ABU Salim Mahmudi lahir pada tahun 1922 di Desa Meunasah Serba Kecamatan Jaya, Aceh Jaya, dari keluarga yang mencintai agama. Semenjak kecil Abu Salim Mahmudi telah diajarkan oleh orang tuanya dengan dasar-dasar keilmuan Islam.
Semenjak kecil pula ia telah mulai belajar kepada pemuka ulama Lamno Aceh Jaya yaitu Teungku Syekh Haji Aidarus bin Teungku Haji Sulaiman atau dikenal dengan sebutan Abu Mesjid Sabang Lamno.
Teungku Syekh Haji Aidarus merupakan ulama yang pernah belajar di Mekkah kepada para ulama Mekkah, juga murid dari ulama pejuang Teungku Chik Ahmad Buengcala yang merupakan sahabat Teungku Chik Di Tiro. Syekh Aidarus murid terakhir dari Teungku Chik Ahmad Buengcala, karena setelah mengijazahkan berbagai ilmu kepada Syekh Aidarus muda, Teungku Chik Ahmad Buengcala syahid dalam pertempuran melawan penjajah Belanda di wilayah Tangse.
Di antara murid-murid Teungku Chik Ahmad Buengcala adalah Teungku Chik Abbas Lambirah dan Teungku Chik Jeurela, dua orang ulama kakak-adik, yang keduanya adalah anak dari Teungku Chik Muhammad Lambirah Pendiri Dayah Lambirah di Kecamatan Suka Makmur Aceh Besar.
Baca Juga: Abu Tumin, Ulama Kharismatik Aceh
Selain belajar kepada Teungku Chik Ahmad Buengcala, Syekh Aidarus juga pernah berguru kepada Teungku Haji Muhammad Arif salah seorang ulama yang dikenal ahli dalam ilmu fikih dan ilmu nahwu, sehingga kemampuan dalam dua bidang ilmu tersebut juga diturunkan kepada para murid dari Syekh Aidarus, salah satunya Abu Salim Mahmudi.
Abu Haji Salim Mahmudi lahir pada tahun 1922, sedangkan Syekh Aidarus atau Abu Sabang Lamno wafat pada tahun 1953 dalam usia yang sepuh. Karena diperkirakan Abu Sabang Lamno lahir di atas tahun 1860-an sebaya dengan Abu Meunasah Kumbang murid dari Teungku Chik Pantee Geulima.
Ulama lainnya seperti Teungku Chik Abbas Lambirah lahir pada tahun 1870, Teungku Chik Lamjabat 1872, Tuwanku Raja Keumala 1877, Teungku Haji Muhammad Hasan Kruengkalee 1886, Teungku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri 1888, Teungku Haji Muhammad Shaleh Lambuk 1890, Teungku Haji Muhammad Ali Lampisang Siem 1891, Teungku Syech Mahmud Lhoknga 1899 dan lain-lain. Melihat kepada tahun kelahiran tersebut, maka Teungku Syekh Aidarus termasuk lebih tua dari para ulama besar tersebut.
Dalam usia sepuhnya Teungku Syekh Aidarus sangat menyayangi Abu Salim Mahmudi, karena Abu Salim yang sering memijit kepala Abu Sabang Lamno dan mengisi air di bak mandi beliau. Sehingga Abu Sabang Lamno mendoakan berbagai kebaikan untuk muridnya tersebut. Selain Abu Salim Mahmudi, murid yang dekat dengan Abu Sabang Lamno adalah murid dan sekaligus keponakannya yaitu Abu Muhammad Darimi yang juga sebagai pelanjut Dayah Bustanul Aidarusiyah yang dibangun oleh Abu Sabang Lamno.
Baca Juga: James Balfour, Arsitek Kejahatan Politik yang Membawa Sengsara Tanah Palestina
Selain belajar kepada Abu Sabang Lamno, Abu Salim Mahmudi juga pernah menerima berbagai ijazah Tarekat dan Hizib-hizib dari Teungku Syekh Muhammad Hasan Kruengkalee pemimpin Dayah Siem Krueng Kalee. Karena Abu Kruengkalee memiliki sanad yang tersambung ke Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dari Syekh Sayyid Ahmad Bakhri Syatta.
Melihat ke sanad dari jalur Syekh Sayyid Ahmad Bakhri Syatta ada ulama kharismatik lainnya yang memiliki jalur yang sama yang berasal dari Samalanga yaitu Teungku Syekh Hanafiyah Abbas. Syekh Sayyid Ahmad Bakhri Syatta ini adalah anak dari pengarang kitab Hasyiah I’anatuththalibin Sayyid Bakhri Syatta yang merupakan guru utama Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.
