Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Santri AGA Nurul Bayan Kibarkan Merah Putih dan Palestina di Puncak Cakra

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 6 menit yang lalu

6 menit yang lalu

7 Views

Santri Tahfidz Qur'an AGA NB kibarkan bendera Merah Putih dan Palestina di puncak Gunung Cakra (foto: Firman)

SUBUH yang hening menjadi saksi keberangkatan para santri tahfidz Qur’an dari Akademi Guru Al-Qur’an (AGA) Nurul Bayan Cintabakti Mekarwangi Majalengka. Usai menunaikan shalat berjamaah, mereka melangkah penuh keyakinan menuju kaki Gunung Cakra. Bukan sekadar mendaki, tetapi membawa misi suci: mengibarkan bendera merah putih dan Palestina dalam rangka HUT RI ke-80.

Gunung Cakra, yang menyimpan sejarah panjang perjuangan dan konflik. Kini, gunung yang sama dipilih oleh para penjaga Qur’an untuk menorehkan kisah baru: perjuangan dengan dzikir, doa, dan cinta tanah air. Dari sejarah kelam menuju cahaya harapan.

Setiap langkah pendakian adalah doa. Nafas yang terengah-engah berpadu dengan lantunan ayat suci yang terus dihafal. Al-Qur’an yang tersimpan di hati menjadi bekal terindah, membuat perjalanan yang berat terasa ringan, dan menjadikan ketinggian sebagai ladang dzikir.

Tiba di puncak, udara segar menerpa wajah mereka. Di hadapan hamparan awan dan cahaya matahari yang mulai menyinari bumi, mereka berdiri tegak mengibarkan bendera merah putih. Sebuah simbol kemerdekaan yang diraih dengan darah para pahlawan, kini diteruskan dengan semangat ilmu dan iman.

Baca Juga: Sejarah, Islam dan Budaya Masyarakat Kazakhstan: Abai sebagai Inspirasi Bangsa

Di samping merah putih, berkibar pula bendera Palestina. Kedua bendera itu melambai bersama angin, seolah berbicara dalam bahasa persaudaraan. Pesan mereka jelas: kemerdekaan Indonesia adalah nikmat, dan kemerdekaan Palestina adalah doa yang terus menggema dari hati umat Islam.

Momen itu menghadirkan keharuan. Beberapa santri meneteskan air mata, bukan karena lelah, melainkan karena kesadaran bahwa mereka sedang menorehkan sejarah. Gunung Cakra menjadi saksi bisu, bahwa cinta tanah air dan cinta sesama umat tidak pernah padam.

Di atas puncak, mereka berdoa untuk negeri. Semoga Indonesia tetap kokoh dalam persatuan dan keberkahan. Mereka juga berdoa untuk Palestina, agar segera terbebas dari penjajahan dan dapat merasakan manisnya kemerdekaan sebagaimana Indonesia pernah merasakannya.

Pendakian ini bukan sekadar ekspedisi fisik, melainkan perjalanan spiritual. Dari kaki gunung hingga puncak, mereka belajar arti sabar, ukhuwah, dan pengorbanan. Mereka menyadari, kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari kemalasan, kebodohan, dan kelalaian terhadap Allah.

Baca Juga: Selat Hormuz: Urat Nadi Energi Dunia dari Jantung Teluk Persia

Gunung yang dulu menjadi basis perjuangan bersenjata kini menjadi simbol perjuangan ilmu. Para santri tahfidz ingin menegaskan bahwa zaman telah berubah: kini saatnya melanjutkan perjuangan dengan Qur’an, dengan akhlak, dan dengan kontribusi nyata bagi bangsa dan umat.

Ketika mereka turun dari puncak, hati mereka penuh rasa syukur. Mereka membawa pulang bukan hanya kenangan, tetapi juga tekad baru: menjadi generasi Qur’ani yang menjaga Indonesia tetap merdeka dengan iman, dan tetap berpihak pada Palestina dengan doa dan dukungan. Itulah hadiah terbaik mereka di HUT RI ke-80.

