52 Tahun Pembakaran Al-Aqsa, Aksi Perlawanan Terus Berlanjut

Oleh : Ali Farkhan Tsani, Wartawan MINA (Mi’raj News Agency)

Faksi-faksi aksi nasional dan gerakan Islam di Gaza mengumumkan akan* mengadakan* serangkaian kegiatan, Sabtu, 21 Agustus 2021 di perbatasan timur Jalur Gaza, Palestina, untuk memperingati 52 tahun pembakaran Masjid Al-Aqsa, 21 Agustus 1969.

Anggota Komite Sentral Front Demokratik, Mahmoud Khalaf, mengatakan peringatan untuk mengingatkan bahwa para pejuang Masjidil Aqsa tidak akan membiarkan musuh melanggar kesucian kiblat pertama umat Islam tersebut.

“Aksi perlawanan akan terus berlanjut, dan perjuangan tidak menyerah pada kehendak pendudukan,” demikian pernyataan Khalaf, seperti dilaporkan media setempat Quds Press.

Kilas Balik Pembakaran

Dennis Michael William Rohan (28 tahun), adalah seorang Yahudi berkewarganegaraan Australia, yang melakukan aksi pembakaran situs tersuci ketiga umat Islam, Masjid Al-Aqsa, pada hari Kamis, 21 Agustus 1969.

Itu merupakan aksi kedua, setelah sebelumnya pernah hendak mencoba upaya pertamanya membakar masjid tersebut, tapi gagal.

Pada aksi keduanya, kobaran api menghanguskan sebagian bangunan Masjid Al-Aqsa, mulai dari langit-langitnya, permadani, dekorasi langka dan segala isinya. Termasuk kitab suci Al-Quran, perabotan, serta bangunannya yang rusak parah.

Kebakaran saat itu mencakup sepertiga dari total luas Al-Aqsa, dengan pembakaran lebih dari 1.500 meter persegi dari luas semula 4.400 meter persegi.

Kerusakan parah berupa atap masjid yang jatuh ke tanah, dua kolom utama roboh bersama lengkungan penyangga kubah, serta bagian dalam kubah berornamen, mihrab dan dinding selatan rusak. Sementara 48 jendela masjid hancur.

Mimbar Shalahuddin Al-Ayyubi, yang merupakan potongan langka dari bahan-bahan kayu, saling bertautan tanpa menggunakan paku, sekrup atau perekat, juga terbakar hangus.

Kerangka mimbar tersebut awalnya dibuat oleh Nuruddin Zanki, dan dibawa saat perjalanan untuk ditempatkan di dalam masjid setelah pembebasan. Ketika Zanki meninggal sebelum pembebasannya, Shalahuddin memindahkannya dan menempatkannya di tempatnya, saat ia membebaskan Al-Aqsa dari Tentara Salib.

Masjid Umar, yang atapnya terbuat dari tanah liat dan jembatan kayu, juga ikut rusak terbakar. Di sebelahnya ikut hangus Mihrab Zakaria dan Arba’in.

Skenario Pendudukan Israel

Saat pengurus Masjid Al-Aqsa dan warga hendak melakukan pertolongan pertama memadamkan kobaran api, otoritas pendudukan Israel ternyata telah memutus aliran air ke lingkungan Al-Aqsa dan sekitarnya.

Pengiriman mobil pemadam kebakaran pun dihambat, sehingga terlambat datang. Warga pun berinisiatif memadamkan api dengan alat apa saja yang bisa dilakukan.

Bersamaan waktu dengan kejadian itu, Perdana Menteri Israel saat itu, Golda Meir terkaget sebentar, dan menampar mukanya sendiri.

Sejenak terhenyak Golda Meir (PM IV periode 1969-1974), berjuluk “wanita besi” (iron lady) karena kemauan kuatnya dan sikap kerasnya, berseru, “Ketika Al-Aqsa terbakar, saya tidak bisa tidur malam itu. Saya pikir Israel akan dihancurkan. Namun ketika pagi tiba, saya menyadari bahwa orang-orang Arab sedang tidur nyenyak.”

