Oleh: KH. Umar Rasid Hasan
Isu sedang berkembang di pekan-pekan ini adalah isu sebenarnya tidak boleh terjadi, mengingat kondisi negeri ini sedang dalam perbaikan komunitas, setelah begitu banyak kejadian sangat menyita energi anak bangsa ini, dari kasus Pilkada DKI, Buniyani, penyiraman Novel Baswedan, penganiyaan Hermansyah, dan banyak lagi kasus-kasus yang lain.
Isu penggunaan Dana Tabungan Haji untuk proyek Infrastruktur oleh pemerintah yang seakan menekan Menteri Agama RI Lukman Hakim untuk angkat bicara, hakekatnya akan menambah panjang problem yang akan terjadi di negeri ini, mengingat Dana Tabungan Haji yang dimaksud adalah dana yang seharusnya difokuskan untuk Ibadah Haji bukan untuk yang lain.
Seharusnya Pemerintah wajib menjaga Dana Tabungan Haji ini, sampai tuntas para jama’ah haji menunaikan ibadahnya, karena ini merupakan amanah, apalagi jama’ah haji yang akan berangkat itu sampai menunggu bertahun-tahun, ini merupakan perjuangan mereka yang sangat berat dan melelahkan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Adapun rencana pemerintah akan menggunakan Dana Tabungan Haji untuk kepentingan proyek infrastruktur, hendaknya ditinjau ulang dan lebih baik untuk diurungkan sebab akan memancing pro dan kontra. Pada akhirnya rakyat kembali akan menuai kesusahan. Dalam hal ini, baik pemerintah ataupun rakyat harus mempunyai prinsip saling tolong menolong tentunya saling tolong menolong dalam kebaikan selama tidak bertentangan dengan norma-norma Agama.
Bila ditinjau dari sumber Dana Tabungan Haji, jelas dana ini mutlak dari jama’ah yang akan berangkat haji, dengan cara melakukan penyetoran uang kepada pihak bank dengan menggunakan rekening Kemenag. Fungsi dan tujuan Dana Tabungan Haji itu akad aslinya adalah untuk Haji bukan untuk transaksi Investasi, artinya bahwa Dana Tabungan Haji ini hak mutlak milik jama’ah haji dan untuk Haji. Oleh karenanya :
Wewenang Kemenag terhadap Dana Tabungan Haji hanya sebatas menjaga, memelihara, dan menyelenggarakan haji bagi jama’ah yang telah mendaftar, dan ini merupakan tanggung jawab pemerintah atas adanya amanah Dana Tabungan Haji tersebut.
Persoalan rumor yang beredar di masyarakat bahwa pemerintah ketika akan menggunakan Dana Tabungan Haji harus ada persetujuan dari DPR. Dalam masalah ini seharusnya persetujuan itu bukan dari DPR, tetapi seharusnya persetujuan itu dari calon Jama’ah Haji, sebab merekalah pemilik hak mutlak Dana Tabungan Haji itu bukan DPR.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Lalu hukum investasi dengan menggunakan Dana Tabungan Haji, meskipun ada sebagian negara yang memanfaatkan Dana Tabungan Haji untuk sebuah investasi seperti Malaysia dengan (LTH) Lembaga Tabung Haji atau Pilgrims Fund Board-nya, itupun seharusnya tidak luput dari permohonan izin dari Calon Jama’ah Haji yang bersangkutan agar tidak terjadi kesalahan Hukum. Seandainya tanpa izin, maka transaksi itu batal dan cacat hukum.
Sebuah Negara dalam menjalankan amanat konstitusi negaranya memang bervariasi, sebagai contoh negeri Brunei Darusalam, di sini ada yang namanya Tabungan Amanah Islam Brunei disingkat (TAIB), dalam hal ini pemerintah kerajaan Brunei memberikan sarana Akomodasi, transportasi, dan membantu mengatur keuangan untuk perjalanan dan kesehatan calon jama’ah haji sampai mereka kembali ke tanah air.
