Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kubur Tak Butuh Status, Tapi Amalan Tulus

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - Selasa, 3 Juni 2025 - 10:02 WIB

Selasa, 3 Juni 2025 - 10:02 WIB

17 Views

Ilustrasi

DI DUNIA ini, tak ada manusia yang abadi. Setinggi apapun jabatan, semewah apapun kendaraan, seluas apapun rumah yang ditinggali, semuanya akan sampai pada satu titik akhir: liang kubur. Saat seseorang wafat, tubuhnya dibaringkan di atas tanah, kain kafan menjadi satu-satunya pakaian terakhirnya.

Tak peduli siapa dia saat hidup—apakah seorang jenderal, pengusaha, tokoh ternama, atau orang biasa yang tak dikenal—semua akan merasakan dinginnya tanah, sunyinya alam kubur, dan datangnya malaikat yang bertanya tentang amal dan iman, bukan tentang status atau gelar.

Kubur tak akan bertanya seberapa banyak followers-mu di media sosial, tak akan peduli seberapa hits namamu disebut orang, tak tertarik pada berapa banyak harta yang kau tinggalkan. Yang ditanya adalah siapa Tuhanmu, apa agamamu, siapa nabimu, bagaimana amal ibadahmu, dan apa isi kitab sucimu.

Semua jawaban itu tak bisa direkayasa. Ia adalah cerminan dari amalan tulus selama hidup. Amalan yang lahir dari keikhlasan hati, bukan karena ingin dilihat, bukan karena ingin dipuji, bukan pula karena mengejar status sosial.

Baca Juga: Kata Situs Formula E tentang Jakarta

Manusia kadang terperangkap dalam gemerlap dunia yang fana. Kita berlomba-lomba menampilkan diri agar terlihat berhasil, hebat, dan dihormati. Tapi saat ruh lepas dari jasad, semua pencitraan itu luruh. Tidak ada yang bisa dibawa kecuali amal saleh.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim). Lihatlah, bukan pangkat atau jabatan yang disebutkan dalam hadis ini. Tapi amal. Hanya amal.

Kubur hanyalah tempat singgah sementara sebelum menuju akhirat. Tapi dari sanalah awal perjalanan menuju kampung abadi dimulai. Jika saat hidup kita menanam kebaikan, maka kubur akan menjadi taman dari taman-taman surga. Namun jika hidup dipenuhi keburukan, maka kubur akan menjadi lubang dari lubang-lubang neraka.

Di sanalah setiap manusia akan merasakan akibat dari apa yang telah diperbuatnya. Tak bisa menyuap malaikat. Tak bisa mencatut nama orang besar. Tak bisa menunjukkan kartu identitas VIP. Yang dihitung adalah ketulusan amal.

Baca Juga: Dari Bandung untuk Al-Aqsa, Tabligh Akbar Menyatukan Umat dalam Ukhuwah dan Perjuangan

Begitu banyak orang terjebak dalam hiruk pikuk mengejar popularitas dan kekuasaan, namun lupa bahwa usia terus berkurang setiap detik. Kita bangun pagi, berangkat kerja, mengejar target, memenuhi ambisi, tapi jarang bertanya dalam hati, “Sudahkah aku menyiapkan bekal untuk kematian?” Pertanyaan itu seringkali diabaikan, seolah hidup ini milik kita selamanya. Padahal, setiap hari adalah langkah menuju kubur. Tak seorang pun tahu, apakah malam ini adalah malam terakhirnya.

Amalan tulus itu tidak harus besar. Tidak harus spektakuler. Kadang ia sesederhana menyingkirkan duri di jalan, memberi makan kucing yang kelaparan, tersenyum kepada sesama, atau menyapa dengan hangat. Tulus bukan soal banyaknya, tapi soal hatinya. Sebuah amal kecil yang dilakukan dengan hati yang ikhlas, bisa lebih berat timbangannya di sisi Allah dibanding amal besar yang dibumbui riya dan ujub.

Di sisi lain, betapa banyak orang yang dermawan, tapi hanya demi nama. Mendirikan masjid, tapi menulis namanya besar-besar di pintu gerbang. Bersedekah, tapi memamerkan jumlahnya di media sosial. Membantu orang, tapi berharap dibalas pujian. Semua itu mungkin mendapat aplaus di dunia, tapi bisa jadi tak bernilai di akhirat. Sebab kubur tak butuh publikasi, hanya menanti amal yang tulus murni karena Allah.

Jika hari ini kita diberi kesempatan hidup, itu bukan sekadar waktu kosong. Itu adalah karunia, peluang emas untuk menyiapkan bekal. Gunakan setiap nafas sebagai investasi akhirat. Jangan tunggu tua untuk beramal. Jangan tunggu kaya untuk berbagi. Jangan tunggu luang untuk beribadah.

Baca Juga: 5 Adab Mulia yang Harus Diketahui Peserta Tabligh Akbar

Kematian tidak kenal usia. Banyak orang muda yang dikubur sebelum sempat meraih impian. Banyak orang sehat yang dikubur sebelum sempat pensiun. Jangan tertipu dengan ilusi “masih lama”. Kita tak pernah tahu detik terakhir kita.

Renungkanlah sejenak. Bila suatu saat nanti tubuh kita terbujur kaku, siapa yang akan menangisi kita? Berapa lama mereka akan mengingat kita? Dalam seminggu, sebulan, setahun? Lalu semua kembali sibuk dengan hidup mereka masing-masing. Maka satu-satunya yang tak pernah meninggalkan kita adalah amal. Dialah sahabat sejati di kubur. Dialah penerang di kegelapan. Dialah jawaban saat kita ditanya. Dialah yang menentukan bahagia atau sengsara.

Jangan menunda-nunda kebaikan. Jangan meremehkan amalan kecil. Jangan pula menilai orang dari statusnya di dunia. Banyak orang yang terlihat biasa, tapi di sisi Allah sangat mulia karena amalnya yang tersembunyi. Mereka mungkin tak dikenal di bumi, tapi namanya harum di langit. Karena mereka lebih sibuk memperbaiki diri daripada mempercantik citra.

Maka mari mulai hari ini, kita memperbanyak amal dengan niat yang benar. Jadikan setiap aktivitas sebagai ladang pahala. Bekerja dengan jujur adalah amal. Menunaikan salat tepat waktu adalah amal. Menahan amarah adalah amal. Memaafkan orang yang menyakiti kita adalah amal. Menjadi orang baik dalam diam, tanpa pamrih, itu adalah amal yang luar biasa.

Baca Juga: Zionis Manfaatkan Serangannya ke Iran untuk Tutup Masjid Al-Aqsa

Jangan khawatir jika kebaikanmu tidak dilihat manusia. Allah Maha Melihat. Ia mencatat semua, bahkan yang tak terlihat oleh mata manusia. Amalan tulus akan tumbuh menjadi cahaya di alam kubur. Dan kelak, menjadi bukti di hadapan Allah saat setiap manusia menghadap-Nya seorang diri.

Saat semua yang kita banggakan ditinggal di dunia—rumah, kendaraan, baju, jabatan, dan pengikut—maka hanya amal yang mengikuti ke liang lahat. Kubur itu sempit, gelap, dan sunyi. Tapi bisa terasa luas dan terang, jika hati kita selama hidup bersinar dengan keikhlasan. Jadilah orang yang sibuk memperbanyak amal tulus, bukan mempertebal status.

Sebab kubur tak butuh status, tapi amalan tulus. Maka siapkan dari sekarang, karena hari esok belum tentu datang.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Mengapa Israel Nekat Menyerang Iran?

 

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Tausiyah
Khadijah
MINA Preneur
Kolom
Kolom