Zakat Mal Bisa untuk Bantuan Hukum Masyarakat Lemah (Oleh : Komisi Fatwa MUI)

Oleh: Dr. HM. Asrorun Niam Sholeh, MA.; Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dosen Pascasarjana UIN Jakarta

Jasa pendampingan hukum tidak mudah didapatkan masyarakat, terutama yang secara ekonomi tergolong lemah. Untuk penyelesaian satu kasus terkadang masyarakat membutuhkan biaya yang tidak ringan, sehingga membuat mereka mengalami kesulitan untuk memperoleh jasa pendampingan hukum tersebut.

tidak hanya sekedar untuk menangani sebuah perkara di persidangan. Akan tetapi bisa lebih luas yaitu mengarah pada upaya perubahan sistem hukum, sosial, ekonomi dan budaya, serta upaya penyadaran masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya dalam memperoleh keadilan, baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Dengan upaya itu diharapkan ada perbaikan sistem hukum yang lebih berkeadilan.

Ada pertanyaan kepada MUI mengenai kebolehan penggunaan zakat untuk kepentingan bantuan hukum kepada masyarakat.

Ketentuan Hukum

1. Hukum penyaluran untuk kepentingan layanan bantuan hukum adalah boleh, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Penerima bantuan hukum tersebut beragama Islam;
b. Penerima zakat untuk bantuan hukum merupakan orang yang terdzalimi (madzlum);
c. Bantuan hukum tersebut tidak diberikan atas kasus yang bertentangan dengan agama.

2. Penyaluran zakat sebagaimana dimaksud angka 1 karena asnaf fakir, miskin, dan/atau terlilit hutang (gharimin) yang kasusnya tengah diproses;

3. Dalam hal pembelaan kasus hukum yang terkait dengan kepentingan Islam dan umat Islam penyaluran zakat dapat dimasukkan ke golongan (asnaf) fi sabilillah,;

4. Penyaluran zakat untuk kepentingan membangun sistem hukum yang berkeadilan hukumnya boleh, melalui asnaf fi sabilillah;

5. Pembangunan sistem hukum yang berkeadilan yang dapat dibiayai dengan dana zakat sebagaimana yang dimaksud pada nomor 4 ditujukan untuk:

a. Menjamin tegaknya aturan yang sesuai dengan ajaran Islam;

b. Menjamin kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah);

c. Menjamin perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta;

d. Mengoreksi kebijakan yang bertentangan dengan agama.

“Zakat harus didistribusikan kepada yang berhak dan didayagunakan untuk menjadi solusi atas masalah umat. Ini salah satu tanggung jawab Amil”.

Zakat untuk Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi

Sebelumnya, MUI juga menetapkan fatwa kebolehan pendayagunaan harta zakat untuk penyediaan air bersih dan sanitasi bagi masyarakat, khususnya fakir miskin. Fatwa yang ditandatangani oleh Prof. Dr. Hasanudin AF dan saya sendiri tersebut berbunyi:

1. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi bagi masyarakat merupakan kewajiban pemerintah dalam rangka hifzhun nafs (menjaga jiwa).

2. Pendayagunaan harta zakat untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi adalah boleh dengan ketentuan:

a. telah terpenuhnya kebutuhan mendesak (hajah maassah) bagi para mustahiq yang bersifat langsung.

b. Manfaat dari sarana air bersih dan sanitasi tersebut diperuntukkan untuk kepentingan kemaslahatan umum (maslahah aammah) dan kebajikan (al-birr).(AK/R01/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)