AKHLAK mulia merupakan cerminan keimanan dan kepribadian seorang Muslim yang sejati. Dalam Islam, akhlak memiliki kedudukan yang sangat penting, bahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaih wasallam diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak mulia tidak hanya menjadi panduan dalam berinteraksi dengan sesama manusia, tetapi juga mencerminkan hubungan seorang hamba dengan Tuhannya.
Oleh karena itu, setiap Muslim dianjurkan untuk terus memperbaiki dan menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik agar dapat menjadi teladan dalam keluarga, masyarakat, dan dunia secara luas. Berikut ini akan dijelaskan sepuluh akhlak mulia yang harus dimiliki setiap Muslim sebagai bekal menjalani kehidupan yang penuh berkah dan manfaat.
Pertama, sabar. Allah Ta’ala berfirman tentang sabar ini di dalam Quran surat Al-Muzammil ayat 10,
وَاصْبِرْ لِمَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.” (Qs. Al-Muzzammil: 10)
Baca Juga: Pertul Tahu, Ini Aturan Pemerintah tentang Perayaan dengan Kembang Api
Sabar merupakan fondasi dalam menghadapi ujian dan cobaan hidup. Ulama kontemporer seperti Dr. Yusuf al-Qaradawi menjelaskan bahwa sabar bukan sekadar menahan diri dari marah atau mengeluh, tetapi juga kemampuan untuk bertahan dalam menjalani segala kesulitan hidup. Sabar mendorong seorang Muslim untuk tetap tegar dalam menghadapi cobaan yang datang dari Allah, dengan tetap menjaga ketulusan hati dan keyakinan terhadap takdir-Nya.
Dr. Wahbah al-Zuhayli, menegaskan bahwa sabar adalah elemen penting dalam kehidupan umat Islam. Tanpa sabar, seorang Muslim akan mudah tergoyahkan oleh godaan duniawi dan masalah yang menimpanya. Sabar mengajarkan tentang pengendalian diri dan mendekatkan hati kepada Allah, serta membuka jalan menuju kemenangan di dunia dan akhirat.
Kedua, Jujur. Jujur adalah akhlak yang sangat ditekankan dalam Islam. Ulama seperti Dr. Muhammad al-Ghazali menekankan bahwa kejujuran adalah elemen dasar dalam membangun masyarakat yang adil dan harmonis. Seseorang yang jujur akan memperoleh kepercayaan dari orang lain, yang menjadi dasar untuk terciptanya hubungan yang baik dan sehat dalam masyarakat.
Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: Tujuh Perkara Penyebab Rusaknya Hati
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Qs. Al-Ahzab: 70)
Menurut Dr. Yusuf al-Qaradawi, kejujuran bukan hanya terbatas pada perkataan, tetapi juga mencakup perbuatan dan niat. Kejujuran mendalam berakar pada ketakwaan kepada Allah, karena hanya dengan kesadaran kepada Allah seseorang bisa tetap berpegang teguh pada kebenaran dalam segala keadaan, meskipun ada godaan untuk berdusta.
Ketiga, Ikhlas. Ikhlas adalah kunci dari diterimanya amal ibadah oleh Allah. Menurut Dr. Wahbah al-Zuhayli, ikhlas merupakan dasar dari segala amalan. Seorang Muslim harus selalu menjaga agar setiap amal yang dilakukan hanya karena Allah semata, tanpa ada unsur riya (pamer). Tanpa keikhlasan, ibadah apapun yang dilakukan tidak akan bernilai di sisi Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa: Pusat Perjuangan Palestina dari Zaman ke Zaman
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَا
“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” (Qs. Al-Bayyinah: 5)
Dr. Muhammad al-Ghazali mengingatkan bahwa ikhlas juga mengandung makna bersih dari segala niat buruk, seperti mencari pujian atau balasan duniawi. Ikhlas merupakan buah dari pemahaman yang dalam tentang tauhid, yaitu menyadari bahwa hanya Allah yang layak untuk menerima segala bentuk ibadah dan amal baik kita.
Keempat, Tawakkal. Tawakkul bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi lebih kepada penyerahan total kepada Allah setelah berusaha maksimal. Ulama kontemporer seperti Dr. Yusuf al-Qaradawi menjelaskan bahwa tawakkul adalah bentuk pengakuan terhadap ketidakmampuan diri dan pengakuan terhadap kekuasaan Allah. Hal ini mengajarkan kita untuk tetap berusaha sambil selalu bergantung pada Allah dalam setiap aspek kehidupan.
Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: Ingin Jadi yang Terbaik? Jadilah Manusia yang Paling Bermanfaat!
وَمَن يَتَوَكَّنْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barang siapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia-lah yang mencukupkan kebutuhan-Nya.” (Qs. At-Talaq: 3)
Dr. Wahbah al-Zuhayli, menegaskan bahwa tawakkul melibatkan keseimbangan antara usaha dan doa. Tawakkul yang sejati menunjukkan bahwa seorang Muslim yakin bahwa hasil akhir dari segala usaha adalah milik Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan doa dan usaha hamba-Nya yang bertawakkul kepada-Nya.
Kelima, Bersyukur. Bersyukur adalah bentuk pengakuan terhadap segala nikmat yang diberikan Allah. Dr. Muhammad al-Ghazali menjelaskan bahwa syukur mencakup dua aspek, yaitu rasa terima kasih dalam hati dan amal perbuatan yang menunjukkan rasa syukur tersebut. Seseorang yang bersyukur akan selalu merasa cukup dengan apa yang ada dan tidak mudah terjerat oleh keserakahan dunia.
Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: Raih Surga Dengan Amalan Ringan Ini
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat-Ku kepada kamu.” (Qs. Ibrahim: 7)
Menurut Dr. Yusuf al-Qaradawi, syukur juga mengarah pada pengakuan bahwa segala apa yang dimiliki adalah milik Allah. Dalam setiap amal dan tindakan, seorang Muslim yang bersyukur akan senantiasa berusaha menggunakan nikmat tersebut untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.
Keenam, Saling Memaafkan. Memaafkan adalah bentuk kemurahan hati dan pengendalian diri yang tinggi. Dr. Wahbah al-Zuhayli menyatakan bahwa memaafkan bukan hanya untuk mendamaikan konflik tetapi juga sebagai wujud kebesaran hati. Dengan saling memaafkan, umat Islam dapat hidup dalam keharmonisan dan kedamaian.
Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: 5 Fakta Tentang Hari Sabtu Menurut Alquran
وَإِن تَعَافَوْا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan jika kamu memaafkan, menyarankan, dan memaafkan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. At-Taghabun: 14)
Menurut Dr. Yusuf al-Qaradawi, memaafkan adalah sifat yang mendekatkan diri kepada Allah, karena Allah senantiasa memaafkan hamba-Nya yang bertaubat. Ketika seorang Muslim mampu memaafkan, ia tidak hanya mendamaikan hubungan antar sesama tetapi juga memperbaiki hubungannya dengan Allah.
Ketujuh, Rendah Hati. Rendah hati adalah akhlak yang sangat penting dalam Islam. Ulama seperti Dr. Yusuf al-Qaradawi menekankan bahwa sikap rendah hati bukan berarti merendahkan diri, tetapi lebih kepada tidak merasa lebih tinggi dari orang lain. Orang yang rendah hati akan lebih mudah diterima dalam masyarakat dan menciptakan hubungan yang harmonis.
Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-34] Mengubah Kemungkaran
وَقَصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ
“Dan sederhanakanlah langkahmu dan rendahkanlah suaramu.” (Qs. Luqman: 19)
Menurut Dr. Wahbah al-Zuhayli, rendah hati juga merupakan tanda keimanan yang sejati, karena orang yang benar-benar ikhlas kepada Allah akan menyadari bahwa segala kelebihan yang dimilikinya adalah karunia dari Allah, bukan karena usaha pribadi semata.
Kedelapan, Teguh pada Prinsip. Teguh pada prinsip berarti tetap istiqamah dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran Islam. Dr. Muhammad al-Ghazali mengajarkan bahwa prinsip-prinsip yang baik dan sesuai dengan ajaran agama harus dijaga, meskipun ada banyak tantangan dalam hidup. Teguh pada prinsip juga berarti tidak mudah terpengaruh oleh godaan yang dapat merusak nilai-nilai kebenaran.
Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: Amalan yang Sia-Sia: Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 103-104
فَسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ
“Maka tetaplah teguh seperti yang diperintahkan kepadamu dan orang-orang yang bertaubat bersamamu.” (Qs. Hud: 112)
Dr. Yusuf al-Qaradawi menekankan bahwa istiqamah adalah bukti keimanan yang sejati. Seseorang yang teguh pada prinsip Islam akan selalu berusaha untuk menjauh dari godaan dunia yang menyesatkan dan terus berjuang di jalan Allah.
Kesembilan, Berani Menegakkan Kebenaran. Berani menegakkan kebenaran merupakan karakter penting dalam kehidupan seorang Muslim. Dr. Wahbah al-Zuhayli menyatakan bahwa seorang Muslim harus berani untuk berbicara dan bertindak sesuai dengan kebenaran, meskipun itu bisa berisiko bagi dirinya. Menegakkan kebenaran adalah bentuk tanggung jawab sosial dan agama.
Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: 10 Tips Menjadi Suami Ideal dalam Islam
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ
“Katakanlah, ‘Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap’.” (Qs. Al-Isra: 81)
Dr. Yusuf al-Qaradawi menjelaskan bahwa berani menegakkan kebenaran adalah bagian dari jihad di jalan Allah. Seseorang yang berani untuk menegakkan kebenaran akan mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat.
Kesepuluh, Menghormati Orang Tua. Menghormati orang tua adalah kewajiban yang sangat penting dalam Islam. Dr. Yusuf al-Qaradawi menekankan bahwa penghormatan terhadap orang tua tidak hanya berupa kata-kata, tetapi juga perbuatan yang menunjukkan rasa cinta dan pengabdian. Menghormati orang tua adalah jalan untuk mendapatkan ridha Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: Mengucapkan Selamat Natal Bagaimana Hukumnya? Simak Penjelasan Ini
وَقَضى رَبُّكَ أَلّا تَعبُدوا إِلّا إِيّاهُ وَبِالوالِدَينِ إِحسانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tuamu.” (Qs. Al-Isra: 23)
Dr. Wahbah al-Zuhayli mengingatkan bahwa penghormatan terhadap orang tua adalah bagian dari tanda kebaikan hati dan keimanan seseorang. Seseorang yang menghormati orang tuanya akan merasakan kedamaian dan keberkahan dalam kehidupannya, serta mendapatkan ganjaran pahala yang besar dari Allah.
Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita semua untuk mengamalkan kesepuluh akhlak penting nan mulia di atas, wallahua’lam.[]
Mi’raj News Agency (MINA)