DALAM menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, seperti pergeseran moral, arus sekularisme, dan ancaman perpecahan umat, hidup berjama’ah menjadi salah satu solusi utama untuk menjaga keutuhan Islam dan umatnya. Allah Ta’ala telah memerintahkan kaum Muslimin untuk tetap bersatu dan tidak terpecah-belah, sebagaimana firman-Nya,
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali (agama) Allah secara berjamaah, dan janganlah kamu bercerai-berai…” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 103). Ayat ini menegaskan bahwa persatuan dalam Islam merupakan perintah langsung dari Allah. Hidup berjama’ah menjaga kekuatan umat dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.
Dalam sejarah peradaban Islam, persatuan umat telah terbukti menjadi faktor utama dalam kejayaan Islam di berbagai masa. Sebaliknya, perpecahan sering kali menjadi penyebab melemahnya umat dan memudahkan musuh-musuh Islam untuk melemahkan dan menguasai mereka.
Oleh karena itu, memahami hikmah hidup berjama’ah dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Melalui tulisan ini, akan dibahas secara ilmiah dan syar’i tentang hikmah hidup berjama’ah dalam menghadapi tantangan zaman, berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an, hadis, serta pandangan para ulama.
Baca Juga: 10 Kebiasaan Romantis agar Cinta Suami Istri Tetap Hangat
Berikut ini adalah beberapa hikmah hidup berjama’ah yang disarikan dari al Qur’an, hadis dan komentar para ulama terdahulu.
Pertama, Keutamaan Persatuan dalam Islam. Persatuan umat Islam adalah keberkahan yang mempunyai banyak keutamaan. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
يَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ
“Tangan Allah bersama jama’ah.” (HR. Tirmidzi, no. 2166). Hadis ini menunjukkan bahwa pertolongan dan keberkahan Allah diberikan kepada mereka yang hidup dalam kebersamaan. Hidup berjama’ah menjadikan umat lebih kuat dan tidak mudah dikalahkan oleh tantangan zaman. Hidup dalam jama’ah bukan hanya soal kebersamaan fisik, tetapi juga kesatuan hati, visi, dan perjuangan dalam menegakkan Islam.
Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-36] Rajin Menolong
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.” (Qs. As-Saff [61]: 4). Ayat ini mengajarkan bahwa persatuan umat Islam adalah kunci kekuatan mereka. Ketika umat bersatu layaknya bangunan yang kokoh, mereka akan sulit dikalahkan oleh musuh, baik musuh yang nyata maupun yang berupa ideologi dan pemikiran menyimpang.
Imam Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir (5/285) menafsirkan hadis tersebut dengan menjelaskan, “Maksud dari tangan Allah bersama jama’ah adalah bahwa pertolongan, rahmat, dan perlindungan Allah akan selalu diberikan kepada mereka yang tetap berpegang teguh pada kesatuan dan tidak bercerai-berai dalam urusan agama maupun dunia.”
Oleh karena itu, menjaga persatuan dan hidup dalam jama’ah bukan hanya sekadar anjuran, tetapi merupakan kebutuhan bagi umat Islam dalam menghadapi tantangan zaman. Persatuan membawa keberkahan, memperkuat dakwah Islam, serta menjadikan umat lebih kokoh dalam menjaga akidah dan syariat di tengah berbagai tantangan global.
Kedua, Hidup Berjama’ah sebagai Benteng dari Perpecahan. Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Persatuan adalah rahmat, sedangkan perpecahan adalah azab.” Ketika umat Islam hidup dalam kebersamaan, mereka akan lebih mudah menyelesaikan persoalan yang muncul, termasuk akan terhindar dari berbagai fitnah akhir zaman. Sebaliknya, perpecahan hanya akan melemahkan umat dan menjadikannya rentan terhadap berbagai ancaman.
Baca Juga: Sejarah dan Keagungan Masjid Al-Aqsa
Imam Al-Mawardi dalam Adabud Dunya wad Din (hlm. 168) menjelaskan, “Tidaklah suatu umat bersatu kecuali mereka menjadi kuat dan ditolong, dan tidaklah mereka bercerai-berai kecuali mereka menjadi lemah dan dikuasai oleh musuh-musuhnya.”
