Oleh : Ali Farkhan Tsani, Duta Al-Quds Internasional, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Nama Abu Ubaidah menjadi idola baru kalangan milenial warga Palestina dan para pemuda di berbagai negeri Muslim di dunia. Ya, dialah sosok pejuang Palestina, juru bicara Brigade Al-Qassam, sayap militer gerakan perlawanan Hamas (Harakah Muqawwamah al-Islamiyyah). Suaranya menggentarkan pasukan pendudukan zionis.
Nama Abu Ubaidah, ternyata mengacu pada nama sahabat Nabi bernama Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, salah satu dari 10 sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang dijamin masuk surga.
Abu Ubaidah bin Al-Jarrah adalah sahabat Nabi yang berasal dari kaum Quraisy Mekkah, dan tergolong yang paling awal (assabiqunal awwalun) memeluk agama Islam. Abu Ubaidah bin Al-Jarrah masuk Islam melalui ajakan Abu Bakar Ash-shiddiq.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Abu Ubaidah bin Al-Jarrah sepanjang hidupnya senantiasa setia mendampingi dakwah dan perjuangan jihad Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Berbagai medan jihad pun diikutinya, termasuk perang paling menentukan, Perang Badar. Perang Badar diikuti 313 sahabat menghadapi sekitar 1.000 orang kafir Quraisy.
Jumlah yang sama, 313 pasukan khusus Brigade Al-Qassam, yang mampu menewaskan ratusan, bahkan ada yang menyebut sesungguhnya ribuan tentara pendudukan Israel. Sementara ratusan lainnya berhasil diculik dan dijadikan sandera tawanan oleh Al-Qassam.
Jumlah yang sama juga, 313 pasukan pimpinan Panglima Thalut ketika Palestina berada dalam kekuasaan Kekaisaran Babylonia, era Nebukadnezar (sekitar tahun 588 SM), dengan panglimanya Jalut (Goliath). Pasukan Thalut, dengan pahlawannya Dawud (yang kemudian diangkat menjadi Nabi sekaligus raja di wilayah Palestina), dapat mengalahkan pasukan Jalut.
Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dengan perawakan tinggi, kurus, tipis jenggotnya, dan berwibawa wajahnya, merupakan salah satu sahabat besar yang amat dicintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ini seperti dikabarkan, pernah suatu ketika Abdullah bin Syaqiq bertanya kepada Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anhu, “Siapakah di antara para sahabat Nabi yang paling beliau cintai?” “Abu Bakar,” jawab ‘Aisyah. “Siapa lagi?” “Umar,” lanjutnya. “Kemudian, siapa?” “Abu Ubaidah bin Al-Jarrah,” ucapnya. “Siapa lagi?” tanya Abdullah kembali, tetapi ‘Aisyah kemudian diam.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Demikian pula Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah memuji Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, di hadapan banyak orang. Ini terjadi ketika suatu hari, para utusan kaum Najran menghadap kepada baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Delegasi kaum Najran mengajukan permohonan, “Ya Rasulullah, utuslah kepada kami seseorang yang jujur lagi terpercaya.”
“Sungguh, aku akan mengutus kepada kalian seseorang yang sangat jujur dan dapat dipercaya,” jawab Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Mendengar itu, para sahabat bertanya-tanya, siapa gerangan sosok yang dimaksud oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ternyata, kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengutus Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun menyampaikan sabdanya, “Sesungguhnya setiap umat itu ada orang kepercayaannya. Adapun orang yang paling terpercaya di tengah umatku adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.”
Perjuangan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dalam mendakwahkan Islam terus berlanjut sampai masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq menunjuk Abu Ubaidah bin Al-Jarrah sebagai salah satu panglima perang dalam melawan balatentara Kekaisaran Romawi, yang waktu itu menguasai kawasan Syam, termasuk Palestina di dalamnya.
Ikut serta dalam barisan panglima Abu Ubaidah bin al-Jarrah, beberapa panglima lainnya, para sahabat utama Nabi, yang dibagi-bagi menjadi beberapa rute terpisah. Di antaranya adalah Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syarhabil bin Hasanah.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Pembebasan Palestina Era Khalifah Umar
Ketika Umar bin Khattab diangkat (dibai’at) sebagai Khalifah, setelah wafatnya Khalifah Abu bakar Ash-Shiddiq, Khalifah Umar menetapkan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah sebagai pimpinan pasukan membawahi sekitar 36.000 prajurit, untuk melanjutkan misi pembebasan Palestina, yang waktu itu dalam kekuasan Kekaisaran Romawi.
Dalam pertempuran menuju perbatasan Palestina ini, kaum Muslimin memenangkan perang dan berhasil menaklukan kota Damaskus yang menjadi ibu kota Suriah pada tahun 636 M.
Begitu juga ketika pembebasan Kota Yerusalem, Palestina, pasukan Islam dapat mengepung kota Yerusalem, tempat para tentara Romawi Timur pimpinan Jenderal Aretion berada.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Peristiwa ini menyebabkan tentara Romawi dan rakyat hampir mati kelaparan, sehingga wali kotanya membuat pernyataan yang isinya, tentara Romawi di Suriah menyerah kalah.
Kota Yerusalem dan Palestina keseluruhan pun diserahkan kepada pasukan kaum Muslimin dengan syarat yang menerima kuncinya dalah langsung Khalifah Umar bin Khattab sendiri. Pada tahun 637 M, pasukan Islam akhirnya berhasil mengambil Alih kota tersebut.
Ketika itu, Khalifah Umar bin Khattab menerima kunci kota Yerusalem dari pendeta Sophronius. Pendeta Sophronius pun mempersilakan Khalifah Umar dan pasukannya untuk shalat berjamaah di kawasan gereja Holy Sepulchre. Akan tetapi, Khalifah Umar memilih untuk shalat di tempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut.
Pada saat mengambil alih Yerusalem, Khalifah Umar bin Khattab mengeluarkan statemen, yang menetapkan, ”Demi Allah!, jaminan keamanan bagi diri mereka, kekayaan, gereja, dan salib mereka, bagi yang sakit, bagi yang sehat, dan seluruh masyarakat beragama di Kota Suci itu; bahwa gereja-gereja mereka tidak akan diduduki atau dihancurkan, takkan ada satu barang pun diambil dari mereka atau kediaman mereka, atau dari salib-salib maupun milik penghuni kota, bahwa para warga tidak akan dipaksa meninggalkan agama mereka, bahwa tak seorang pun akan dicederai. Dan bahwa, tak seorang Yahudi pun akan menghuni Aelia (Yerusalem).”
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Kini, seolah sosok Abu uUbaidah bin Al-Jarrah itu hidup kembali melalui sosok Abu Ubaidah, juru bicara Brigade Izzuddin Al-Qassam.
Seperti perlakuan penghormatan dari Khalifah Umar bin Khattab terhadap Abu Ubaidah bin Al-Jarrah kala itu, sehingga Sang Khalifah ketika bertemu dengan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, bersalaman, memeluknya dan kemudian mencium tangannya.
Maka, kita pun rasanya, jika bertemu dengan Abu Ubaidah tentu akan merangkulnya dan mencium tangannya, dan mencium kepalanya, sebagai tanda penghormatan tertinggi untuknya.
Salam terhormat untukmu wahai Abu Ubaidah, juga salam tertinggi untukmu duhai sahabat Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Allahu Akbar! (A/RS2/P1)
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Mi’raj News Agency (MINA)