumentasi hanya hanya untuk memenuhi undangan pemerintah Israel. Tanpa mempertimbangkan sensitivitas mayoritas Muslim penduduk Indonesia, posisi pemerintah RI yang baru saja menyuarakan aksi nyata dukung Palestina dan boikot Israel, dan implikasi setelah kunjungan di media yang dibaca oleh seluruh anggota OKI.

Faktanya memang yang beredar di media massa di Timur Tengah adalah bagaimana pernyataan Netanyahu itu, tanpa ada ‘suara’ dari para wartawan Indonesia.

Inilah menurut pihak Kementerian Luar Negeri Indonesia, yang menyesalkan sikap Israel, yang dianggap mempolitisasi kunjungan wartawan dari Indonesia. Kunjungan tersebut berdedar luas lewat cuitan akun Twitter resmi juru bicara Perdana Menteri @ofirgendelman. Dari situlah, dan rilis resmi Kemenlu Israel, media-media Israel pun dan media di kawasan Teluk mempublikasikan pesan Netanyahu kepada para wartawan Indonesia itu.

“Kita menyayangkan jika kunjungan seperti ini dipolitisasi oleh pihak Israel,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Christiawan Nasir, menanggapi pertanyaan Tempo, Selasa, 29 Maret 2016.

Arrmanatha menegaskan bahwa posisi Indonesia teguh dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina dari Israel.

Sementara fakta selama ini membuktikan, sudah ratusan kali kunjungan, pertemuan, perjanjian, resolusi PBB sekalipun, semua dianggap angin lalu oleh Zionsi Israel. Netanyahu dan pasukan bersenjatanya tetap saja melumuri rakyat Palestina dengan darah dari kalangan para orang tua, kaum perempuan, anak-anak hingga bayi, dan warga Muslim maupun non-Muslim, dari penindasan dan penjajahan tak berperikemanusiaan. Sementara jutaan warga asli Palestina pemilik sah tanah itu, diusir, rumahnya digusur dengan buldozer, perkebunannya ditebangi dan dibakar.

Hingga duka nestapa, kehormatan, dan harga diri yang tak bisa dibayar, karena menyangkut akidah, jantung peradaban, kiblat pertama ibadah shalat, tempat pijakan Isra Mi’raj Nabi Muhammad Shallalalhu A’Alaihi Wasallam, yakni Masjid Al-Aqsha.

Tempat suci yang terus dinodai, digerogoti, dibatasi kaum Muslimin yang hendak shalat di dalamnya, bahkan diyahudisisasi segala sudut-sudutnya, oleh Zionis Israel, yang Perdana Menterinya adalah Benjamin Netanyahu, yang baru saja menerima para wartawan senior Indonesia itu.

Tentu saja, hikmahnya adalah dunia menjadi tahu siapa saja mereka yang berkunjung dan dari media mana saja mereka. Dan inilah memang saatnya kaum Muslimin untuk semakin merapatkan shaf perjuangan pembebasan Al-Aqsha dan kemerdekaan Palestina secara sentral terpimpin dalam pola Khilafah yang mengikuti sistem kenabian (Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah).

Sebuah perjuangan besar lagi mulia, yang memang penuh dengan tantangan, hambatan, dan godaan, yang memerlukan pengorbanan, kesungguhan, keikhlasan, kejujuran serta persatuan dan kesatuan dunia Islam yang tidak boleh dipecah-belah. (P4/R03)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.