Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Abu Tumin, Ulama Kharismatik Aceh

Redaksi Editor : Arif R - 8 menit yang lalu

8 menit yang lalu

8 Views

Abu Tumin

ABU Tumin lahir dari keluarga yang sangat dihormati di masyarakat, ayahnya bernama Teungku Tu Mahmud Syah, yang merupakan seorang ulama dan pemimpin dayah di Blang Blahdeh Jeumpa, Bireuen.

Sejak kecil, Abu Tumin yang memiliki nama lengkap Muhammad Amin bin H Mahmud sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang ulama dan pengawal agama di tanah Aceh.

Pada masa penjajahan Belanda, ia sempat menjalani pendidikan umum selama tiga tahun. Setelah Indonesia merdeka, pada usia 12 tahun, Abu Tumin melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Rendah Islam (SRI), sebuah sekolah yang mengajarkan ilmu agama secara lebih mendalam.

Selama bersekolah di SRI, Abu Tumin juga belajar langsung dari ayahnya, mendalami berbagai ilmu keislaman, terutama kitab-kitab kuning dan ilmu alat seperti nahwu dan sharaf. Setelah tiga tahun belajar di bawah bimbingan ayahnya, ia melanjutkan pendidikan di berbagai dayah.

Baca Juga: James Balfour, Arsitek Kejahatan Politik yang Membawa Sengsara Tanah Palestina

Pada usia 15 tahun, ia mengembara dari satu dayah ke dayah lain, hingga akhirnya sampai di Dayah Darussalam Labuhan Haji dan berguru pada Syekh Muda Waly al-Khalidy. Sebelumnya, ia sempat belajar di Dayah Darul Atiq Jeunieb dan Dayah Samalanga, serta di Dayah Meuluem Samalanga dan Pulo Reudep, yang semuanya memberinya bekal ilmu yang sangat berharga.

Pada tahun 1953, Abu Tumin berangkat ke Dayah Darussalam Labuhan Haji untuk belajar lebih dalam lagi di bawah bimbingan Abuya Syekh Muda Waly.

Di sana, ia duduk di kelas “Doktor” Bustanul Muhaqiqin, mempelajari kitab-kitab besar dalam Mazhab Syafi’i. Tidak hanya belajar, Abu Tumin juga mengajar para santri tingkat tsanawiyah, serta sekelas dengan ulama-ulama besar lainnya seperti Abu Hanafi Matang Keh dan Teungku Abu Bakar Sabil Meulaboh.

Setelah menghabiskan enam tahun di Labuhan Haji, Abu Tumin pulang kampung pada tahun 1959, untuk mengabdikan ilmunya di tanah kelahirannya. Saat itu, banyak teman-temannya, seperti Abon Samalanga dan Abu Tanoh Mirah, sudah kembali lebih dulu.

Baca Juga: Wilhelmi Massay, Relawan Tanzania, Masuk Islam Setelah Menyaksikan Genosida di Gaza

Setibanya di kampung halaman, Abu Tumin meneruskan kepemimpinan dayah yang sebelumnya telah didirikan oleh kakeknya dan dilanjutkan oleh ayahnya. Di bawah kepemimpinannya, dayah tersebut berkembang pesat dan banyak santri datang dari berbagai daerah untuk menimba ilmu.

Abu Tumin juga dikenal sebagai seorang ulama yang murabbi, yang membimbing banyak murid yang kemudian menjadi ulama-ulama ternama. Beberapa di antaranya adalah Abu Muhammad Daud al-Yusufi, Abu Mustafa Paloh Gadeng, Abu Ismail Yaqub, Abu Sulaiman Assammani, dan banyak lagi. Tak hanya itu, bahkan Abuya Mawardi Waly pun mengakui dirinya sebagai murid Abu Tumin.

Sebagai ulama yang dituakan, Abu Tumin sangat dihormati oleh sesama ulama, baik dari sisi usia maupun ilmu. Fatwa-fatwanya sering menjadi rujukan dan bahan kajian dalam berbagai muzakarah ulama.

Kehadiran beliau selalu menambah makna dalam setiap diskusi, karena pandangannya yang mendalam dan berlandaskan ilmu yang luas. Dalam berbagai muzakarah, beliau sering kali diangkat sebagai pengambil keputusan final.

Baca Juga: Abu Tanjong Bungong Ulama Ahli Falak Aceh

Abu Tumin meninggal dunia, Selasa 27 September 2022. Ulama besar Aceh itu mengembuskan nafas terakhir di usia 95 tahun. Pimpinan Dayah Al-Madinatuddiniyah Babussalam Blang Blahdeh itu meninggal di RS Fauziah, Bireuen, sekitar pukul 15.45 WIB

Abu Tumin telah mengabdikan hidupnya untuk agama, dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab. [Nukhalis Mukhtar El-Sakandary]

 

Baca Juga: Sejarah Kelam David Ben-Gurion: Zionisme, Penjajahan, dan Penderitaan Palestina

Rekomendasi untuk Anda

Sosok
Sosok
Sosok
Indonesia