Nice, MINA – Berkembang persepsi di negara-negara Barat tentang Muslim yang sering dikaitkan dengan terorisme dan ekstremisme. Padahal 80% dari korban teror di seluruh dunia adalah Muslim, kata kepala sebuah LSM Perancis, Kamis (21/1).
“Muslim adalah yang pertama menderita dari serangan teroris. Penting untuk diingat di Eropa karena diasumsikan bahwa teroris adalah Muslim dan korbannya adalah non-Muslim. Namun, ini tidak benar,” ujar Guillaume Denoix de Saint Marc, Direktur Eksekutif Association Française des Victimes du Terrorisme (Asosiasi Korban Terorisme Perancis).
Ia katakan itu menjelang Kongres Internasional ke-8 untuk Korban Terorisme, sebagaimana dilaporkan oleh Anadolu Agency (AA).
Orang-orang dari seluruh dunia yang hidupnya telah dipengaruhi oleh terorisme berkumpul kemarin di kota Nice, Perancis. Banyak orang dari komunitas Muslim diundang ke kongres untuk menunjukkan Muslim juga menderita perlakuan tidak adil, kata Saint March.
Baca Juga: Diplomat Rusia: Assad dan Keluarga Ada di Moskow
Perancis memiliki minoritas Muslim terbesar di Eropa, diperkirakan 5 juta orang atau lebih dari populasi 67 juta. Menyusul gelombang serangan militan sejak 2015, para pejabat mendesak orang-orang untuk tidak membingungkan tindakan individu yang diradikalisasi dengan tindakan Muslim Perancis, tetapi kekerasan anti-Islam terus meningkat.
Sebuah laporan Europol telah menunjukkan, berbeda dengan representasi media, lebih dari 99% serangan teroris di Eropa dari 2006 hingga 2009, pada kenyataannya, dilakukan oleh non-Muslim.
Komunitas Muslim di dunia telah mengalami banyak serangan kebencian dalam beberapa tahun terakhir dengan banyak menyalahkan lonjakan wacana anti-Muslim yang ada di media dan didukung oleh politisi.
Serangan teror di masjid Christchurch, Selandia Baru, menjadi contoh terbaru dari pertumbuhan terorisme sayap kanan, sebuah ancaman global yang terkenal. Politik ekstremis, termasuk ekstrimis nasionalis dan politik supremasi kulit putih yang tampaknya menjadi inti dari serangan teror terbaru terhadap Muslim di Selandia Baru, telah menjadi bagian dari politik sehari-hari sejak lama.
Baca Juga: Penulis Inggris Penentang Holocaust Kini Kritik Genosida Israel di Gaza
Bangkitnya ekstremisme global, dengan berkembangnya hak di Eropa dan pandangan Presiden AS Donald Trump dan alt-right di Amerika, telah memberanikan calon teroris.
Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Kantor untuk Lembaga Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (ODIHR) awal bulan ini, Muslim sering digambarkan sebagai kelompok monolitik dan terkait dengan terorisme dan ekstremisme.
Serangan terhadap masjid umumnya dilaporkan pada hari Jumat dan hari libur keagamaan, kata laporan itu, menambahkan masjid, pusat komunitas, dan rumah keluarga Muslim juga menjadi target, serta wanita yang mengenakan jilbab.
Sebagian besar kejahatan yang bermotivasi bias tidak dilaporkan karena banyak korban tidak melapor ke polisi karena mereka ragu pihak berwenang akan mengambil tindakan, tambah laporan itu. (T/R11/RI-1)
Baca Juga: Polandia Komitmen Laksanakan Perintah Penangkapan Netanyahu
Mi’raj News Agency (MINA)