Kerja seperti inilah yang seharusnya menjadi contoh kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan pada Jama’ah Haji, dan harus diingat betul bahwa mereka-mereka itu adalah tamu yang sangat teristimewa yaitu tamu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Tinjauan umum hingga akhir tahun 2016 dana setoran awal (BPIH) mencapai angka Rp. 90.6 triliun, ditambah dengan Rp. 10 triliun pertahun, ini berarti di tahun 2018 Dana Tabungan Haji akan menjadi Rp. 100 triliun bahkan lebih. Banyak tulisan yang beredar di masyarakat mengenai Dana Tabungan Haji itu diatur sedemikian rupa oleh pemerintah, tertera pada tulisan itu dari Dana Tabungan Haji untuk berinvestasi 50% untuk Saham, 20 % untuk Real Estate, 20 % untuk pendapatan tetap dan 10% untuk pasar uang. Sekali lagi silahkan boleh-boleh saja pemerintah mau mengatur Dana Tabungan Haji tersebut atas dasar sepengetahuan dan seizin pemilik Dana Tabungan Haji itu sendiri, dalam hal ini tentunya adalah Calon Jama’ah Haji karena merekalah pemiliknya.
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Jumlah uang dari Dana Tabungan Haji ini memang sangat signifikan dan begitu menggiurkan, karena memang jumlahnya sangat besar, dengan jumlah sebesar itu siapapun dapat melakukan transaksi investasi besar tidak terkecuali di dalamnya program infrastruktur. Dan jikalau pemeritah memaksakan diri untuk menggunakan Dana Tabungan Haji yang ada di negeri ini, sebetulnya menyalahi UU No.13/2008 tentang Penyelenggaraan Haji dan PP No.79/2012, karena baik pada UU ataupun PP tersebut tidak ada klausul yang mengatur bolehnya penggunaan Dana Tabungan Haji untuk pekerjaan Infrastruktur dan lain sebagainya.
Akan lebih aman mendudukan masalah ini pada persoalan yang telah disepakati oleh hasil keputusan Ijma’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV tahun 2012, tentang status Kepemilikan Dana Setoran BPIH, yang masuk Daftar Tunggu (waiting list) di situ disepakati bahwa Dana Setoran Haji itu mutlak milik calon jama’ah haji.
Lalu ada lagi upaya pemerintah untuk menjadikan Sukuk Syariah (surat berharga) dari hasil Dana Setoran ONH yang selanjutnya dengan Sukuk tersebut dapat diagunkan, perlu difahami bersama mana mungkin Dana Tabungan Haji yang itu tujuannya hanya untuk Ibadah Haji lalu oleh pemerintah akan dijadikan Sukuk, saya rasa ini sebuah kekeliruan dalam memberikan dan mengambil keputusan, andaikan saya sebagai rakyat yang akan menunaikan haji tentu akan merasa berat manakala ada peraturan seperti ini, terlebih terkumpulnya Dana Tabungan Haji itu bagi saya sebagai rakyat melalui perjuangan panjang bertahun-tahun.
Apalagi kita sering mendengar bahwa ketika pemerintah akan melakukan manuver usaha investasi yang berskala besar, lalu terjadi hal-hal yang tidak didinginkan pada investasinya, kemudian terjadi kerugian dengan mudah pemerintah mengatakan akan diatasi dengan cara Tanggung Renteng, hal ini sangat riskan mengingat pada kasus-kasus keuangan yang sudah-sudah pun tidak pernah selesai dengan cara Tanggung Renteng ini, yang ada adalah masalah semakin bias dan lepas tanggung jawab.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Maka menurut hemat saya Dana Tabungan Haji itu hendaknya dititipkan saja sebagai Wakaalah yang akan digunakan sesuai dengan tujuannya yaitu untuk ongkos menunaikan haji. Semoga dengan demikian haji-nya hamba-hamba Allah ini dapat terlaksanakan dengan Mabruur dan pemerintah tidak mengalami krisis kepercayaan dari rakyat dan tidak menambah problem kemasyarakatan, dengan demikian pemerintah mendapatkan keberkahan karena membantu dan mengurus serta memudahkan hamba-hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wallaahu A’lam Bish-Shawaab. (A/R01/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia