Berlin, MINA – Sebuah survey baru menunjukkan, 20% akademisi universitas di Jerman menginginkan hak di kampus untuk menolak keberadaan Israel sebagai bagian dari kebebasan berbicara.
Dari 1.106 orang yang disurvei, 20% ingin menolak keberadaan Israel, seperti dilaporkan di media Jerman pada Selasa (11/2).
Lembaga think tank partai Christian Democratic Union, Kondrad Adenauer Foundation, menugaskan Instituts für Demoskopie Allensbach untuk mensurvei 1.106 akademisi tentang kebebasan berbicara dalam lingkungan universitas.
Sigmount Königsberg, perwakilan untuk memerangi antisemitisme untuk komunitas Yahudi terbesar Jerman di Berlin, mengunggah di akun twitternya sehubungan dengan penelitian ini, “Anda bertanya-tanya bahwa di Humboldt sebuah acara antisemitic berlangsung dengan kedok kebebasan ilmu pengetahuan.”
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
Ia mengatakan di tengah skandal antisemitisme yang dituduhkan pada Universitas Humboldt yang berbasis di Berlin. Seperti dilaporkan Jerusalem Post.
Rektor Universitas Humboldt, Prof. Dr. Sabine Kunst, mengizinkan Georg Meggle, seorang profesor yang dituduh antisemit menyampaikan ceramah di kampusnya pada Rabu (12/2).
Akademisi anti-Israel Georg Meggle dikenal ikut mempromosikan gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS) yang menargetkan Israel.
Tahun lalu, komunitas Yahudi Jerman Bundestag mengklasifikasikan BDS sebagai antisemit.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Beberapa mahasiswa Humboldt mendesak pimpinan kampusnya untuk tidak membiarkan acara berlangsung, dan mengklasifikasikannya sebagai antisemit.
Rektor Kunst menolak untuk mengeluarkan pernyataan tentang tuntutan mahasiswa itu.
Pada 2017, sebuah studi pemerintah Jerman mengungkapkan bahwa hampir 33 juta orang Jerman, 40% dari populasi 82 juta, terindikasi “antisemitisme kontemporer”, kebencian terhadap negara Yahudi. (T/RS2/RS3).
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu