Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Hasil sidang isbat yang digelar Kementerian Agama RI Ahad (5/6) petang menetapkan 1 Ramadhan 1437 Hijriah, jatuh pada 6 Juni 2016, setelah posisi hilal berada pada kisaran 2 derajat 13 menit hingga 4 derajat 6 menit di titik-titik pengamatan di seluruh Indonesia.
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan usai sidang isbat di Jakarta, Ahad (5/6) malam, juga 93 petugas pengamat yang ditempatkan di enam wilayah di Indonesia melaporkan sudah melihat hilal. “Karena itu 1 Ramadan 1437 H dimulai pada 6 Juni 2016.”
Setelah mendengar pemaparan tentang posisi hilal dari para pengamat – para peserta sidang membahas beberapa aspek termasuk kondisi langit saat pemantauan, kemudian bermusyawarah untuk menetapkan 1 Ramadan 1437 H. Sidang isbat melibatkan ulama, kiai, tokoh-tokoh ormas Islam, akademisi, ahli ilmu falak, ahli astronomi dan perwakilan negara sahabat.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
“Pada sore hari menjelang Maghrib, tidak hanya dilihat dari Tanah Air, tetapi juga dari seluruh dunia, posisi hilal seperti apa,” kata Menag.
Kemenag menempatkan petugas di 33 titik pengamatan hilal di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Titik-titik pengamatan hilal menurut Lukman antara lain tersebar di ujung barat Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Ambon bahkan Papua.
Data Kemenag menyebutkan, ada 10 titik pemantauan hilal di Pulau Sumatra, enam di Jawa, empat di Kalimantan, enam di Sulawesi, dua di Ambon, dua di Papua dan masing- masing satu lokasi di Bali, NTB, dan NTT. “Untuk Jakarta titik pengamatan ada di Tanjung Priok.
Sidang Isbat memutuskan 1 Ramadhan 2016 jika minimal satu petugas menyatakan telah melihat keberadaan hilal. “Semua petugas sudah disumpah dan berpengalaman melihat hilal,” kata Lukman.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Sebelumnya, PP Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan 1437 H jatuh pada hari Senin, 6 Juni 2016. Selama ini, Muhammadiyah menggunakan metode hisab (penghitungan) untuk menentukan awal Ramadhan. “Dua metode ini (rukyat dan hisab) dilakukan bersama-sama untuk saling melengkapi dan menyempurnakan,” kata Menag.
Maklumat tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah 1437 Hijriah dibacakan langsung oleh Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr H Yunahar Ilyas di Yogyakarta, 18 April lalu. “Berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 1 Ramadan jatuh pada hari Senin Pahing, 6 Juni 2016.”
Menurut Yunahar untuk penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal 1437 H sangat dimungkinkan jatuhnya sama dengan yang akan ditetapkan oleh pemerintah. Namun untuk 10 Dzulhijjah atau Idul Adha yang jatuh pada hari Senin September 2016, ada kemungkinan berbeda dengan yang ditetapkan oleh Arab Saudi.
Secara terpisah, Tarekat Naqsyabandiyah al-Kholidiyah mulai berpuasa hari Ahad (5/6), dan telah menggelar salat Tarawih pertama Jumat (4/6) malam. Tokoh Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Muda Muhammad Nur Zikri mengatakan, penetapan 1 Ramadhan di tarekat ini tetap mengacu pada Al-Quran dan hadis. Penghitungan ini didasarkan pada kalender hisab Qamariyah.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Atas dasar penghitungan inilah, jamaah Tarekat Naqsabandiyah juga sudah menetapkan Idul Fitri 1437 H jatuh pada 5 Juli 2016. “Kita sudah tahu dari kalendernya,” katanya.
Sikapi dengan bijak
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta masyarakat menyikapi masih adanya perbedaan awal Ramadhan antar umat Islam di Indonesia, secara bijak. Seharusnya perbedaan itu tak dijadikan sebagai masalah.
Menurut JK, sejak dahulu memang terdapat perbedaan pandangan terkait hisab dan rukyat. Namun, perbedaan pandangan tersebut tak menimbulkan masalah di Indonesia. Dia juga meyakini kerukunan antar umat Islam akan tetap terjaga.
Dengan ditetapkannya 1 Ramadan 1437 H jatuh pada 6 Juni 2016 berarti juga prediksi Majelis Ulama Indonesia Pusat bahwa awal Ramadhan berpotensi sama antara Ormas Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dengan Pemerintah, menjadi kenyataan.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Menurut Ketua Umum MUI Pusat KH Maruf Amin, potensi tidak ada perbedaan awal Ramadhan antar umat Islam di Indonesia karena posisi hilal sudah tinggi atau di atas 2 derajat sehingga sangat besar kemungkinan pada saat Rukyatul Hilal mendatang sudah tampak.
Namun, untuk penetapan 10 Zulhijah atau Idul Adha yang jatuh pada hari Senin, 12 September 2016 ada kemungkinan berbeda dengan yang ditetapkan oleh Saudi Arabia, karena mereka menggunakan perhitungan yang berbeda pula.
Oman Fathurahman dari Majelis Tarjih PP Muhammadiyah menambahkan, ijtimak menjelang Ramadan 1437 H terjadi pada hari Ahad (5/6) pukul 10:01:51 WIB. Tinggi bulan pada saat terbenam matahari di Yogyakarta, lebih dari 04 derajat 01′ 58″ atau hilal sudah wujud. “Di seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam, bulan berada di atas ufuk.”
Terkait dengan tiadanya perbedaan dalam penetapan awal Ramadan antara Muhammadyah, NU dan pemerintah, Maruf Amin menilai sebagai suatu nikmat bagi umat Islam di tanah air. “Kita jadi tidak direpotkan lagi dengan perbedaan-perbedaan. Mudah-mudahan Idul Fitri 1437 juga kita akan bersama-sama lagi.”
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Sehubungan dengan tibanya Ramadan, Menag mengajak masyarakat untuk saling menghormati selama bulan puasa. Warga yang tidak berpuasa menghormati Muslim yang sedang menjalani ibadah mereka. Sebaliknya, umat Islam yang berpuasa juga memenuhi hak-hak mereka yang tidak berpuasa. “Jadi, harus ada toleransi, saling menghargai, menghormati perbedaan yang ada pada pihak lain.” (R01/P001)