106 Tahun Deklarasi Balfour, Awal Pendudukan Zionis, Wajib Dihentikan

Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency), Duta Internasional

Satu abad lebih, tepatnya 106 tahun silam, tanggal 2 November 1917, Menteri Luar Negeri Britania Raya (Inggris) Arthur James Balfour, menulis secarik kertas kontroversial, iyang kemudian dijadikan dalih bagi Yahudi-Diaspora untuk menyerbu dan kemudian menduduki tanah dan mengusir rakyat Palestina dari tanah airnya sendiri.

Surat itu memang sudah diatur sebelumnya oleh Chaim Azriel Weizmann, presiden pertama Organisasi Zionis Dunia (World Zionist Organization), agar surat itu ditujukan kepada Lord Rothschild (Walter Rothschild dan Baron Rothschild) pemimpin komunitas Yahudi Inggris, untuk dikirimkan kepada Federasi Zionis Internasional.

Surat itu menyatakan dukungan rapat Kabinet Inggris pada 31 Oktober 1917, bahwa pemerintah Inggris mendukung rencana-rencana Zionis untuk membuat ‘tanah air’ bagi Yahudi di Palestina, dengan syarat bahwa tak ada hal-hal yang boleh dilakukan yang mungkin merugikan hak-hak dari komunitas-komunitas yang ada di sana.

Isi surat yang berupa surat ketikan yang ditandatangani dengan tinta oleh Balfour, sebagai berikut dari sumber Wikipedia.

Departemen Luar Negeri 2 November 1917
Lord Rothschild yang terhormat,
Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui oleh Kabinet.

Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina, tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya.”
Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis. Salam,
Arthur James Balfour.

Berdasar secarik surat itu, Inggris di bawah pimpinan Jenderal Edmund Allenby, Panglima Tertinggi Pasukan Inggris,  kemudian masuk ke tanah Palestina, setelah memulai serangkaian serangan. Ribuan sukarelawan Yahudi bergabung dalam pasukan Allenby itu. Pasukan Allenby pun kemudian berhasil menduduki Palestina pada Desember 1917.

Baca Juga:  Tanda-Tanda Israel Kiamat!

Dua tahun kemudian, pada tahun 1919, Kota Al-Quds (Yerusalem) yang di dalamnya terdapat Masjid Al-Aqsa dan seluruh wilayah Palestina diduduki Inggris.

Setelah dan masuknya pasukan Allenby bersama sukarelawan Yahudi ke Al-Quds, gerakan Zionis Internasional yang didirikan oleh Theodor Herzl tahun 1897, mulai mendorong migrasi kaum Yahudi dari berbagai negara untuk pindah ke Palestina. Maka, dimulailah perpindahan secara besar-besaran bangsa Yahudi ke Palestina di bawah naungan Inggris dari tahun 1918-1947.

Liga Bangsa-Bangsa (selanjutnya PBB), justru ikut menyetujui Mandat Britania atas Palestina itu sebagai “negara orang Yahudi”.

PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 181 tanggal 29 November 1947 tentang pembagian Palestina untuk negara Arab (Palestina) dan Yahudi (the partition of Palestine into Arab and Jewish states).

Hingga akhirnya pada 14 Mei 1948, merasa mendapatkan angin dari PBB, Zionis Israel memproklamasikan kemerdekaan ‘Negara Israel’ secara sepihak, dan ini segera diikuti oleh peperangan dengan negara-negara Arab di sekitarnya yang menolak rencana pembagian tersebut. Namun Israel sudah mempersiapkan segala sesuatunya dibantu Barat, yang kemudian memenangkan perang dan mengukuhkan ‘kemerdekaannya’.

Pendudukan Pun Dimulai

Rentang masa 106 tahun surat kontroversial Balfour itu (2 November 1917 dan kini 2 November 2023, disebut sebagai era pendudukan, penjajahan dan pembersihan etnis Palestina dari negerinya sendiri.

Zena Al-Tahhan, jurnalis dan produser Al-Jazeera menyatakan, Deklarasi Balfour telah mengubah tujuan Zionis untuk membangun sebuah negara Yahudi di Palestina menjadi sebuah kenyataan ketika Inggris berjanji untuk mendirikan sebuah “rumah nasional untuk orang-orang Yahudi” di sana.

Baca Juga:  Universitas Brown Setujui Voting Tuntutan Mahasiswa Pro-Palestina

Menurutnya, ini dianggap sebagai salah satu dokumen paling kontroversial dan diperebutkan dalam sejarah modern dunia Arab.

“Kasus Palestina, bagaimanapun, adalah unik. Tidak seperti mandat pascaperang lainnya, tujuan utama Mandat Inggris adalah untuk menciptakan kondisi untuk pembentukan rumah nasional Yahudi. Padahal komunitas Yahudi saat itu kurang dari 10 persen populasi,” lanjutnya.