Menteri Kehakiman dan Urusan Agama Israel saat ini, Yossi Beilin, mengomentari apa yang pernah dikatakan Meir. Bahwa saat ini apa yang dilakukan Israel mengarah ke pembangunan Temple Mount.

Ini menunjukkan bahwa pembakaran itu memang skenario Israel.

Menurut Beilin, yang juga lama bertugas di berbagai posisi di parlemen Israel Knesset dan di pos-pos pemerintah, adanya peristiwa tahun 1969 yang selalu diperingati orang-orang Yahudi, adalah untuk mengingatkan organisasi Yahudi pada salah satu tujuannya yakni pembongkaran semua bangunan Islam di Bukit Bait Suci.

Kuil Solomon

Jika ditelusuri, aksi itu jelas mengarah ke langkah untuk mempercepat pembangunan Kuil Solomon III. Ini seperti terungkap dalam sumber di Israel Today.

Api yang membakar Masjid Al-Aqsa lebih setengah abad lalu itu adalah insiden yang disengaja, dibuat dan direncanakan oleh pelaku yang disiapkan sesuai rencana Zionis.

Jika ditelusuri lagi ke belakang, aksi itu merupakan rangkaian tak terpisahkan dari upaya pertama adanya Deklarasi Balfour tahun 1917. Konsekwensi dari deklarasi itu adalah adanya orang-orang Yahudi yang mulai mengambil alih posisi Tembok Al-Buraq sebagai tempat untuk ritual mereka.

Upaya itu langsung mendapatkan respon tentangan dari umat Islam di Palestina yang kemudian melahirkan Revolusi Al-Buraq pada tanggal 23 Agustus 1929. Puluhan umat Islam gugur sebagai syuhada dan sejumlah besar orang Yahudi pun terbunuh.

Setelah pendudukan Yerusalem Timur pada tahun 1967, ambisi Israel di Al-Aqsa diperbarui dan dikonsolidasikan dengan api yang dinyalakan di dalamnya pada tanggal 21 Agustus 1969 tersebut.

Upaya berikutnya, pembongkaran lingkungan di sekitar Gerbang al-Maghariba, yang berdekatan dengan tembok barat Masjid Al-Aqsa, termasuk monumen, dan madrasah.

Pasukan Zionis juga meledakkan rumah-rumah yang mengelilingi tembok dan menggusur penghuninya, mengklaim bahwa area tembok itu milik orang Yahudi selama tiga ribu tahun.

Setelah merebut lingkungan al-Maghariba dan menghapus monumen dan bangunannya, penjajah Israel mendirikan alun-alun beraspal besar di depan Tembok Al-Buraq, untuk tempat mereka berkumpul  melakukan ritual di depannya.

Di alun-alun ini terdapat pintu pertama terowongan yang digali otoritas pendudukan sejajar dengan dinding barat Al-Aqsa, sepanjang sekitar 488 meter.

Al-Aqsa

Proyek pendudukan pasca pembakaran Al-Aqsha tahun 1969, hingga kini masih terus berlangsung melalui operasi penggalian di sembilan area di bawah Kota Tua, termasuk tiga titik penggalian persis di bawah Masjid Al-Aqsa.

Selanjutnya, sebagai bagian dari penyitaan kawasan Masjid Al-Aqsa, kota Yerusalem secara sistematis dikosongkan dari penduduk asli Yerusalem dan digantikan oleh orang-orang Yahudi pendatang, dengan menyita tanah dan harta benda dari penduduknya.

Maka kemudian dengan alasan adminsitrasi tanah, tidak ada izin mendidikan bangunan, dan berbagai alasan, warga Palestina diusik untuk diusir dari beberapa kawasan, seperti Sheikh Jarah, sekitar Masjid Ibrahimi, dan Yerusalem Timur.

Pendudukan melakukan tidak kurang dari 300 titik pembongkaran di Yerusalem dari 686 pembongkaran yang terjadi di tanah Tepi Barat sepanjang tahun 2019. Demikian laporan Quds Press.

Sementara 313 fasilitas Palestina dihancurkan selama paruh pertama tahun 2020, 54 persen di antaranya di Yerusalem dan Hebron.

