Oleh: Imam Santoso*
وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّنِ ٱفۡتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا أَوۡ قَالَ أُوحِىَ إِلَىَّ وَلَمۡ يُوحَ إِلَيۡهِ شَىۡءٌ۬ وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثۡلَ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُۗ وَلَوۡ تَرَىٰٓ إِذِ ٱلظَّـٰلِمُونَ فِى غَمَرَٲتِ ٱلۡمَوۡتِ وَٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةُ بَاسِطُوٓاْ أَيۡدِيهِمۡ أَخۡرِجُوٓاْ أَنفُسَڪُمُۖ ٱلۡيَوۡمَ تُجۡزَوۡنَ عَذَابَ ٱلۡهُونِ بِمَا كُنتُمۡ تَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ غَيۡرَ ٱلۡحَقِّ وَكُنتُمۡ عَنۡ ءَايَـٰتِهِۦ تَسۡتَكۡبِرُونَ
“Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah”. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim [berada] dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, [sambil berkata]: “Keluarkanlah nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah [perkataan] yang tidak benar dan [karena] kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS. Al-Anam: 93)
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya azab kubur itu disebabkan oleh tiga hal, yaitu ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), dan air kencing. Oleh karena itu, hendaklah kalian menjauhinya.” (HR. Al-Bayhaqi).
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Suatu hari, ketika Rasulullah SAW berjalan bersama para sahabat melewati dua buah kuburan, tiba-tiba beliau bersabda, “Sesungguhnya kedua orang yang ada di dalam kuburan ini sedang diazab. Mereka diazab bukan karena melakukan dosa besar. Salah seorang adalah karena tidak bersuci dari air kencing, sedangkan seorang lainnya diazab karena suka mengadu domba.”
Kemudian beliau mengambil pelepah kurma yang masih basah dan membelahnya menjadi dua, lalu meletakan pada setiap kuburan satu buah. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa anda melakukan hal demikian?” Beliau menjawab, ”Mungkin pelepah kurma itu dapat meringankan keduanya selama belum mengering.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ibn Abi Syaibah).
Sekiranya bukan karena sifat kasih sayang Rasulullah pada umat beliau, tentu beliau tidak akan meletakan pelepah kurma itu untuk meringankan azab kubur tersebut. Namun yang jelas, ketiga penyebab azab kubur yang disebutkan diatas merupakan perbuatan yang dianggap kebanyakan orang sebagai dosa kecil.
Ghibah atau menggunjing, membicarakan keburukan saudaranya adalah perbuatan yang pada hari ini dianggap hal biasa. Bahkan acara-acara televisi dan media massa lain menjadikan ghibah sebagai bahan komoditasnya. Kebanyakan mereka yang melakukan amal buruk ini, tidak pernah menyadari bahwa perbuatannya dapat menyebabkan azab kubur bagi dirinya kelak.
Padahal Allah sudah menyatakan bahwa perbuatan ghibah adalah serupa dengan memakan bangkai saudaranya sendiri
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٌ۬ۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُڪُمۡ أَن يَأۡڪُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتً۬ا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ۬ رَّحِيمٌ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat: 12)
Sementara Rasulullah mendefiniskan Ghibah dengan :
اْلغِيْبَةُ ذِكْرُكَ أَخَاكَ ِبمَا يَكْرَهُ
“Ghibah adalah engkau menyebutkan tentang saudaramu dengan hal-hal yang tidak ia sukai”. [HR Muslim: 2589, Abu Dawud: 4874, at-Turmudziy: 1935, ad-Darimiy: II/ 299 dan Ahmad: II/ 384, 386 dari Abu Hurairah radliyallahu anhu].
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Karena itu Nabi berpesan agar menjauhi perbuatan ghibah ini. Sebab tanpa disadari, hal ini dapat menyakiti hati orang lain yang menjadi obyek gosip (ghibah) tersebut.
Sementara namimah (mengadu domba manusia) tidak lepas dari perbuatan ghibah, sebab bisa jadi akibat gunjingan yang dilakukan, ada pihak lain yang terprovokasi dan merasa tidak senang lantas menyerang orang lain. Akibatnya, bisa saja terjadi berbagai kerusuhan hingga pertumpahan darah karena namimah yang tanpa sengaja terjadi, berawal dari ghibah tersebut.
Bahkan masalah membersihkan diri dari sisa kencing pun, Rasulullah mengingatkan agar umatnya menjaga kebersihan darinya secara sungguh-sungguh. Tak jarang orang yang menyepelekan implikasi yang terjadi kelak akibat kelalaian yang dilakukan dari sisa kencing tersebut.
Hanya karena bekas kencing kurang bersih, syarat bersuci menjadi kurang dan menyebabkan shalat menjadi tidak sah. Lantas bagaimana jika setiap hari hal ini terjadi, berapa banyak shalat yang tidak sah karena sisa kencing tidak bersih dalam bersuci.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Terlebih bila melakukan buang hajat sembarangan, sisa kencing di tempat umum dapat menjadikan laknat dari tiap mereka yang melaluinya. Karena itu Rasulullah melarang umatnya buang air di bawah pohon yang dibuat berteduh, atau dijalan yang sering dilewati orang.
Inilah sebab mengapa masalah “Thoharoh” atau bersuci dalam syariat menjadi hal pertama yang harus diketahui, sebab masalah ini melibatkan akibat keabsahan ibadah yang dilakukan. Suci dalam masalah ini adalah suci secara fisik, yakni bebasnya diri seseorang dari hadats-hadatsnya.
Al-Baihaqi dan Ibn Adi meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah menyaksikan azab kubur bagi penebar fitnah (namimah) adalah dipotong lidahnya. Sementara bagi penggunjing, Abu Dawud meriwayatkan bahwa mereka akan mendapat azab kubur berupa cakaran kuku tembaga ke wajah dan dada mereka sendiri. Lalu bagi yang tidak menjaga kebersihan dari sisa kencing, azabnya berupa himpitan keras dari dinding kuburnya. Wallahu a’lam (R12/R11)
*Imam Santoso, adalah wartawan di Mi’raj Islamic News Aency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Mi’raj Islamic News Aency (MINA)