Oleh : Ali Farkhan Tsani*
Alhamdulillah, saat ini kita berada pada hari-hari bulan Sya’ban, menjelang bulan suci Ramadhan. Bulan Sya’ban merupakan bulan persiapan menuju bulan suci Ramadhan yang penuh keberkahan.
Pada bulan Sya’ban, paling tidak ada 11 (sebelas) keutamaan yang terdapat di dalamnya, yang perlu kita jadikan sebagai momentum menuju bulan suci Ramadhan.
- Bulan Sya’ban, bulan yang sering dilupakan, padahal penuh kebaikan
Bulan Sya’ban ini muncul di antara dua bulan, yaitu Rajab dan Ramadhan. Kemunculan di tengah-tengah antara kedua bulan itu, seringkali membuat umat lupa terhadap kebaikan-kebaikan di dalamnya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Bulan yang sering dilupakan justru karena di dalamnya terkandung berbagai keutamaan.
Di dalam sebuah hadits disebutkan:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ
Artinya: “(Sya’ban) itulah bulan yang sering dilupakan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan.” (HR An-Nasa’i dan Ahmad).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
- Bulan Sya’ban, bulan amal-amal diangkat
Di dalam sebuah hadits dari Usamah bin Zaid, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya, “Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Sya’ban.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun menjawab:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Artinya: “Itulah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan di mana amal-amal diangkat menuju Tuhan semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (HR An-Nasa’i dan Ahmad).
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
- Bulan Sya’ban, bulan Rasulullah memperbanyak puasa sunnah
Kesaksian isteri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, menyebutkan:
فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
Artinya: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR Bukhari dan Muslim).
Adapun di antara rahasia atau hikmah mengapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban adalah karena puasa Sya’ban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah sunah yang mengiringi ibadah wajib).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya. Demikianlah puasa pada bulan Sya’ban bagaikan puasa rawatib sebelum puasa Ramadhan.
- Bulan Sya’ban, bulan terakhir mengganti hutang puasa Ramadhan tahun lalu
Mengingat bulan Sya’ban datang sebelum bulan suci Ramadhan, maka bulan ini menjadi kesempatan terakhir bagi umat Islam yang mempunyai hutang puasa Ramadhan tahun lalu, untuk menggantinya.
Apalagi kaum Muslimat, yang secara umum mempunyai halangan rutin bulanan (haid), melahirkan atau menyusui, pada tahun lalu, yang menyebabkannya tidak dapat melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.
Jika Ramadhan tahun lalu masih punya hutang, maka pada bulan Sya’ban inilah dapat melunasinya, dengan menggantinya berpuasa, atau jika tidak mampu karena lemah bisa digantinya dengan membayar fidyah untuk orang miskin.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Sehingga memasuki bulan Ramadhan nanti sudah tidak punya hutang puasa Ramadhan lagi.
- Bulan Sya’ban, bulan penuh keberkahan
Bulan Sya’ban merupakan salah satu bulan yang didoakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan keberkahan, selain bulan Rajab dan Ramadhan.
Di dalam sebuah hadits disebutkan :
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Artinya: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.” (HR Ahmad).
- Bulan Sya’ban, bulan turunnya perintah puasa Ramadhan
Perintah berpuasa Ramadhan diturunkan pada bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijriyah, ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Al;aihi Wasallam memulai membangun masyarakat wahyu di Madinah.
Ayat tentang perintah puasa Ramadhan tersebut berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS Al-Baqarah/2: 183).
- Bulan Sya’ban, bulan turunnya perintah bershalawat kepada Nabi SAW
Sebagian ulama berpendapat, Surat Al-Ahzab ayat 56 yang berisi perintah untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam turun pada bulan Sya’ban.
Ayat tentang shalawat itu berbunyi :
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُـوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Artinya : “Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS Al-Ahzab/33: 56).
Sholawat memiliki makna dasar doa. Adapun Allah bershalawat kepada Nabi, maksudnya adalah Allah memberikan rahmat dan ridha-Nya. Demikian Imam Al-Qurtubi menjelaskan di dalam kitab tafsirnya, Al-Jâmi’ li Ahkâmil Qur’ân.
Sedangkan sholawatnya para Malaikat kepada Nabi, berarti doa dan permohonan ampun mereka bagi Nabi.
Adapun sholawat kita kepada Nabi adalah sebagai pengagungan kita terhadap kedudukan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Itu semua bukan berarti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membutuhkan kita untuk kebaikan diri beliau. Sebab bila Rasulullah membutuhkan terhadap doanya Malaikat dan umatnya yang berupa sholawat Nabi, maka kiranya sholawat Allah kepada Nabi sudah lebih dari cukup.
