Wartawan Rappler Jadi Dua Jurnalis Pertama Filipina Terjerat UU Kejahatan Siber

CEO dan Editor Eksekutif situs berita Rappler Maria Ressa (kedua dari kiri) berbicara dengan para wartawan di Pengadilan Negeri Manila, Filipina, 16 April 2019. (Foto: AP)

Manila, MINA – Hakim pengadilan di menyatakan dua jurnalis  bersalah atas tuduhan kontroversial , dalam kasus yang dianggap sebagai ujian utama kebebasan pers di bawah pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte.

Dalam keputusan yang dikeluarkan pada hari Senin (15/6), pengadilan menghukum Ressa, editor eksekutif situs berita Rappler, dan Reynaldo Santos Jr mantan reporter Rapper.

Namun, itu memungkinkan keduanya membayar jaminan, sambil menunggu banding, demikian dikutip dari Al Jazeera.

Mereka adalah dua jurnalis pertama di Filipina yang dihukum karena kejahatan siber.

Hakim Rainelda Estacio-Montesa juga memerintahkan pembayaran denda yang setara dengan US$ 8.000 untuk kerusakan moral dan kerusakan teladan bagi pengadu.

Dalam konferensi pers setelah putusan, Ressa bersumpah untuk melawan kasus itu. Ia mengatakan kasus Rappler adalah “kisah peringatan” untuk media Filipina.

“Ini merupakan pukulan bagi kita. Tapi itu juga tidak terduga,” kata Ressa. “Saya mengimbau Anda para jurnalis di ruangan ini, orang-orang Filipina yang mendengarkan, untuk melindungi hak-hak Anda. Kami dimaksudkan untuk menjadi kisah peringatan. Kami dimaksudkan untuk membuat Anda takut. Tapi jangan takut. Karena jika Anda tidak dapat menggunakan hak Anda, Anda akan kehilangannya.”

“Kebebasan pers adalah dasar dari setiap hak yang Anda miliki sebagai warga negara Filipina. Jika kami tidak dapat meminta pertanggungjawaban, kami tidak dapat melakukan apa pun,” tambahnya, sambil menahan air mata.

Santos mengatakan bahwa ia “kecewa” dengan putusan itu dan merasa “sangat sedih”.

Kasus ini adalah yang pertama dari setidaknya delapan kasus aktif yang diajukan terhadap dirinya dan organisasi medianya sejak Duterte mulai menjabat pada tahun 2016.

Dalam sebuah pernyataan, Persatuan Nasional Filipina (NUJP) menyebut keputusan itu sebagai “hari yang gelap tidak hanya bagi media independen Filipina tetapi juga bagi semua orang Filipina.”

“Putusan itu pada dasarnya membunuh kebebasan berbicara dan pers. Tetapi ka tidak akan takut. Kita akan terus mempertahankan tanah kita melawan semua upaya untuk menekan kebebasan kita,” kata NUJP. (T/RI-1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.