Nyatanya, setelah pemberian mandat itu, Inggris mulai memfasilitasi imigrasi besar-besaran Yahudi Eropa ke Palestina. Antara tahun 1922 dan 1935, populasi Yahudi meningkat dari sembilan persen menjadi hampir 27 persen dari total populasi.

Kini, 106 tahun berlalu, penindasan penjajahan itu masih saja berlangsung, dipertontonkan di hadapan Inggris, AS, Prancis dan PBB, juga lembaga-lembaga HAM dunia.

Deklarasi Balfour telah memberi dampak terus-menerus dari sebuah kolonialisme abad modern.

Namun kini, seiring dengan perkembangan jaman, pakar hukum mulai meyakini bahwa Deklarasi Balfour tidak sah secara hukum. Karena itu, segala sesuatu yang dihasilkannya, dan segala sesuatu yang mendasarinya, adalah salah.

Para ahli hukum internasional percaya bahwa Deklarasi Balfour tidak mempunyai status mengikat secara hukum, karena bersifat pernyataan unilateral, tanpa kewajiban terkait, dan hanya diterbitkan dalam bentuk surat yang ditujukan oleh Menteri Luar Negeri Inggris kepada entitas lain. Pernyataan ini tidak berstatus perjanjian atau kontrak internasional , menurut Kantor Berita Wafa Palestina.

Kehadiran Inggris di Palestina hanyalah sebuah pendudukan, dan pendudukan atau mandat tersebut tidak mempunyai hak untuk menyerahkan atau membagikan tanah atau wilayah yang diduduki kepada entitas lain. Palestina pun bukan milik Inggris, jadi bagaimana Inggris memberikannya kepada pihak lain?

Pemerintah Inggris dalam banyak kesempatan mengumumkan bahwa tujuan pendudukannya adalah untuk membebaskan Palestina dari Kekuasaan Ottoman (Turki Utsmani) dan mendirikan pemerintahan nasional di sana.

Baca Juga:  Arab Saudi Umumkan Aturan Baru Penyelenggaraan Ibadah Haji

Wajib Dihentikan

Menandai peringatan 106 tahun Deklarasi Balfour, yang merupakan awal dari kejahatan terhadap rakyat Palestina dan masyarakat di wilayah tersebut. Entitas telah merampas wilayah Palestina.

Ini semua adalah sebagai kejahatan pencurian dan perampokan terbesar dalam sejarah modern, mencuri tanah air dari pemiliknya yang sah.

Mengutip pernyataan Organsasi Kerjasama Islam (OKI) pada Peringatan 106 Tahun Deklarasi Balfour, 2 November 2023, “Kita semua harus menegaskan penolakan terhadap meningkatnya pembunuhan, terorisme, pengungsian, dan penghancuran bangunan tempat tinggal yang disengaja di Jalur Gaza.”

OKI menyerukan dunia Islam untuk memperbarui komitmen permanennya dalam mendukung perjuangan, ketabahan dan pengorbanan rakyat Palestina, serta untuk memulihkan hak-hak nasionalnya yang sah, yang masih menjadi tanda kelam dalam sejarah.

Pernyataan OKI menyebutkan, “Hari ini menandai peringatan 106 tahun Deklarasi Balfour, yang menandai dimulainya tragedi yang terjadi pada tahun 1948, dengan pengusiran rakyat Palestina, perampasan hak-hak mereka yang sah, dan pendirian negara pendudukan kolonial Israel, yang didasarkan pada pemukiman kolonial, agresi militer, pemindahan paksa, pembersihan etnis, penyitaan tanah, penghancuran properti, dan yahudisasi kota terhormat Al-Quds (Yerusalem).

Dampak Balfour kini pada nasib saudra-saudara kita di Jalur Gaza yang terus-menerus digepur pasukan pendudukan Israe. Terjadi peningkatan pembunuhan, terorisme, pengungsian, dan penghancuran yang disengaja terhadap bangunan tempat tinggal, sekolah, rumah sakit (termasuk Rumah Sakit Indonesia dan Rumah Sakit Baptis milik kaum Kristiani), tempat ibadah (masjid dan gereja), dan infrastruktur, dan kejahatan perang terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh pendudukan Israel.

Saatnya seluruh anggota OKI, anggota Liga Arab dan dunia internasional memikul tanggung jawabnya dalam mengakhiri pendudukan Israel, dan memungkinkan rakyat Palestina mendapatkan kembali hak-hak sah mereka. Termasuk haknya untuk kembali dan mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem Timur (Al-Quds) sebagai ibu kotanya. (A/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.