Oleh karena itu, hidup berjama’ah bukan hanya menjaga persatuan umat, tetapi juga menjadi benteng kokoh yang melindungi mereka dari perpecahan, fitnah, dan berbagai ancaman yang dapat melemahkan kekuatan Islam. Dengan bersatu dalam jama’ah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah, umat Islam akan lebih mudah menghadapi berbagai tantangan dan tetap teguh di atas kebenaran.
Ketiga, Jama’ah sebagai Sumber Kekuatan dalam Menghadapi Tantangan Global. Tantangan zaman modern seperti sekularisme, liberalisme, dan materialisme dapat menggoyahkan akidah seorang Muslim. Dengan berjama’ah, seorang Muslim akan mendapatkan perlindungan, bimbingan, dan dukungan dari saudara seiman.
Imam Ibn Taymiyyah rahimahullah menjelaskan dalam Majmu’ al-Fatawa (28/12), “Sesungguhnya kebersamaan dalam jama’ah adalah sebab terbesar dalam menjaga agama dan dunia. Karena manusia, jika sendirian, lebih mudah tergoda oleh hawa nafsu dan syubhat. Namun, jika ia bersama jama’ah yang berpegang teguh pada kebenaran, maka ia akan lebih kuat dalam menghadapi godaan dunia dan tipu daya setan.”
Baca Juga: Masjid Al-Aqsa: Ikon Perjuangan Palestina
Dari perkataan ini, kita memahami bahwa hidup dalam jama’ah bukan hanya soal kebersamaan fisik, tetapi juga perlindungan spiritual dan intelektual. Dengan adanya jama’ah yang kokoh, seorang Muslim tidak mudah terjerumus dalam pemikiran menyimpang seperti sekularisme, liberalisme, dan materialisme yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Keempat, Hidup Berjama’ah Menumbuhkan Rasa Saling Menolong. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Qs. Al-Ma’idah [5]: 2). Hidup berjama’ah melatih umat untuk saling menolong dalam kebaikan, sehingga ketika menghadapi kesulitan, mereka tidak sendirian.
Imam Al-Qurthubi rahimahullah dalam Tafsir Al-Qurthubi (6/47) menjelaskan, “Ayat ini mengandung perintah untuk saling membantu dalam kebaikan dan ketakwaan, karena di dalamnya terdapat kekuatan bagi agama dan dunia. Sebaliknya, dilarang saling membantu dalam dosa dan permusuhan, karena itu menghancurkan kehidupan manusia dan merusak persaudaraan.”
Baca Juga: Ridha, Tingkatan Tertinggi Ibadah Seorang Hamba
Dari penjelasan ini, dapat dipahami bahwa hidup berjama’ah bukan hanya sekadar kebersamaan, tetapi juga sarana untuk saling menopang dalam menjalankan kebaikan dan menjauhi kemungkaran.
Kelima, Berjama’ah sebagai Pelindung dari Kesesatan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ الْجَمَاعَةَ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةَ عَذَابٌ
“Hendaklah kalian tetap bersama jama’ah, karena sesungguhnya jama’ah itu rahmat, sedangkan perpecahan itu azab.” (HR. Ahmad, no. 18407). Ketika seorang Muslim hidup sendiri tanpa bimbingan jama’ah, ia lebih mudah tergelincir ke dalam kesesatan.
Imam Ibn Rajab Al-Hanbali rahimahullah dalam Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam (2/260) berkata, “Bersama jama’ah berarti berada dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta mengikuti jalan para sahabat. Inilah yang menjadi sebab turunnya rahmat Allah. Adapun perpecahan dari jama’ah mengarah kepada kebinasaan dan kesesatan.”
Baca Juga: 10 Peran Ayah dalam Kehidupan Anak yang Harus Diketahui Setiap Orangtua
Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa hidup dalam jama’ah bukan hanya menjaga persatuan, tetapi juga memastikan seorang Muslim tetap berada dalam kebenaran dan terhindar dari kesesatan.
