Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Sahabat asal Ansar dari suku Khajraj ini termasuk orang yang memeluk agama Islam dari sejak dini yang merupakan salah seorang pimpinan dalam baiat Akabah. Berliau ini sempat mengikuti perang Badar dan peperangan-peperangan sesudah itu, akhirnya beliau meninggal dalam perang Muktah.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sedang duduk di suatu tempat dataran tinggi kota Mekah, menghadapi para utusan yang datang dari kota Madinah, dengan bersembunyi-sembunyi dari kaum Quraisy. Mereka yang datang ini terdiri dari duabelas orang utusan suku atau kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Kaum Anshar.
Mereka sedang dibai’at Rasul (diambil Janji sumpah setia) yang terkenal pula dengan nama Bai’ah Al-Aqabah al-Ula (Aqabah pertama). Merekalah pembawa dan penyi’ar IsIam pertama ke kota Madinah, dan bai’at merekalah yang membuka jalan bagi hijrah Nabi beserta pengikut beliau, yang kemudian, membawa kemajuan pesat bagi Agama Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Islam. Salah satu dari utusan yang dibai’at Nabi itu, adalah Abdullah bin Rawahah.
Baca Juga: Pangeran Diponegoro: Pemimpin Karismatik yang Menginspirasi Perjuangan Nusantara
Pada tahun berikutnya, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam membai’at lagi tujuhpuluh tiga orang Anshar dari penduduk Madinah pada bai’at ‘Aqabah kedua, di mana Abdulah Ibnu Rawahah ini pun termasuk salah seorang utusan yang dibai’at itu.
Kemudian sesudah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersama shahabatnya hijrah ke Madinah dan menetap di sana, maka Abdullah bin Rawahahlah yang paling banyak usaha dan kegiatannya dalam membela agama dan mengukuhkan sendi-sendinya. Ialah yang paling waspada mengawasi sepak terjang dan tipu muslihat Abdulla bin Ubay (pemimpin golongan munafik).
Abdullah bin Ubay oleh penduduk Madinah telah dipersiapkan untuk diangkat menjadi raja sebelum Islam hijrah ke sana. Ia tak putus-putusnya berusaha menjatuhkan Islam dengan tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan yang ada. Berkat kesiagaan Abdullah bin Rawahah yang terus-menerus mengikuti dan mengawasi gerak-gerik Abdullah bin Ubay dengan cermat, maka gagalah usahanya, dan maksud-maksud jahatnya terhadap Islam dapat dipatahkan.
Penulis dan penyair
Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat
Ibnu Rawahah adalah seorang penulis yang tinggal di suatu lingkungan yang langka degan kepandaian tulis baca. Ia juga seorang penyair yang lancar, untaian syair-syairnya meluncur dari lidahnya dengan kuat dan indah didengar.
Semenjak ia memeluk Islam, dibaktikannya kemampuannya bersyair itu untuk mengabdi bagi kejayaan Islam …..Dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyukai dan menikmati syair-syairnya dan sering beliau minta untuk lebih tekun lagi membuat syair.
Peperangan
Balatentara Islam maju bergerak ke medan perang muktah. Sewaktu orang-orang Islam dari kejauhan telah dapat melihat musuh-musuh mereka, mereka memperkirakan besarnya balatentara Romawi sekitar duaratus ribu orang …, karena menurut kenyataan barisan tentara mereka seakan tak ada ujung alhir dan seolah-olah tidak terbilang banyaknya ….!
Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia
Orang-orang Islam melihat jumlah mereka yang sedikit, lalu terdiam …dan sebagian ada yang menyeletuk berkata : “Baiknya kita kirim utusan kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, memberitakan jumlah musuh yang besar. Mungkin kita dapat bantuan tambahan pasukan, atau jika diperintahkan tetap maju maka kita patuhi”.
Tetapi Ibnu Rawahah, bagaikan datangnya singa bangun berdiri di antara barisan pasukan-pasukannya, lalu berucap : “Saudara-saudara sekalian! Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesungguhnya kita berperang melawan musuh-musuh kita bukan berdasar bilangan, kekuatan atau banyaknya jumlah Kita tidak memerangi memerangi mereka, melainkan karena mempertahankan Agama kita ini, yang dengan memeluknya kita telah dimuliakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala… ! Ayolah kita maju ….! Salah satu dari dua kebaikan pasti kita capai, kemenangan atau syahid di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala… !”
Dengan bersorak-sorai Kaum Muslimin yang sedikit bilangannya tetapi besar imannya itu menyatakan setuju. Mereka berteriak : “Sungguh, demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, benar yang dibilang Ibnu Rawahah.. !”
Demikianlah, pasukan terus ke tujuannya, dengan bilangan yang jauh lebih sedikit menghadapi musuh yang berjumlah 200.000 yang berhasil dihimpun orang Romawi untuk menghadapi suatu peperangan dahsyat yang belum ada taranya.
Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia
Kedua pasukan balatentara itu pun bertemu, lalu berkecamuklah pertempuran di antara keduanya. Pemimpin yang pertama Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid yang mulia, disusul oleh pemimpin yang kedua Ja’far bin Abi Thalib, hingga ia memperoleh syahidnya pula dengan penuh kesabaran, dan menyusul pula sesudah itu pemimpin yang ketiga ini, Abdullah bin Rawahah.
Pemegang panji setelah Ja’far
Di kala itu ia memungut panji perang dari tangan kanannya Ja’far, sementara peperangan sudah mencapai puncaknya. Hampir-hampirlah pasukan Islam yang kecil itu, tersapu musnah di antara pasukan-pasukan Romawi yang datang membajir laksana air bah, yang berhasil dihimpun oleh Heraklius untuk maksud ini.
Ketika ia bertempur sebagai seorang prajurit, ibnu Rawahah ini menerjang ke muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah menjadi panglima seluruh pasukan yang akan dimintai tanggung jawabnya atas hidup mati pasukannya, demi terlihat kehebatan tentara romawi seketika seolah terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap, kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekuatannya dan melenyapkan semua kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru :
Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya
“Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga
Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga …..
Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati
Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti …….
Tibalah waktunya apa yang engkau idam-idamkan selama ini
Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!”
(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja’far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada).
Wafatnya
“Jika kamu berbuat seperti keduanya, itulah ksatria sejati…..!” Ia pun maju menyerbu orang-orang Romawi dengan tabahnya …… Kalau tidaklah taqdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke syurga, niscaya ia akan terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah besar dari mereka …. Tetapi waktu keberangkatan sudah tiba, yang memberitahukan awal perjalananya pulang ke hadirat Alloh, maka naiklah ia sebagai syahid…..
Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia
Jasadnya jatuh terkapar, tapi rohnya yang suci dan perwira naik menghadap Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Tinggi, dan tercapailah puncak idamannya : “Hingga dikatakan, yaitu bila mereka meliwati mayatku: Wahai prajurit perang yang dipimpin Alloh Subhanahu wa Ta’ala, dan benar ia telah terpimpin!” “Benar engkau, ya Ibnu Rawahah….! Anda adalah seorang prajurit yang telah dipimpin oleh Alloh…..!”
Selagi pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa’ di Syam, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam sedang duduk beserta para shahabat di Madinah sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi terdiam, kedua matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatuh disebabkan rasa duka dan belas kasihan … !
Seraya memandang berkeliling ke wajah para shahabat dengan pandangan haru, beliau berkata : “Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid ….. Kemudian diambil alih oleh Ja’far, dan ia bertempur pula bersamanya sampai syahid pula ….”. Be!iau berdiam sebentar, lalu diteruskannya ucapannya: “Kemudian panji itu dipegang oleh Abdulah bin Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia·pun syahid pula”.
Kemudian Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan kegembiraan, ketentraman dan kerinduan, lalu katanya pula :
Baca Juga: Suyitno, Semua yang Terjadi adalah Kehendak Allah
“Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku ke syurga. Perjalanan mana lagi yang lebih mulia. Kesepakatan mana lagi yang lebih berbahagia. Mereka maju ke medan laga bersama-sama. Dan mereka naik ke syurga bersama-sama pula ….Dan penghormatan terbaik yang diberikan untuk mengenangkan jasa mereka yang abadi, ialah ucapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam yang berbunyi : “Mereka telah diangkatkan ke tempatku ke syurga.”
Abdullah bin Rawahah wafat pada tahun 8 H. Semoga kaum muslimin bisa memetik hikmah di balik perjalanan hidupnya yang mulia.(A/RS3/P1)
(Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya).
Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan