Riyadh, 29 Rabi’ul Awwal 1436/20 Januari 2015 (MINA) – Kekhawatiran terbaru yang diungkapkan minggu ini oleh Mohammad Al Abdul Qadir, kepala Wiam Family Care Society, sekitar 1,5 juta perempuan Saudi berusia diatas 30 tahun jadi perawan tua (belum menikah). Saudi menyerukan solusi radikal untuk membantu mengatasi fenomena yang berkembang pada perempuan yang belum menikah di negara itu.
“Angka tersebut mewakili 33,4 persen dari jumlah perempuan di Saudi,” katanya pada harian lokal Makkah melaporkan, Gulfnews seperti dikutip Mi’raj News Agency Islam (MINA).
“Kami perlu bekerja dengan visi baru bagi keluarga Saudi untuk sepuluh tahun ke depan. Perlu solusi berdasarkan konsolidasi nilai-nilai solidaritas keluarga dan kepaduan untuk menghadapi beberapa fenomena, khususnya perawan tua,” katanya.
Beberapa aktivis perempuan Saudi mengatakan, sosok wanita yang belum menikah di Saudi yang juga negeri kerajaan itu sekitar dua juta.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
“Ini adalah angka yang sangat fantastis, menakutkan dan merupakan bencana sosial yang tidak menyenangkan. Harus ditemukan solusi yang tepat untuk fenomena ini,” kata aktivis Saudi yang tidak disebutkan namanya.
Namun, beberapa wanita Saudi menolak untuk menggolongkan perawan tua sebagai fenomena yang berbahaya. Mereka menjelaskan banyak wanita lebih memilih untuk tetap tidak menikah karena pilihan.
“Ada orang-orang yang menolak untuk menikah karena satu alasan atau yang lain dan ada orang-orang yang memilih untuk sukses dalam hidup mereka daripada masuk ke pernikahan,” kata mereka.
Menurut harian itu, banyak pria yang belum menikah mengatakan, mereka tidak memiliki sumber pendapatan tetap yang memungkinkan mereka memulai sebuah keluarga.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Beberapa pengamat sosial di negara itu mengatakan, masalah dan penyebab banyaknya perawan tua dari satu negara dengan negara yang lain berbeda.
“Di Arab Saudi, masalah utamanya adalah beberapa keluarga meminta mahar yang tinggi,” kata salah satu sumber dari pengamat masalah sosial negara itu.
Sumber itu menambahkan, selain mahar yang tinggi, juga masalah biaya yang sangat besar pada upacara pernikahan. Masalah seperti itu justeru akan mendorong pemuda di negeri ini untuk mencari istri dari negara lain.
Meskipun pria Arab dan negara teluk lainnya lebih suka menikahi perempuan lokal, namun ribuan dari mereka mengambil istri dari luar negeri.
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata
Ketidakmampuan membayar sejumlah besar uang sebagai mas kawin, upacara pernikahan dan biaya hidup yang tinggi disebut-sebut sebagai alasan utama para pria negara Teluk untuk menikahi wanita negara non-Teluk.
Nikah Massal
Fenomena ini mendorong negara-negara Teluk mencari cara untuk mengatasinya. Salah satu pilihan adalah mendorong konsep pernikahan massal dalam upaya membantu calon pengantin pria dan wanita yang kurang mampu dengan tingginya biaya acara pernikahan.
Pada tahun 2010, Kuwait membentuk komite untuk membatasi pernikahan antara laki-laki Kuwait dan perempuan asing. Tujuannya jelas, agar pria Kuwait menikahi wanita lokal.
Baca Juga: Agresi Israel Hantam Pusat Ibu Kota Lebanon
Pada 2007, seorang anggota parlemen Bahrain mendesak teman-teman lelakinya untuk mengambil empat istri, tiga wanita Bahrain dan satu wanita asing, untuk membantu mengatasi masalah tingginya jumlah perawan tua di negara itu.
Jasem Al Saidi, yang bertugas di majelis rendah dari tahun 2002 hingga 2014, mengatakan orang-orang Bahrain tidak perlu ragu untuk menikah lebih dari satu istri demi bangsa.
“Kami tidak ingin memiliki perawan tua di negeri ini dan juga tidak ingin meningkatnya perceraian. Mengambil lebih dari satu istri adalah solusi yang tepat, dan saya menyarankan agar para anggota Dewan Perwakilan Rakyat menjadi teladan dalam masalah ini,” katanya. (T / P009/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Perdana Menteri Malaysia Serukan Pengusiran Israel dari PBB