Keenam, Kepemimpinan dalam Jama’ah sebagai Kunci Keberhasilan. Dalam Islam, kepemimpinan sangat penting dalam menjaga stabilitas umat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah satu sebagai pemimpin.” (HR. Abu Dawud, no. 2608). Dengan adanya pemimpin dalam jama’ah, umat akan lebih terarah dalam menghadapi tantangan.
Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim (12/205) menjelaskan, “Hadis ini menunjukkan bahwa kepemimpinan sangat diperlukan, bahkan dalam kelompok kecil sekalipun. Hal ini untuk menghindari kekacauan dan menjaga keteraturan. Jika dalam perjalanan saja dianjurkan mengangkat pemimpin, maka dalam urusan yang lebih besar seperti umat dan negara, kepemimpinan menjadi lebih penting lagi.”
Baca Juga: Zionisme: Sejarah Gerakan dan Dampaknya
Dari penjelasan ini, dapat dipahami bahwa kepemimpinan dalam jama’ah bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan kunci keberhasilan dalam menjaga stabilitas, arah perjuangan, dan menghadapi berbagai tantangan zaman.
Ketujuh, Berjama’ah Menghindarkan dari Kezaliman dan Fitnah. Hidup berjama’ah menjauhkan umat dari fitnah dan kezaliman, karena ada kontrol sosial dan nasihat antar sesama Muslim.
Imam Ibn Taimiyyah rahimahullah dalam Majmu’ al-Fatawa (3/421) berkata, “Sesungguhnya manusia lebih membutuhkan kebersamaan dalam agama dan dunianya. Sebab, jika mereka tidak bersatu dalam kebaikan, maka mereka akan tercerai-berai dan dikuasai oleh kezaliman serta fitnah. Dengan berjama’ah, mereka saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.”
Sementara itu, Imam Al-Ghazali rahimahullah dalam Ihya’ Ulumuddin (2/176) menjelaskan, “Kesendirian membuka pintu fitnah, sedangkan kebersamaan dalam jama’ah menutupnya. Karena dalam jama’ah ada pengingat, nasihat, dan perlindungan dari hawa nafsu serta tipu daya setan.”
Baca Juga: 10 Fakta Penting Tentang Konflik Palestina yang Jarang Diketahui
Dari penjelasan kedua ulama ini, dapat disimpulkan bahwa hidup berjama’ah adalah perlindungan bagi umat Islam dari kezaliman eksternal maupun fitnah internal. Dengan adanya jama’ah, umat lebih mudah dalam menjaga diri dari penyimpangan dan tetap berada di jalan yang benar.
Kedelapan, Jama’ah sebagai Sarana Tarbiyah dan Pendidikan. Berjama’ah memungkinkan terjadinya proses pembelajaran dan peningkatan ilmu agama secara berkelanjutan. Jama’ah bukan hanya sekadar sarana persatuan, tetapi juga menjadi wadah utama dalam tarbiyah (pembinaan) dan pendidikan umat Islam. Dalam lingkungan jama’ah, proses transfer ilmu agama dapat berlangsung secara terstruktur, baik melalui majelis ilmu, halaqah, maupun nasehat antar sesama Muslim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan pemahaman dalam agama kepadanya.” (HR. Bukhari, no. 71; Muslim, no. 1037).
Dengan berjama’ah, seseorang memiliki akses lebih luas untuk menimba ilmu dari para ulama, asatidz, dan orang-orang berilmu, sehingga pemahamannya terhadap Islam semakin mendalam. Selain itu, dalam jama’ah terdapat sistem kontrol yang mencegah penyimpangan pemikiran dan praktik keagamaan. Imam Asy-Syathibi dalam Al-I’tisham (1/276) menegaskan, “Ilmu yang benar adalah yang diwariskan dalam jama’ah dan diambil dari para ulama yang bersanad. Adapun ilmu yang dipelajari sendiri tanpa bimbingan jama’ah, maka sering kali menyesatkan.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-35] Kita Semua Bersaudara
Dari sini dapat disimpulkan bahwa hidup dalam jama’ah bukan hanya menjaga keimanan dan persatuan, tetapi juga memastikan bahwa setiap individu mendapatkan tarbiyah yang benar dalam menjalankan agamanya sesuai dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Kesembilan, Ketahanan Ekonomi Melalui Jama’ah. Hidup berjama’ah juga berdampak pada ketahanan ekonomi umat, dengan adanya sistem ekonomi Islam yang berbasis kebersamaan seperti zakat, wakaf, dan infaq. Ketahanan ekonomi dalam Islam sangat erat kaitannya dengan konsep berjama’ah, di mana setiap individu memiliki tanggung jawab sosial dalam menjaga kesejahteraan bersama.
Sistem ekonomi Islam yang berbasis kebersamaan, seperti zakat, wakaf, dan infaq, memastikan bahwa distribusi kekayaan berjalan dengan adil dan tidak terkonsentrasi hanya pada segelintir orang. Allah Ta’ala berfirman,
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
“Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (Qs. Al-Hasyr [59]: 7).
Baca Juga: Urgensi Masjid Al-Aqsa sebagai Simbol Persatuan Umat Islam
Dalam kehidupan berjama’ah, prinsip saling tolong-menolong dalam ekonomi menjadi lebih kuat. Melalui zakat, umat Islam membantu fakir miskin dan golongan yang membutuhkan, sehingga kesenjangan sosial dapat diminimalkan. Wakaf sebagai instrumen ekonomi juga berperan dalam membangun fasilitas umum seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan sarana ekonomi produktif lainnya. Infaq dan sedekah semakin memperkokoh ketahanan ekonomi umat dengan mendorong semangat berbagi dan solidaritas sosial.
Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah (hlm. 174) menekankan, “Negara yang kuat adalah yang memiliki sistem ekonomi berbasis jama’ah, di mana kekayaan tidak hanya terkonsentrasi pada individu, tetapi berputar untuk kesejahteraan masyarakat luas.”
Kesepuluh, Menjaga Identitas Islam di Tengah Tantangan Zaman. Menjaga identitas Islam di tengah tantangan zaman merupakan sebuah keharusan bagi setiap Muslim, terutama di era globalisasi yang membawa berbagai pengaruh budaya asing. Hidup dalam jama’ah membantu umat Islam untuk tetap teguh dalam menjalankan syariat dan mempertahankan nilai-nilai Islam di tengah arus pemikiran sekularisme, liberalisme, dan hedonisme yang semakin merajalela.
Dengan adanya komunitas yang berpegang teguh pada ajaran Islam, seorang Muslim akan lebih mudah menjaga akidah, ibadah, dan akhlaknya dari pengaruh yang merusak. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” (Qs. Al-An’am [6]: 153)
Dalam jama’ah, umat Islam saling mengingatkan dan menjaga satu sama lain agar tidak terjerumus ke dalam budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam. Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam juga telah memperingatkan bahwa umat Islam akan menghadapi berbagai fitnah yang dapat menggoyahkan iman, sehingga penting bagi mereka untuk tetap berpegang teguh pada sunnah dan hidup dalam komunitas yang kuat.
Imam Ibn Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim (2/269) menjelaskan, “Ayat ini adalah perintah untuk tetap istiqamah di atas jalan Islam dan larangan untuk mengikuti jalan-jalan yang menyimpang, karena penyimpangan dari jalan Allah akan membawa kepada kehancuran dan keterpecahan umat.”
Dengan demikian, hidup berjama’ah bukan hanya memperkuat ukhuwah Islamiyah, tetapi juga menjadi benteng utama dalam menjaga identitas Islam dari pengaruh negatif yang dapat melemahkan iman dan akhlak umat.
Hidup berjama’ah adalah perintah syar’i yang memiliki banyak manfaat dalam menghadapi tantangan zaman. Dengan berpegang teguh pada jama’ah, umat Islam akan tetap kuat, bersatu, dan mampu menjaga agamanya.[]
Mi’raj News Agency (MINA)