Gunung Cakrabuana, Dari Basis DI/TII Hingga Destinasi Pendakian

Gunung Cakrabuana, atau sering disebut Gunung Cakra, adalah salah satu gunung ikonik di Jawa Barat yang terletak di antara tiga kabupaten utama, yaitu Majalengka, Garut, dan Tasikmalaya. Dengan ketinggian sekitar 1.700-an mdpl, gunung ini menawarkan keindahan hutan tropis yang masih asri dan jalur pendakian yang menantang, menjadikannya tujuan favorit bagi para petualang yang mencari ketenangan sekaligus keindahan alami.

Baca Juga: [POPULER MINA] Perang Iran-Israel Memanas dan Masjid Al-Aqsa di Tutup

Namun, Gunung Cakrabuana tidak hanya menyimpan pesona alam, tetapi juga menyimpan jejak sejarah yang kelam dan heroik. Gunung ini pernah menjadi salah satu basis penting pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Medannya yang berupa pegunungan terjal dan lereng hutan lebat membuat pasukan pemberontak sulit dikalahkan, hingga memaksa pemerintah saat itu melakukan operasi militer besar-besaran.

Pada masa perang kemerdekaan, kawasan Cakrabuana juga memiliki peran penting sebagai jalur utama Long March Divisi Siliwangi menuju Yogyakarta, serta jalur kepulangan mereka dari Yogyakarta ke Jawa Barat. Dengan letak strategisnya, tidak mengherankan jika kawasan ini menjadi titik krusial dalam sejarah perjuangan bangsa.

Di sinilah terjadi pertempuran sengit antara pasukan TNI Siliwangi melawan pemberontak DI/TII. Banyak prajurit TNI yang gugur, terutama mereka yang baru kembali dari Yogyakarta. Pertempuran itu meninggalkan luka sejarah yang dalam, menjadi pengingat bahwa kemerdekaan dan persatuan bangsa tidak diraih dengan mudah.

Salah satu operasi militer besar yang digelar untuk menumpas pemberontakan DI/TII di kawasan ini dikenal dengan nama Operasi Pagar Betis. Operasi tersebut melibatkan rakyat yang dikerahkan bersama TNI untuk mengepung dan mempersempit ruang gerak pasukan DI/TII di lereng-lereng Gunung Cakrabuana. Strategi ini akhirnya berhasil memperlemah kekuatan pemberontak yang sempat bertahun-tahun bercokol di kawasan ini.

Baca Juga: Semarak Bazar Tabligh Akbar: Ragam Stand, Ragam Keberkahan

Kini, Gunung Cakrabuana tak lagi menjadi markas perlawanan bersenjata. Gunung ini justru menjadi saksi bisu atas perjalanan sejarah bangsa, sekaligus menawarkan kedamaian melalui panorama alamnya. Dengan hutan tropis yang lebat dan udara sejuk yang menenangkan, Cakrabuana telah bertransformasi menjadi destinasi wisata alam yang layak dikunjungi.

Secara geografis, Gunung Cakrabuana juga memiliki posisi unik karena berada di tapal batas lima kabupaten sekaligus: Garut (Malangbong), Tasikmalaya (Pagerageung), Majalengka (Lemahsugih), Sumedang (Wado), dan Ciamis. Letak ini semakin menegaskan pentingnya gunung ini, baik secara historis maupun geografis.

Hari ini, setiap langkah pendaki yang menapaki jalurnya seakan menyusuri jejak panjang sejarah perjuangan dan konflik. Di balik rimbunnya hutan dan sejuknya udara, Gunung Cakrabuana menyimpan kisah tentang darah, air mata, dan pengorbanan demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Dari Pusdai untuk Al-Aqsa: Seruan Ukhuwah Umat Islam Menggema di Jawa Barat

Rekomendasi untuk Anda