10 Tahun Kemenangan Pemilu Hamas

foto: Anadoulu Agency
foto: Anadoulu Agency

Pada  Januari 2006, gerakan perlawanan Palestina, menyapu pemilu legislatif Palestina, membuat sebagian besar pengamat politik terkejut.

Meskipun kelompok Islam memenangkan 76 dari 132 kursi di DPRD Palestina, AS, Uni Eropa dan , bersama dengan gerakan Fatah  Presiden Otorita Palestina, Mahmoud Abbas, semua menolak untuk mengakui hasil pemilu.

Setelah kemenangan pemilu Hamas, Israel mulai memberlakukan embargo ketat di Jalur Gaza, di Jalur Gaza itulah  kelompok itu berbasis.

Selama 10 tahun terakhir, embargo yang diberlakukan Israel dengan bantuan Mesir, tetap  berjalan sampai hari ini, dan  sebagian besar menghancurkan ekonomi Gaza dan membuat hidup sengsara selama kurang lebih 1,9 juta penduduk.

Seorang profesor ilmu politik di Universitas Birzeit, Abdel Sattar Qasem, yang  terletak di Tepi Barat yang diduduki Israel, mengatakan, Hamas telah berhasil menghidupkan kembali perlawanan Palestina terhadap pendudukan ilegal Israel, walau sebagian besar gagal untuk mencapai keberhasilan  politik selama 10 tahun terakhir, begitu dilaporkan Anadoulu Agency yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Menurut Qasem, pencapaian utama Hamas yang telah memperkuat Izzudin al-Qassam, sayap bersenjata kelompok itu, dan memulihkan gagasan perlawanan bersenjata terhadap Israel.

“Hamas telah berhasil menggabungkan gagasan perlawanan dan politik, misalnya, dengan menangkap tentara Israel dan ditukar dengan para tahanan Palestina, ujar  Qasem.

Hamas telah melewati tiga serangan gencar militer besar Israel terhadap Gaza,  di 2008-2009, 2012 dan 2014, hingga kini terlihat sangat nyata perkembangan sayap militernya.

Di depan politik, meskipun Qasem percaya Hamas tidak tercatat dalam setiap keberhasilan besar, namun  kelompok  Hamas harus menunjukkan lebih banyak  fleksibilitas politik dan lebih banyak belajar dari setiap kesalahan yang dibuat dalam beberapa tahun terakhir.

Seorang profesor ilmu politik di Universitas Islam Gaza, Waleed Modallal mengatakan, Hamas telah gagal secara politik.

“Internasional, Eropa dan bahkan pihak Arab menolak untuk mengakui Hamas sebagai penguasa yang sah di Gaza,” katanya.  Ia  juga mencatat, kelompok Hamas terus menghadapi embargo melumpuhkan Israel.

“Ini tidak dapat menegaskan, Hamas telah gagal secara politik, melainkan bahwa ia telah gagal di daerah tertentu sementara berhasil pada orang lain,” tambah Modallal.

Pada pertengahan 2007, bentrokan  yang terjadi di Jalur Gaza antara Hamas dan Fatah, mengakibatkan kekalahan total yang terakhir dan pembentukan de facto pemerintahan Hamas di seluruh wilayah.

Sejak saat itu, Hamas  secara konsisten telah meminta Fatah  yang mengatur  Tepi Barat di bawah bayang-bayang pendudukan ilegal Israel. Sebagian besar kedua  ideologis kelompok berbeda.

Islam mendukung perlawanan bersenjata Hamas terhadap Israel dan menuntut kembalinya semua sejarah Palestina.

Pada  April 2014, Hamas dan Fatah menandatangani rekonsiliasi  perjanjian, yang menghasilkan pembentukan pemerintah persatuan Palestina dua bulan kemudian.

Namun, pemerintah persatuan yang berbasis di  Ramallah, belum mengambil kendali resmi dari Jalur Gaza karena perbedaan politik yang sedang berlangsung antara Hamas dan Fatah.(T/nrz/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)