KITA sering mendengar istilah “makan sebelum lapar, berhenti sebelum kenyang”—sebuah nasihat emas dari Rasulullah SAW. Tapi kenyataannya, kita justru makan saat bosan, ngemil saat stres, dan berhenti kalau perut benar-benar sesak. Sunnah ini bukan sekadar etika makan, tapi kunci kesehatan yang sudah terbukti ilmiah. Sayangnya, banyak yang tahu tapi tetap tergoda oleh porsi besar dan diskon all-you-can-eat.
Rasulullah biasa berpuasa sunnah, seperti Senin-Kamis dan puasa Ayyamul Bidh. Ini bukan hanya latihan spiritual, tapi juga detoks tubuh yang terbukti menyehatkan. Ilmu modern menyebutnya “intermittent fasting”, tapi umat Islam malah malas melakukannya. Ironisnya, kita lebih percaya tren luar negeri daripada sunnah Nabi sendiri.
Minum sambil duduk, dengan tiga kali tegukan, adalah kebiasaan Rasul yang terlihat sepele tapi penuh hikmah. Ini bukan ritual kaku, tapi cara menjaga lambung dan aliran pernapasan tetap sehat. Tapi lihatlah zaman sekarang, orang minum kopi sambil jalan, minum teh sambil marah, bahkan minum soda sambil tiduran. Sunnah ditinggalkan, gaya hidup barat dijadikan panutan.
Rasulullah juga senang berjalan kaki, bahkan beliau naik kuda dan memanah sebagai bentuk olahraga. Tapi sekarang, berjalan 100 meter saja kita sudah cari motor. Olahraga dianggap beban, padahal tubuh ini butuh gerak agar tak cepat rusak. Kita ingin sehat, tapi tak ingin repot seperti Rasulullah.
Baca Juga: Sakit Bukan Selalu Takdir, Tapi Gaya Hidup yang Diabaikan
Tidur malam lebih awal dan bangun sebelum Subuh adalah pola hidup Nabi yang luar biasa. Tapi kita lebih akrab dengan scroll media sosial sampai dini hari dan bangun kesiangan. Sunnah ini ditinggalkan dengan dalih “zaman sudah beda”, padahal penyakit makin merajalela. Jangan salahkan usia, kalau pola tidur kita seperti kelelawar.
Rasulullah juga menjaga emosi, tidak mudah marah, dan banyak tersenyum. Karena kesehatan mental berpengaruh besar pada fisik. Tapi hari ini, stres jadi tren, overthinking dianggap biasa, dan senyum dianggap basa-basi. Padahal banyak penyakit yang lahir dari hati yang tak pernah tenang.
Makan makanan halal dan thayyib adalah prinsip dasar Rasul dalam menjaga kesehatan. Bukan sekadar halal labelnya, tapi juga baik kandungannya. Tapi kita sibuk memburu rasa, tanpa peduli zat aditif dan bahan kimia di dalamnya. Sunnah bukan lagi panduan, tapi dianggap pilihan opsional.
Sungguh, sunnah Rasul bukan teori kosong atau kebiasaan kuno. Di dalamnya ada ilmu, cinta, dan rahmat Allah bagi hamba-Nya. Kalau mau sehat, kembalilah kepada teladan terbaik sepanjang masa: Nabi Muhammad SAW. Jangan sampai kita baru menghargai sunnah saat tubuh mulai protes, dan kesehatan mulai sirna.[]
Baca Juga: Menjaga Kesehatan Reproduksi Secara Islami dan Alami
Mi’raj News Agency (MINA)