DARI Jepang ke Palestina, dehumanisasi korban kekerasan imperialis Amerika Serikat telah memungkinkan pembunuhan massal terulang.
“Jangan sampai terulang di Gaza,” seru para pengunjuk rasa di Hiroshima, dengan membawa spanduk “Bebaskan Palestina” melewati Kubah Bom Atom, Rabu (6/8), dalam peringatan 80 tahun setelah ledakan yang menghantam kota tersebut, pada 6 Agustus 1945.
Pada hari yang sama, ketika Hiroshima memperingati pengeboman Herosima, anggota Kongres AS dari Partai Republik, Randy Fine, muncul di Fox News untuk mengusulkan agar senjata nuklir dijatuhkan di Gaza.
Terlepas dari sejarah pernyataannya yang menghasut dan ekstremis, ia bukanlah politisi AS pertama yang membuat pernyataan seperti itu.
Baca Juga: Ketika Setia Dianggap Kuno dan Selingkuh Dianggap Wajar
Setahun sebelumnya, pada 21 Maret 2024, anggota Kongres dari Partai Republik, Tim Walberg, juga mengusulkan untuk menjatuhkan senjata nuklir di Gaza, “seperti Nagasaki dan Hiroshima”.
Pada bulan November sebelumnya, kurang dari sebulan setelah Israel memulai serangannya pada 7 Oktober 2023, Menteri Warisan Budaya Amichay Eliyahu, dari Partai Kekuatan Yahudi, mengatakan pada sebuah stasiun radio berbahasa Ibrani bahwa bom nuklir harus dijatuhkan di Gaza.
Beberapa komentator Israel memperingatkan bahwa seruan untuk “menghantam Gaza dengan nuklir” berisiko memicu kemarahan internasional dan merusak kebijakan ambiguitas nuklir Israel yang telah lama berlaku.
Setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menskorsnya dari rapat kabinet dan secara terbuka membantah pernyataan tersebut, Eliyahu mengklaim bahwa kata-katanya hanyalah “metafora”.
Baca Juga: Abolisi Tom dan Amnesti Hasto, Jalan Prabowo Menuju Rekonsiliasi
Sejak Israel melancarkan perang genosida di Gaza, perbandingan dengan pengeboman atom Hiroshima pada 6 Agustus 1945, dan Nagasaki yang terjadi tiga hari kemudian pada 9 Agustus 1945, telah disinggung oleh berbagai tokoh.
Kemarahan warga di Jepang, sentimen anti-perang dan pro-Palestina telah melonjak.
Tahun 2024, Nihon Hidankyo, kelompok yang mewakili para penyintas bom atom (Hibakusha) yang masih hidup, memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian.
Salah satu pemimpinnya, Toshiyuki Mimaki, mengatakan bahwa para pekerja bantuan di Gaza justru yang pantas menerima penghargaan tersebut.
Baca Juga: Persatuan Faksi-Faksi Jalan Menuju Kemerdekaan Palestina
Awal tahun 2024, Wali Kota Nagasaki menolak mengundang duta besar Israel ke peringatan kota tersebut, meskipun ada kritik publik dari kedutaan besar Israel dan para pendukungnya.
Mobilisasi pro-Palestina di Jepang tidak terbatas pada masyarakat sipil.Pada Juli 2025, Reiwa Shinsengumi, partai populis sayap kiri mengatakan penentangannya secara eksplisit terhadap Zionisme dan dukungan terhadap hak-hak Palestina.
Setelah hampir dua tahun genosida yang disiarkan langsung, respons Jepang membawa resonansi historis yang istimewa. Di negara yang masih menyimpan kenangan akan kehancuran akibat perang nuklir, seruan-seruan spontan untuk melenyapkan Gaza mencerminkan logika pemusnahan yang sama.
Pengakuan ini datang dari para penyintas kehancuran massal, yang telah berdiri di depan umum bersama warga Palestina di Gaza.
Baca Juga: Fakta Krusial Peran Presiden Palestina di Konflik Gaza: Otoritas dan Keterbatasan
Seruan terbuka pada 80 tahun peringatan pengeboman Hiroshima, mengingatkan agar jangan sampai terulang di Palestina melalui pengeboman dan kelaparan yang disengaja.
Peringatan Hiroshima mengungkapkan betapa sedikitnya yang telah dipelajari, dan betapa kekerasan semacam itu telah dinormalisasi.
Memori Hiroshima dihidupkan kembali melalui gambar-gambar mengerikan yang muncul dari Gaza, seperti bayi-bayi kurus kering, anak-anak yang dibakar, dimutilasi, dan dibantai oleh persenjataan yang dipasok AS, serta wilayah yang hancur menjadi puing-puing.
Jangan sampai kehancuran besar-besaran di Hiroshima dan Nagasaki terulang kembali di Gaza, dan di seluruh dunia. []
Baca Juga: Di Mana Presiden Palestina Saat Genosida Terjadi di Gaza?
Sumber: Middle East Eye
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Rumah Ramah Gempa, Ikhtiar Membangun Hunian Aman di Negeri Rawan Bencana