Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Abu Ibrahim Woyla; Ulama Sufi Aceh dan Sanad Keilmuannya

Redaksi Editor : Arif R - 13 menit yang lalu

13 menit yang lalu

5 Views

Abu Ibrahim Woyla

ABU Ibrahim Woyla berasal dari Pasi Aceh, Woyla Aceh Barat. Beliau diperkirakan lahir tahun 1919. Dalam pengembaraan kesufiannya, Ia mengawali masa belajarnya kepada salah seorang ulama besar Blangpidie yang berasal dari Lhoknga yaitu Abu Syech T. Mahmud bin T. Ahmad Lhoknga atau yang dikenal dengan Abu Syech Mud Blangpidie.

Kepada Abu Syech Mud, Abu Ibrahim Woyla belajar lebih kurang dua belas tahun. Selain Abu Ibrahim Woyla, murid Abu Syech Mud lainnya seperti Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy, Abu Calang Muhammad Arsyad, Abu Adnan Mahmud Bakongan, Abuya Jailani Kota Fajar, Syekh Muhammad Bilal Yatim, Abu Jakfar Lailon, Abu Imam Syamsuddin, Abu Ghafar Lhoknga dan para ulama lainnya. Abu Syech Mud sendiri, selain dikenal dengan kealimannya, beliau juga seorang ulama yang memaknai kehidupannya dengan pengamalan ilmu tasauf.

Setelah menyelesaikan pengajian kepada Abu Syech Mud, Abu Ibrahim Woyla juga pernah belajar kepada beberapa ulama lainnya seperti kepada Abu Muhammad Arsyad yang dikenal dengan Abu Calang murid dari Abu Kruengkalee dan Abu Syech Mud. Sedangkan ilmu Tarekat, Abu Ibrahim Woyla memperdalam kepada Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy setelah pulang beliau belajar dari Padang pada era empat puluhan. Setelah belajar kepada beberapa ulama, Abu Ibrahim kemudian mendalami kajian tasauf secara mendalam.

Setelah menjadi seorang yang alim, beliau diberikan anugerah kewalian. Tidak terhitung cerita-cerita yang beredar di masyarakat tentang kelebihan dari ulama sufi Abu Ibrahim Woyla.

Baca Juga: Teungku Fakinah; Ulama Wanita dan Panglima Perang Aceh

Almarhum Gus Dur pernah menyebutkan bahwa Sufi seperti Abu Ibrahim Woyla cuma ada satu orang lagi yaitu di Sudan. Abu Ibrahim Woyla pernah berjumpa dengan Gusdur, sebagaimana ditulis dalam autobiografi Kiyai Abdurrahman Wahid.

Bahkan penulis pernah melihat Abu Ibrahim Woyla yang membagi-bagikan uang kepada siapa pun yang meminta tanpa terkecuali dan beliau tidak melihat berapa jumlah yang diberikan.

Pada kesempatan lain juga cerita yang telah jamak diketahui bahwa Abu Ibrahim Woyla mampu menempuh jarak ribuan kilometer dengan waktu yang cepat hanya dengan berjalan kaki.

Namun ada sebuah keistimewaan lainnya, bahwa Abu Ibrahim Woyla sering memberi isyarat terhadap peristiwa-peristiwa besar yang akan terjadi bukan beliau mengetahui yang ghaib, tapi itulah firasat jernih yang diberikan oleh Allah SWT kepada para hamba-hambaNya. Karena Abu Ibrahim Woyla lidah dan hatinya tidak pernah kosong dari mengingat Allah SWT.

Baca Juga: Abu Muchtar Marsai Penjaga Thariqat Ilmu Falak Ibnu Al-Shatir

Beliau sedikit bicara, kalau pun ingin menyampaikan sesuatu hanya dengan sedikit kata-kata dan isyarat sekadar saja. Semasa hidupnya, Abu Ibrahim Woyla telah mengayomi masyarakat dengan munajat dan doanya. Setelah beliau berpulang, hampir tidak pernah terdengar sufi pengembara seperti beliau.

Ada beberapa pelajaran penting dari kehidupan Sufi Aceh tersebut, di antaranya: Abu Ibrahim Woyla mengawali derajat kesufian beliau melalui ilmu dan beliau berguru kepada para ulama. Kedua; sampainya beliau kepada derajat sedemikian rupa dengan mujahadah yang benar, dimana beliau telah menghabiskan banyak waktunya untuk mengembara seraya berzikir mengagungkan asma’ Allah SWT, ketiga; ada sisi kedermawanan pada diri Abu Ibrahim Woyla yang mau memberi kepada siapa pun yang meminta. Keempat; beliau tidak lagi cinta kepada dunia.

Karena seorang yang telah sampai pada derajat kasyaf yang hakiki, maka pujian dan cacian bagi mereka sama. Antara batu dan permata bagi mereka tidak berbeda. Kelima; Abu Ibrahim Woyla memiliki kepedulian yang sangat tinggi kepada siapapun tidak melihat kepada unsur ras, golongan dan lain-lain.

Bagi beliau semuanya adalah makhluk Allah SWT yang layak dan patut diberikan kasih sayang. Banyak pelajaran berharga lainnya dari kehidupan Sufi Besar Aceh tersebut. Karena membaca perjalanan hidup Abu Ibrahim Woyla adalah membaca perjalanan sufi-sufi yang kita baca kehidupan mereka seperti dongeng, namun benar adanya. Wallahua’lam.

Baca Juga: Teungku Chik Lampaloh Ulama Aceh Ahli Tafsir Keturunan Raja Mataram

Setelah kiprah yang besar dan luas, wafatlah Abu Ibrahim Woyla di tahun 2009 dalam usia 90 tahun. [Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Teungku Chik Pantee Geulima; Ulama dan Panglima Perang yang Disegani

Rekomendasi untuk Anda