Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

5 Adab Penting yang Harus Diperhatikan Seorang Guru

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 22 detik yang lalu

22 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi (foto: ig)

MENJADI guru bukan hanya perkara menyampaikan ilmu. Ia adalah profesi mulia yang menyimpan amanah besar. Seorang guru tidak hanya dituntut cerdas dan terampil, tetapi juga berakhlak luhur. Ia bukan sekadar pengajar, tetapi teladan. Bukan sekadar pemberi materi, tetapi pembentuk jiwa.

Maka, adab menjadi fondasi utama yang harus dimiliki dan dijaga oleh setiap guru. Adab inilah yang akan menjadikan ilmu itu berkah, dan menjadikan murid itu tumbuh dengan hati yang baik. Berikut adalah lima adab penting yang harus diperhatikan oleh seorang guru. Semoga menggugah nurani dan menjadi cermin bagi kita semua.

  1. Ikhlas dalam Mengajar: Menghidupkan Ruh Pendidikan

Adab pertama dan paling mendasar adalah keikhlasan. Seorang guru sejati tidak menjadikan profesinya sebagai ajang mencari keuntungan duniawi semata. Ia mengajar karena Allah, mendidik demi perbaikan umat, dan mencetak generasi karena cinta. Ia sadar, bahwa setiap kata yang ia ucapkan akan menjadi saksi, setiap pelajaran yang ia berikan adalah ladang amal, dan setiap perubahan kecil dalam diri murid adalah investasi akhirat yang tak ternilai.

Ikhlas adalah ruh dalam pendidikan. Tanpa keikhlasan, pelajaran menjadi beban, murid menjadi objek, dan profesi guru menjadi sekadar rutinitas. Namun dengan keikhlasan, ruang kelas berubah menjadi taman amal, dan setiap interaksi menjadi jembatan kebaikan. Seorang guru yang ikhlas tidak akan mudah mengeluh, tidak akan cepat menyerah, karena hatinya tidak terikat pada gaji atau pujian, melainkan pada ridha Allah dan keberhasilan anak didiknya.

Baca Juga: 61% Santri Al-Fatah Lampung Diterima di Perguruan Tinggi, Berbekal Jiwa Pesantren

  1. Rendah Hati: Menjadi Teladan, Bukan Tuan

Guru adalah pemilik ilmu, tetapi bukan berarti ia bebas dari kesalahan. Maka adab penting kedua adalah rendah hati. Seorang guru sejati tahu bahwa ilmunya adalah titipan Allah. Ia tak pernah merasa paling tahu, paling benar, atau paling tinggi. Ia membuka ruang diskusi, menerima masukan, bahkan belajar dari murid-muridnya.

Kerendahan hati membuat guru dicintai. Murid tidak merasa tertekan, tetapi merasa dihargai. Ia belajar bukan karena takut, tetapi karena merasa dekat. Guru yang rendah hati menjadikan kelasnya tempat yang aman untuk bertumbuh. Ia mengajarkan bahwa belajar adalah perjalanan bersama, bukan paksaan sepihak.

Sayyiduna Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Tawadhu adalah penghias ilmu.” Maka, semakin tinggi ilmu, semestinya semakin besar pula kerendahan hati. Guru yang rendah hati akan memuliakan murid-muridnya, dan itulah yang akan meninggalkan jejak kebaikan yang abadi dalam hati mereka.

  1. Menjaga Lisan dan Akhlak: Mendidik dengan Perilaku

Adab ketiga adalah menjaga lisan dan akhlak. Apa yang keluar dari mulut guru adalah ilmu dan nilai. Maka, seorang guru harus mampu menahan emosi, menghindari kata-kata kasar, dan menjaga tutur kata agar tetap santun dan mendidik. Lidah seorang guru ibarat pena yang menulis dalam jiwa murid. Jika tajam dan menyakitkan, ia akan melukai. Tetapi jika lembut dan bijak, ia akan membekas sebagai kenangan yang membangun.

Baca Juga: Integritas Fondasi Utama bagi Dosen dan Guru

Seorang guru juga harus menjaga perilakunya. Ia tidak hanya mengajar kebaikan, tetapi mencontohkannya. Ia datang tepat waktu, bersikap adil, tidak pilih kasih, dan menunjukkan integritas dalam setiap tindakan. Akhlak guru adalah pelajaran yang lebih kuat daripada lisan. Murid bisa lupa rumus, tapi tidak akan lupa bagaimana gurunya memperlakukan mereka.

Rasulullah Shallallu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Maka, siapa pun yang ingin mengikuti jejak beliau sebagai pendidik umat, harus menjadikan akhlak sebagai mahkota.

  1. Cinta kepada Murid: Menyentuh Hati, Bukan Sekadar Pikiran

Seorang guru sejati tidak hanya mengajarkan pelajaran, tetapi juga mencintai murid-muridnya. Ia melihat mereka bukan sebagai angka-angka dalam nilai ujian, tetapi sebagai manusia yang tumbuh dengan latar belakang, mimpi, dan luka masing-masing. Ia hadir dalam hidup murid bukan sebagai pengadil, tetapi sebagai pendamping.

Cinta seorang guru tercermin dalam kesabarannya. Ketika murid lambat paham, ia tidak marah. Ketika murid berbuat salah, ia tidak mencaci. Ia memahami, bahwa proses belajar bukan hanya soal kognitif, tetapi juga soal emosi dan motivasi. Dengan cinta, guru menjadi penyembuh luka, penguat semangat, dan pembuka jalan bagi masa depan anak didiknya.

Baca Juga: An-Nuaimy Lepas 33 Dai Nusantara dan Luncurkan STIT: Dakwah Tak Boleh Menyendiri

Cinta ini juga membuat guru mendoakan muridnya. Bahkan di luar jam kelas, dalam sujudnya, ia memohon kepada Allah agar anak-anak itu sukses, menjadi pribadi baik, dan berguna bagi agama dan bangsa. Doa guru adalah senjata yang dahsyat, dan cinta yang tulus itulah yang akan mengalirkan keberkahan dalam ilmu.

  1. Tanggung Jawab dan Konsistensi: Menjalani Amanah dengan Serius

Menjadi guru bukan pekerjaan sambilan. Ini adalah amanah. Maka, adab terakhir yang sangat penting adalah tanggung jawab dan konsistensi. Seorang guru yang beradab tidak mengajar asal-asalan. Ia mempersiapkan materi dengan sungguh-sungguh, hadir tepat waktu, dan konsisten menunjukkan profesionalisme.

Ia sadar bahwa setiap jam pelajaran adalah kesempatan emas. Ia tidak menyia-nyiakan waktu murid. Ia tidak menunda-nunda, tidak sering absen, tidak semena-mena. Ia konsisten memberikan yang terbaik. Bahkan jika keadaannya sedang sulit, ia tetap hadir dengan senyum, karena ia tahu, setiap kata yang ia ucapkan bisa jadi akan membentuk hidup seseorang.

Tanggung jawab ini juga mencakup kemauan untuk terus belajar. Guru yang baik tak pernah berhenti belajar. Ia membaca, mengikuti pelatihan, berdiskusi, agar terus tumbuh dan berkembang. Ia tahu, bahwa untuk mendidik generasi masa depan, ia sendiri harus terus memperbaiki diri.

Baca Juga: Dapat Biaya Hidup, Pendaftaran Program Magang Berdampak 2025 Sudah Dibuka

Menjadi Guru yang Mendidik dengan Hati

Guru adalah pelita. Tapi bukan sekadar pelita yang menerangi, melainkan juga menghangatkan. Guru adalah perantara cahaya ilmu, tapi lebih dari itu, ia adalah penjaga jiwa, pembimbing akhlak, dan penanam nilai-nilai kehidupan.

Lima adab di atas: ikhlas, rendah hati, menjaga akhlak, mencintai murid, serta bertanggung jawab — adalah fondasi yang akan menghidupkan kembali semangat pendidikan yang penuh makna. Di tengah zaman yang serba cepat dan instan, dunia membutuhkan lebih banyak guru yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beradab.

Semoga tulisan ini menjadi cermin bagi setiap pendidik, dan menginspirasi untuk menjadi guru yang bukan hanya mengajar, tetapi mendidik dengan hati. Karena sejatinya, murid tidak hanya mengingat apa yang diajarkan, tetapi bagaimana mereka diperlakukan.

Baca Juga: 325 Mahasiswa Penerima Beasiswa Garuda Lanjutkan Studi ke Mancanegara

Guru yang beradab akan melahirkan generasi yang tak hanya pintar, tetapi juga berakhlak mulia.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Ilmuwan Muslim Asia Tenggara Serukan Kebangkitan Peradaban Berbasis Sains dan Etika

Rekomendasi untuk Anda