Perbedaan makna shalawat yang dilakukan oleh Allah dan para Malaikat serta orang-orang beriman semuanya dimaksudkan untuk satu hal, yakni memperlihatkan pengagungan kepada Nabi dan menghormati kedudukan Nabi yang luhur.
Hal ini sama dengan ketika Allah memerintahkan kita untuk selalu mengingat-Nya, bukan berarti Allah butuh diingat oleh hamba-Nya. Namun karena menunjukkan kebesaran dan kedudukan-Nya. Kitalah yang memerlukan Allah. Kitalah yang perlu bersholawat.
Bersholawat kepada Nabi menjadi sarana untuk mendapatkan pahala dan anugerah dari Allah yang berlimpah ruah. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahun ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda:
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى الله عَلَيْهِ عَشْرًا
Artinya: “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR Muslim).
Pada riwayat lain dari sahabat Anas meriwayatkan sebuah hadits:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ بَلَغَتْنِي صَلَاتُهُ وَصَلَّيْتُ عَلَيْهِ وَكُتِبَ لَهُ سِوَى ذَلِكَ عَشْرُ حَسَنَاتٍ
Artinya: “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku maka shalawatnya sampai kepadaku dan aku bershalawat kepadanya dan ditulis baginya selain itu sepuluh kebaikan.” (HR Ath-Thabrani).
Orang yang mendapat shalawat dari Allah berarti dia mendapatkan anugerah yang sangat besar dari-Nya. Hal ini bisa dipahami setidaknya dari ekspresi Rasulullah ketika diberitahu Malaikat Jibril perihal orang yang bersholawat kepada Nabi akan mendapat sepuluh shalawat dari Allah. Saat itu Rasulullah seketika bersujud sangat lama sekali sebagai rasa syukur bahwa umatnya mendapat anugerah yang begitu besar dari Allah hanya dengan bershalawat sekali saja.
Maka, ketika kita membaca shalawat kepada Nabi, pada hakikatnya adalah kita sedang memohon rahmat Allah untuk diri kita sendiri, yang jauh lebih banyak dari rahmat yang kita mohonkan untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Semakin banyak kita bersholawat kepada Nabi, maka akan semakin banyak dan berlimpah pula rahmat Allah yang dianugerahkan kepada kita. Apalagi jika membiasakan diri memperbanyak sholawat kepada Nabi.
Untuk itu, pada bulan Sya’ban ini baik juga untuk kita memperbanyak bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
- Bulan Sya’ban, bulan para pembaca Al-Quran
Sebagian ulama menyebut, bulan Sya;ban sebagai bulan Syahrul Qura, bulannya para pembaca Al-Quran. Sedangkan bulan Ramadhan disebut Syahrul Quran, bulan Al-Quran.
Kebiasaan para pedagang shalih terdahulu antara lain setiap bulan Sya’ban dan Ramadhan menutup tokonya.
Mereka hendak lebih khusyu’ dan lebih banyak waktu lagi untuk membaca, mengkaji dan merenungkan kandungan Al-Quran. Ini sekaligus membiasakan diri sehingga menjadi lebih mudah memasuki bulan Al-Quran, Ramadhan.
Maka, ada baiknya bagi mereka yang belum membiasakan diri bertadarus Al-Quran secara rutin, bulan Sya’ban ini menjadi kesempatan terbaik untuk membacanya. Mereka yang sudah terbiasa bertadarus “one day one juz” misalnya, bisa ditingkatkan menjadi “one day two juz” atau “one day three juz”, dan seterusnya. Atau juga mulai mengkaji bacaan kitab-kitab tafsir, bisa juga terjemahannya, menyimak kembali buku-buku keislaman, dst.
- Bulan Sya’ban, bulan persiapan amaliyah Ramadhan
Mengingat bulan Sya’ban datang sebulan sebelum bulan suci Ramadhan, maka bulan ini dapat dijadikan sebagai persiapan amaliyah bulan Ramadhan.
Sesuai juga dengan maknanya Sya’ban, berasal dari kata “syi’ab” yang bermakna jalan setapak menuju puncak atau jalan mendaki. Artinya bulan Sya’ban adalah bulan persiapan pendakian yang disediakan oleh Allah kepada hamba-Nya yang beriman untuk menapaki dan menyiapkan diri dengan berbagai amaliyah menghadapi puncak bulan suci Ramadhan.
Maka pada bulan Sya’ban ini, kita bertahap mulai membiasakan puasa sunah Senin Kamis misalnya, memperbanyak tadarus Al-Quran, berdzikir dan bershalawat, berbuat kebaikan, membantu sesama saudaranya, gemar berinfak di jalan Allah, meningkatkan dakwah baik lisan, tulisan maupun digital, dsb.
Sehingga tiba waktunya pada bulan suci Ramadhan, kita sudah terbiasa, dan menjadikan Ramadhan sebagai puncak amaliyah.
- Bulan Sya’ban, waktu untuk Khutbah Akhir Sya’ban
Rasulullah Shallalhu ‘Alaihi Wasallam pada akhir bulan Sya’ban berkhutbah di hadapan para sahabatnya untuk menerangkan keutamaan dan keistimewaan bulan suci Ramadhan.
Isi khutbah akhir Sya’ban Rasulullah Shallalhu ‘Alaihi Wasallam, seraya menyambut bulan Ramadhan adalah sebagai berikut:
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً، وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا،
مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخِصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَة فِيْمَا سِوَاهُ،
وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ، وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةُ، وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ، وَشَهْرٌ يَزْدَادُ فِيْهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ،
مَنْ فَطَّرَ فِيْهِ صَائِمًا كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوْبِهِ، وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ، وَكَانَ لَهُ مِثْلَ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ،
قَالُوْا: لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يفطرُ الصَّائِمُ. فَقَالَ : يُعْطِي اللهُ هَذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى تَمْرَةٍ أَوْ شَرْبَةَ مَاءٍ أَوْ مَذقَةَ لَبَنٍ،
وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ، مَنْ خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوْكِهِ غَفَرَ اللهُ لَهُ، وَأَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ،
وَاسْتَكْثِرُوْا فِيْهِ مِنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ، : خِصْلَتَيْنِ تَرْضْوَنِ بِهِمَا رَبَّكُمْ، وَخِصْلَتَيْنِ لَا غِنًى بِكُمْ عَنْهُمَا، فَأَمَّا الْخِصْلَتَانِ اللَّتَانِ تَرْضَوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ فَشَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَتَسْتَغْفِرُوْنَهُ، وَأَمَّا اللَّتَانِ لَا غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَا فَتَسْأَلُوْنَ اللهَ وَ dتَعُوْذُوْنَ بِهِ مِنَ النَّارِ، وَمَنْ أَشْبَعَ فِيْهِ صَائِمًا سَقَاهُ اللهُ مِنْ حَوْضِيْ شَرْبَةً لَا يَظْمَأُ حَتَّى يَدْخُلَ الْجَنَّةَ.
Artinya: ”Wahai manusia, sungguh telah dekat kepadamu bulan yang agung, bulan yang penuh dengan keberkahan, yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik (nilainya) dari seribu bulan, bulan yang mana Allah tetapkan puasa di siang harinya sebagai fardhu, dan shalat (tarawih) di malamnya sebagai sunah.
Barang siapa mendekatkan diri kepada Allah di bulan ini dengan satu kebaikan (amalan sunnah), maka pahalanya seperti dia melakukan amalan fardhu di bulan-bulan yang lain. Barangsiapa melakukan amalan fardhu di bulan ini, maka pahalanya seperti telah melakukan 70 amalan fardhu di bulan lainnya.
Inilah bulan kesabaran dan balasan atas kesabaran adalah surga, bulan ini merupakan bulan kedermawanan dan simpati (satu rasa) terhadap sesama. Dan bulan di mana rizki orang-orang yang beriman ditambah.
Barang siapa memberi makan (untuk berbuka) orang yang berpuasa maka baginya pengampunan atas dosa-dosanya dan dibebaskan dari api neraka dan dia mendapatkan pahala yang sama sebagaimana yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa.
Mereka (para sahabat) berkata : “Wahai Rasulullah! tidak semua dari kami mempunyai sesuatu yang bisa diberikan kepada orang yang berpuasa untuk berbuka.” Rasulullah menjawab: “Allah akan memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan sebiji kurma, atau seteguk air, atau setetes susu”.
Inilah bulan yang permulaannya (sepuluh hari pertama) Allah menurunkan rahmat, yang pertengahannya (sepuluh hari pertengahan) Allah memberikan ampunan, dan yang terakhirnya (sepuluh hari terakhir) Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka.
Barangsiapa yang meringankan hamba sahayanya di bulan ini, maka Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka.
