Tel Aviv, MINA – Surat kabar Yedioth Ahronoth mengabarkan, setidaknya sepuluh ribu tentara Israel terbunuh atau terluka selama sekitar 10 bulan pertempuran di Jalur Gaza.
Kekurangan tentara yang parah tersebut, menyebabkan tentara cadangan harus menanggung akibatnya selama perang. Arabic Post melaporkan, Ahad (4/8).
Laporan media Israel juga menyebutkan, sekitar 1.000 tentara Israel bergabung dengan Departemen Rehabilitasi Kementerian Pertahanan setiap bulan akibat dampak perang.
Sementara Parlemen Israel (Knesset) sedang melakukan reses musim panas, dari 22 Juli lalu hingga pertengahan Oktober, tanpa menyetujui undang-undang yang memperluas layanan wajib militer.
Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka
Surat kabar Israel mengutip ayah dari salah satu tentara di Brigade Nahal, yang saat ini bertugas di Rafah, “Belum pernah ada situasi seperti ini dalam sejarah perang Israel, bahkan pada tahun 1948, di mana tentara berperang di wilayah musuh. Kondisi yang tidak menguntungkan, untuk jangka waktu tertentu.”
Tentara wanita yang bertugas di Unit Pengawasan di Dataran Tinggi Golan bagian utara, secara mendadak diberitahu dalam beberapa hari terakhir bahwa mereka akan menjalani hukuman dinas bulan lagi, meskipun mereka seharusnya selesai bulan September.
Wall Street Journal, media di Amerika Serikat melaporkan, ketika perang di Gaza berlanjut, tentara cadangan merasa kelelahan, sehingga membatasi pilihan Israel dalam perang melawan Hizbullah Lebanon.
Surat kabar tersebut menunjukkan, Israel dengan populasi kurang dari 10 juta orang, sangat bergantung pada tentara cadangan pada saat krisis.
Baca Juga: Hamas Sambut Baik Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant
Namun kini, ketika perang di Gaza memasuki bulan ke-11, dan ketegangan dengan Hizbullah meningkat, banyak dari tentara tersebut mendekati titik puncak kelelahan, dan dalam beberapa kasus mengalami demoralisasi.
Surat kabar tersebut menambahkan, tekanan terhadap tenaga militer adalah salah satu alasan mengapa para pejabat Israel enggan melancarkan perang habis-habisan melawan Hizbullah, yang akan membutuhkan kelompok tentara cadangan yang kelelahan untuk berperang melawan kekuatan militer yang jauh lebih unggul dari Hamas.
Mantan Kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Yaakov Amidror mengatakan, “Israel tidak mempersiapkan perang yang panjang, namun kami berpikir untuk melancarkan serangan udara besar-besaran dan kemudian melakukan manuver cepat oleh pasukan darat.”
Pada puncak perang di Gaza, sekitar dua pertiga pasukan tempur Israel terdiri dari pasukan cadangan wajib militer, yaitu sekitar 300.000 tentara, dibandingkan dengan tentara reguler yang berjumlah sekitar 150.000 tentara. Namun jumlah pasukan cadangan telah berkurang secara signifikan.
Baca Juga: Iran: Veto AS di DK PBB “Izin” bagi Israel Lanjutkan Pembantaian
Tentara cadangan wajib militer adalah warga negara biasa yang memiliki pekerjaan dan menghidupi keluarga. Mereka kini telah menjalani beberapa misi dan menghadapi pertempuran sengit.
Tentara cadangan tersebut terpaksa keluar dari pekerjaan mereka, termasuk banyak di sektor teknologi penting Israel.
Pada tanggal 14 Juli lalu, pemerintah Israel dengan suara bulat menyetujui rancangan undang-undang yang memperpanjang masa tugas tentara reguler di angkatan bersenjata dari 32 bulan menjadi 36 bulan, yang memicu kemarahan di kalangan tentara yang akan mengakhiri dinas militer mereka. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: IDF Akui Kekurangan Pasukan untuk Kendalikan Gaza