Berbagai sanad, hizib dan tarekat diijazahkan oleh Abu Kruengkalee kepada Abu Salim Mahmudi. Dan Abu Salim Mahmudi pun secara konsisten mengamalkan setiap apa yang diijazahkan oleh Abu Syekh Haji Hasan Kruengkalee tersebut. Bahkan menjelang wafatnya, Abu Salim Mahmudi menghimbau para santri di berbagai tempat untuk mengambil hizib dan tarekat dari beliau. Karena Abu Salim Mahmudi ingin agar para santri tersambung sanad mereka kepada para ulama-ulama tersebut.
Selain kepada Abu Kruengkalee, Abu Salim Mahmudi juga pernah belajar langsung kepada Abuya Syekh Muhammad Waly. Syekh Muda Waly sendiri memiliki beberapa sanad yang tersambung ke Rasulullah SAW.
Baca Juga: Wilhelmi Massay, Relawan Tanzania, Masuk Islam Setelah Menyaksikan Genosida di Gaza
Salah satu jalur utama dari Syekh Ali bin Husein al Maliki. Karena Syekh Ali al-Maliki ini merupakan murid langsung dari Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan wafat pada tahun 1886 sedangkan Syekh Muda Waly lahir pada tahun 1917, terhubung sanad melalui Syekh Ali bin Husein al-Maliki ke Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Jadi dari jalur Abuya Syekh Muda Waly, Abu Salim Mahmudi hanya melewati dua silsilah untuk sampai ke Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, karena Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan merupakan sentral sanad ulama di Nusantara. Disebutkan bahwa Abu Salim Mahmudi tidak memerlukan waktu yang lama untuk bisa mengkhatamkan hafal Alfiyah kepada Abuya Syekh Muda Waly.
Setelah memiliki berbagai cabang keilmuan secara mumpuni, Abu Salim Mahmudi secara konsisten dan istiqamah mengamalkan ilmu-ilmu yang dipelajari dari guru-gurunnya tersebut. Tiada hari bagi Abu Salim Mahmudi melainkan lisannya tidak pernah henti berzikir, dan beliau seorang ulama yang hidup bertirakat dan bertarekat.
Abu Salim Mahmudi dikenal oleh masyarakatnya sebagai ulama yang abid dan shaleh. Apabila beliau berjumpa dengan siapapun, beliau senantiasa mengingatkan agar kita jangan lalai dalam hidup di dunia. Kehidupan di dunia menurut beliau sejatinya adalah berbekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan akhirat yang kekal abadi.
Baca Juga: Abu Tanjong Bungong Ulama Ahli Falak Aceh
Selain dikenal alim dan abid, Abu Salim Mahmudi juga ulama yang cinta kepada ilmu pengetahuan. Beliau tidak sungkan menghadiri setiap pengajian, termasuk pengajian yang diasuh oleh salah satu muridnya yaitu Aba Asnawi Lamno seorang ulama kharismatik Aceh yang secara rutin tiap rabu pagi mengajarkan kitab-kitab besar di Mesjid Sabang Lamno yang umumnya diikuti oleh para teungku dan ustadz seputaran Lamno. Di antara yang berhadir ada Abu Salim Mahmudi dan Abu Muhammad Darimi. Aba Haji Asnawi dahulunya sebelum belajar ke Samalanga pernah belajar dua tahun di Dayah Bustanul Aidarusiyah yang gurunya ketika itu adalah Abu Salim Mahmudi setelah wafatnya Abu Mesjid Sabang Lamno tahun 1953.
Abu Salim Mahmudi dapat digolongkan sebagai ulama yang hidup untuk ilmu dan amal. Beliau termasuk sesepuh ulama Lamno Aceh Jaya. Abu Salim Mahmudi berjumpa dan berguru dengan para ulama kharismatik Aceh seperti Abu Sabang Lamno, Abu Kruengkalee dan Abuya Muda Waly.
Beliau juga telah mengabdikan ilmunya di Dayah Bustanul Aidarusiyah hampir puluhan tahun. Banyak murid dan masyarakat yang pernah mengecap petuah dan nasehat beliau. Setelah kiprah yang besar, dalam usia 97 tahun, tepatnya 6 November 2019, wafatlah Abu Salim Mahmudi. [Nurkhalis Muktar El Sakandary]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Sejarah Kelam David Ben-Gurion: Zionisme, Penjajahan, dan Penderitaan Palestina