Dan perbanyaklah melakukan empat hal di bulan ini, yang dua hal dapat mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan yang dua hal kamu pasti memerlukannya. Dua hal yang mendatangkan keridhaan Allah yaitu syahadah (Laailaaha illallaah) dan beristighfar kepada Allah, dan dua hal yang pasti kalian memerlukannya yaitu mohonlah kepada-Nya untuk masuk surga dan berlindung kepada-Nya dari api neraka . Dan barang siapa memberi minum kepada orang yang berpuasa (untuk berbuka), maka Allah akan memberinya minum dari telagaku, di mana dengan sekali minum ia tidak akan merasakan haus sehingga ia memasuki surga“. (HR Ibnu Khuzaemah).
Syaikh Al-Albany menilai hadits ini sebagai hadits dha’if (lemah) sebagaimana dalam kitabnya, Dha’if at-Targhib wat Tarhib.
Namun meskipun hadits ini riwayatnya dha’if, namun merupakan perpaduan hadits-hadits shahih yang terpisah, dan dapat digunakan untuk memberikan nasihat tentang keutamaan bulan suci Ramadhan.
Maka, di beberapa masjid dan tempat, biasanya mengisi atau mengakhiri bulan Sya’ban dengan mengadakan berbagai kegiatan seperti khutbah, tausiyah, tabligh akbar, seminar atau konferensi yang salah satu isinya antara lain mengingatkan kehadiran bulan suci Ramadhan.
- Bulan Sya’ban, bulan pemindahan kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram
Menurut para ahli tarikh, perpindahan arah kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidl Haram, terjadi pada pertengahan bulan Sya’ban.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika di Makkah sebelum hijrah ke Madinah, shalat menghadap Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa). Namun, meskipun beliau shalat di Makkah menghadap Baitul Maqdis bukan berarti beliau membelakangi Ka’bah. Namun beliau mengambil posisi supaya Ka’bah berada di tengah antara beliau dan Baitul Maqdis. Dengan demikian, Ka’bah tetap berada di depan beliau, meski beliau menghadap Baitul Maqdis. Artinya menghadap Ka’bah, sekaligus garis lurus menghadap Baitul Maqdis.
Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah masih tetap shalat menghadap Baitul Maqdis. Jika dihitung semuanya, Rasul shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama 16 bulan, ada yang mengatakan 17 bulan.
Kemudian turunlah perintah kepada Rasulullah untuk mengubah arah kiblat shalat, dari arah Baitul Maqdis ke arah Ka’bah di Makkah, kiblat Nabi Ibrahim Alaihissallam dan Nabi Ismail Alaihissallam.
Allah mengabadikannya di dalam beberapa ayat :
سَيَقُولُ ٱلسُّفَهَآءُ مِنَ ٱلنَّاسِ مَا وَلَّىٰهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ ٱلَّتِى كَانُوا۟ عَلَيْهَا ۚ قُل لِلًٰهِ ٱلْمَشْرِقُ وَٱلْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Artinya : “Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” (QS Al-Baqarah [2]: 142).
وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya : “Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi beberapa orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (QS Al-Baqarah [2]:143).
قَدۡ نَرٰی تَقَلُّبَ وَجۡہِکَ فِی السَّمَآءِ ۚ فَلَنُوَلِّیَنَّکَ قِبۡلَۃً تَرۡضٰہَا ۪ فَوَلِّ وَجۡہَکَ شَطۡرَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ ؕ وَ حَیۡثُ مَا کُنۡتُمۡ فَوَلُّوۡا وُجُوۡہَکُمۡ شَطۡرَہٗ ؕ وَ اِنَّ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ لَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ وَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا یَعۡمَلُوۡنَ
Artinya : “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS Al-Baqarah [2]: 144).
Soal pemindahan kiblat ini pun mengingatkan kita umat Islam, agar terus memperhatikan dan memuliakan kiblat pertama Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa), yang saat ini dalam cengkeraman penjajahan Yahudi Israel.
Pada bulan Sya’ban ini pulalah, seyogyanya kita terus meningkatkan solidaritas , pembelaan dan pemuliaan kita terhadap Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa).
Demikianlah 11 (sebelas) keutamaan Bulan Sya’ban menjelang bulan suci Ramadhan.
Semoga kita dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya sebagai momentum bulan Sya’ban ini untuk peningkatan ibadah dan amal shalih kita menuju bulan suci Ramadhan.
“Ya Allah, sampaikanlah kami hingga pada bulan Ramadhan”. Aamiin. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
*Penulis, Ust. Ali Farkhan Tsani,S.Pd.I., Wartawan & Redaktur Senior MINA, Da’i Pondok Pesantren, Penulis Buku. Dapat dihubungi melalui Nomor WA : 0858-1712-3848, atau email [email protected].