Oleh: Sajadi, Wartawan MINA
Memasuki usia lebih dari setengah abad atau 52 tahun, tidak bisa lagi dipungkiri bahwa Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) semakin solid dalam menjaga stabilitas kedamaian dan kemakmuran.
Setiap tanggal 8 Agustus Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara tersebut memperingati hari kelahirannya sejak didirikan tahun 1967 di Bangkok. Peringatan HUT ASEAN tahun ini akan diadakan di Jakarta ditandai dengan peresmian Markas Besar ASEAN yang baru dan megah, jauh lebih luas dari yang lama, di Kebayoran Baru, Jakarta.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Pada awal pembentukan ASEAN, jumlah anggotanya adalah lima negara yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina. Namun dalam perkembangannya, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja turut bergabung dalam organisasi tersebut, sehingga sekarang menjadi 10 negara.
Kerjasama antar negara ASEAN ternyata mampu menjaga stabilitas kawasan hingga saat ini. Beberapa isu dan permasalahan antar negara pun dapat diselesaikan melalui kekuatan dialog dan negosiasi.
Salah satu isu yang mulai menemukan celah penyelesaian adalah tentang perjanjian batas maritim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang terjadi antar beberapa negara di ASEAN. Termasuk yang terbaru adalah penyelesaian batas maritim antara Indonesia-Filipina dan Indonesia-Vietnam.
Indonesia dan Filipina berhasil menyepakati perjanjian batas maritim ZEE antar kedua negara.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Penandatanganan dan pertukaran Instrumen proses ratifikasi perjanjian batas maritim ZEE dilakukan oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Sekretaris Teodoro Tocsin Jr. dari Filipina pada Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN di Bangkok, Thailand pada Kamis (1/8) lalu.
Perjanjian tersebut mencakup batas maritim ZEE yang terpanjang sejauh 627,5 noticle mile dengan kedalaman 1.217,69 km di laut Sulawesi. Menurut Menlu RI, hal tersebut merupakan satu capaian yang luar biasa karena dilakukan oleh dua negara kepulauan yang besar.
Selain itu, di tempat sama Indonesia dan Vietnam membahas upaya penyelesaian negosiasi batas maritim ZEE. Pada saat pertemuan dilangsungkan, di Jakarta juga dilakukan pertemuan yang sifatnya lebih teknis membahas upaya percepatan penyelesaian negosiasi.
Dalam pertemuan di Bangkok, kedua Menlu menyambut baik kesepakatan mengenai metodologi perundingan. Kesepakatan ini diharapkan akan mempermudah penyelesaian negosiasi.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Sekali lagi kekuatan dialog dan negosiasi menunjukkan kekompakan dan kesolidan antar negara-negara Asia Tenggara.
Kerjasama antar negara ASEAN ternyata juga mampu menjaga stabilitas kawasan dengan baik pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, bahkan, mampu mengimbangi kepentingan strategis Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa dan China di Asia Tenggara.
Asia telah menjadi kekuatan sentral dalam perekonomian global. Hal ini merupakan kali pertama sejak awal abad ke-16 konsentrasi kekuasaan ekonomi global terbesar bergeser ke kawasan Asia.
Menurut Peneliti Kebijakan Lingkungan dari Institute of Strategic and International Studies Malaysia, Adnan Hezri, Century Asia ini dapat mencapai setengah dari output global, melalui perdagangan dan investasi pada 2050 mendatang.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Asia Tenggara adalah sebuah kawasan yang boleh dibilang paling beragam di dunia. Dihuni sekitar 640 juta jiwa yang terdiri dari 240 juta muslim, 150 juta Budha, 120 juta Kristen, serta jutaan umat Hindu, dan Konghucu.
Selain dengan sesama negara Asia Tenggara, ASEAN juga makin dekat dengan negara mitra, seperti Rusia. Menlu Retno menyebutkan, tahun 2018 kemitraan ASEAN dengan Rusia naik kelas jadi strategy partnership dan dari 139 action plan yang ada di comprehensive plan of action untuk tahun 2016-2020, 79 sudah diimplementasikan.
“Jadi 79 dari 139 action plan sudah diimplementasikan. Di bidang politik dan securiti kita menekankan pentingnya kerja sama untuk penanganan cyber crime, cyber security, obat-obat ilegal, dan counter terrorism,” ujar Menlu di Bangkok.
Sementara di bidang ekonomi, ia mencatat satu kenaikan yang cukup signifikan perdagangan antara ASEAN dengan Rusia pada tahun 2018 mencapai 19,8 miliar dolar AS, yang berarti 18 persen kenaikan dibanding tahun 2017. “Yang berarti pula bahwa Rusia merupakan trading partner kedelapan terbesar bagi ASEAN,” tegas Menlu.
Baca Juga: [BREAKING NEWS] Pria Amerika Bakar Diri Protes Genosida di Gaza
Menurut Menlu Retno ada tiga hal yang mendasari ASEAN bisa solid. Pertama, melalui ASEAN Way, telah tumbuh budaya dialog, konsensus, inklusivitas, serta penyelesaian damai atas dasar penghormatan pada kedaulatan dan keutuhan wilayah.
Kedua, dari kultur dialog tumbuh kemampuan untuk mengembangkan institusi dan prinsip-prinsip seperti Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN), Treaty of Amity and Cooperation, ASEAN Charter hingga terbentuknya Komunitas ASEAN.
Ketiga, ASEAN memberikan platform bagi negara-negara mitranya, termasuk kekuatan besar dunia, untuk dapat bertemu secara rutin.
Namun dewasa ini ASEAN menghadapi tantangan yang lebih serius, terutama perselisihan teritorial di Laut Cina Selatan yang menciptakan ketegangan di kawasan, serta dampak perang dagang antara AS dan China yang menimbulkan ancaman lebih lanjut terhadap kesatuan ASEAN.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Memang, ASEAN belum mampu mensejahterakan penduduknya. Namun ASEAN terus melangkah maju dengan modal stabilitas. Terbukti dengan gabungan PDB telah tumbuh dari 95 miliar dolar AS pada tahun 1970 dan sekarang menjadi 2,7 triliun dolar. (A/Sj/RS1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung