ABUYA Bahauddin Tanah Merah adalah seorang ulama besar asal Aceh Singkil yang sangat dihormati dan dikenang hingga kini. Beliau lahir di Desa Seping, sebuah kawasan di Aceh Singkil, dan dikenal luas sebagai pendiri Pesantren Darul Muta’alimin. Kehadirannya menjadi titik penting dalam perkembangan pendidikan Islam di Singkil dan Subulussalam.
Abuya Bahauddin Tanah Merah berasal dari keluarga yang taat beragama dan sangat mencintai ilmu. Sejak usia tujuh tahun, beliau mulai menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) sambil mempelajari dasar-dasar ilmu keislaman dari kedua orang tuanya.
Pada tahun 1947, saat berusia 10 tahun, beliau merantau untuk menimba ilmu ke salah satu dayah (pesantren) paling ternama di Aceh, yaitu Dayah Darussalam Labuhan Haji yang dipimpin oleh Abuya Syekh Haji Muda Waly al-Khalidy.
Kedatangan Abuya Bahauddin ke Dayah Darussalam pada tahun 1947 menandai masa awal kehadiran banyak calon ulama yang kelak menjadi tokoh penting di Aceh. Beliau tergolong santri unggulan yang belajar langsung kepada Abuya Muda Waly.
Baca Juga: Dakwah Tanpa Mimbar: Jejak Tuslim Abdul Saeri Mendidik Jalan Menuju Surga
Di antara rekan-rekannya sesama santri adalah nama-nama besar seperti Abuya Aidarus Padang, Abu Adnan Mahmud Bakongan, dan Abuya Baihaqi Batu Korong.
Banyak dari santri yang datang setelah tahun 1950 pulang menjelang wafatnya Abuya Syekh Muda Waly pada tahun 1961. Namun, Abuya Bahauddin termasuk yang belajar lebih awal dan menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat lanjut, bahkan termasuk dalam kelas khusus Bustanul Muhaqqiqin, tempat pengkajian kitab-kitab besar dalam mazhab Syafi’i.
Dalam kelas Bustanul Muhaqqiqin, Abuya Bahauddin Tanah Merah mendalami kitab-kitab klasik seperti Tuhfah di bawah bimbingan langsung Abuya Muda Waly. Selama kurang lebih sebelas tahun, beliau tekun belajar dan mendalami ilmu fiqih, tafsir, dan tasawuf.
Beberapa sumber juga menyebut bahwa beliau sempat belajar kepada Syekh Zakaria Labaisati Malalo, murid dari Syekh Muhammad Jamil Jaho, yang memperluas pengetahuannya dalam Tarekat Naqsyabandiyah.
Baca Juga: Teungku Chik Lamjabat, Ulama Besar Aceh Penandatangan Seruan Jihad
Mendirikan Pesantren Darul Muta’alimin di Singkil
Pada tahun 1958, setelah kembali dari Dayah Darussalam, Abuya Bahauddin Tanah Merah yang saat itu berusia 21 tahun memulai pembangunan pesantren yang diberi nama Pesantren Darul Muta’alimin di kampung halamannya, Tanah Merah, Singkil.
Pesantren ini menjadi pusat pendidikan Islam yang berpengaruh dan melahirkan banyak ulama muda di Aceh Singkil dan Subulussalam.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Abuya Bahauddin tidak pernah mundur. Pada tahun 1962, lokasi pesantren dipindahkan ke daerah yang lebih tinggi karena sering dilanda banjir. Sejak saat itu, pembangunan pesantren dilakukan secara bertahap hingga akhirnya pada tahun 1985 berdirilah Yayasan Al-Mukhlisin Pesantren Darul Muta’alimin.
Hingga kini, pesantren ini telah melahirkan lebih dari 100 cabang pesantren di wilayah Singkil dan Subulussalam, menjadikannya sebagai sentral pendidikan Islam di Aceh bagian Selatan.
Baca Juga: Abuya Nasir Waly, Ulama Kharismatik dari Labuhan Haji
Selain dikenal sebagai pendiri pesantren, Abuya Bahauddin juga merupakan seorang mursyid Tarekat Naqsyabandiyah. Beliau dikenal sebagai ulama kharismatik dari Aceh Singkil yang disegani, dicintai, dan dihormati oleh masyarakat dan kalangan ulama. Karismanya tidak hanya karena keilmuannya, tetapi juga karena keteguhan, kesabaran, dan dedikasinya dalam membina umat.
Setelah puluhan tahun mengabdi untuk masyarakat dan agama, Abuya Syekh Bahauddin Tanah Merah wafat pada tahun 2008. Namun, warisan ilmu dan perjuangannya tetap hidup melalui para murid dan lembaga-lembaga pendidikan yang telah beliau dirikan.
Hingga kini, nama Abuya Bahauddin Tanah Merah tetap harum sebagai simbol perjuangan ulama dalam membina masyarakat dengan ilmu, akhlak, dan spiritualitas. [nurkhalis mukhtar el-sakandary]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Allamah Muhammad Iqbal, Penyair Muslim di Balik Kemerdekaan Pakistan