Di antara rencananya untuk mengosongkan kota Yerusalem dari orang-orang Yerusalem adalah mengisolasi lingkungan Yerusalem melalui pembangunan tembok apartheid, di beberapa titik wilayah, seperti Al-Eizariya, Abu Dis, Al-Ram, dan Dahiyat Al-Bareed.

Selain itu juga dengan membangun permukiman Yahudi di sekitar kota Yerusalem yang diduduki secara melingkar, dan mencaploknya ke kota untuk mengintensifkan kehadiran Yahudi dan memberikan karakter Yahudi ke daerah tersebut.

Itu semua adalah untuk menerapkan rencana Yahudisasi Yerusalem Besar.

Perjuangan Terus Berlanjut

Menghadapi semua proyek yahudisasi itu, rakyat dan para pejuang Palestina selalu berusaha menggagalkannya dengan berbagai cara. Warga Palestina tetap saja berkunjung ke Al-Aqsa untuk mempertahankan masjid walau harus menghadapi barikade tentara pendudukan. Mereka berbondong-bondong turun ke gerbang pintu Al-Aqsa untuk memaksa pasukan pendudukan membuka pintunya dan menarik diri darinya dan sekitarnya.

Pergerakan demi pergerakan terus membara. Mulai dari Intifada Al-Aqsa (2000-2004), Global March to Jerusalem (2012), Jerusalem Uprising (2015-2017). Hingga Great March of Return (2019) dan Black Lives Matter Palestine (2020).

Pendudukan Israel tampaknya tidak dapat memberangus perjuangan rakyat dan bangsa Palestina, walaupun sudah mencoba membakar symbol suci perjuangan, Masjid Al-Aqsa.

Rakyat Palestina dengan gagah berani, maju tak gentar, mampu mengatasi tantangan dan mengirim pesan kepada pendudukan bahwa Al-Aqsa dan Yerusalem adalah garis merah yang tidak dapat dilintasi.

Kesatuan Umat Islam

Kini, semangat pergerakan perjuangan Al-Aqsa dan Palestina masih terus menyala, selama api pendudukan masih berlangsung. Bahkan dukungannya terus mengalir dari berbagai penjuru, baik dari kaum Muslimin khususnya maupun dunia pada umumnya.

Ya, seperti yang pernah dikatakan Imam Masjid Al-Aqsa, Syaikh Ikrimah Sabri, yang menegaskan bahwa adanya peringatan pembakaran Masjid Al-Aqsa menunjukkan api juang itu masih terus menyala hingga hari ini.

Api perjuangan itu tentu saja tidak akan padam selama masih ada kaum Muslimin yang memiliki kepedulian terhadap Masjid Al-Aqsa.

Dorongan keutamaan Masjid Al-Aqsa di dalam Al-Quran dan Al-Hadits, telah mendorong jiwa keimanan individu muslim untuk memuliakannya, mensucikannya dan membelanya sampai titik darah penghabisan.

Untuk itu, berbagai komponen kaum Muslimin hendaknya semakin fokus dan memprioritaskan pembebasan Al-Aqsa dalam pergerakannya. Termasuk tentu Organisasi Kerjasama Islam (OKI) sesuai dengan akta pendiriannya untuk pembebasan Al-Aqsa, dan tentu pergerakan Islam di manapun dan kapanpun.

Semua pergerakan itu akan menjadi efektif dan memiliki daya kekuatan eksplosif, manakala disatukan dalam satu kesatuan umat Islam, hidup berjama’ah yang terpimpin oleh seorang Imaam bagi kaum Muslimin.

Kaum Yahudi Zionis internasional tentu mengetahui betapa kekuatan kehidupan umat Islam jika berjama’ah, bersatu, saling kuat-menguatkan,saling bersaudara, tidak berpecah-belah, tidak mudah diadu-domba, di bawah kepemimpinan seorang Imaam, akan dapat mengalahkan mereka.

“Kekuatan Allah bersama Al-Jama’ah”, (yadullaah ma’al jamaa’ah). Begitu pesan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Allahu Akbar !! Al-Aqsa Haqquna !!! (A/RS2/P1 )

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.