ADA ASA DI GAZA PASCA GENCATAN SENJATA

oleh: Illa Kartila*

Penduduk Gaza turun ke jalan untuk merayakan  kemenangan (foto: Roberto Schmidt/AFP)
Penduduk turun ke jalan untuk merayakan
kemenangan (foto: Roberto Schmidt/AFP)

Ada secercah harapan pada diri Ehab Abu Jalal, setelah jangka panjang antara , mulai diberlakukan Selasa, 26 Agustus 2014 pk.16.00 GMT, mengakhiri tujuh pekan kekerasan yang menewaskan lebih dari dua ribu jiwa dan ratusan rumah hancur lebur di Gaza.

Ribuan warga Gaza pada Selasa (26/8) turun ke jalan-jalan untuk merayakan gencatan senjata jangka panjang yang disetujui antara dan Palestina. Suara takbir berkumandang dari masjid-masjid di Gaza sebagai tanda kemenangan.

Dengan gembira para pejuang Palestina melepaskan tembakan ke udara untuk merayakan kemenangan tersebut, sementara sebagian warga lain terlihat membagi-bagikan permen.

Aura harapan seperti dilaporkan wartawan Kantor Berita Perancis AFP, Roberto Schmidt muncul di jalan-jalan segera setelah gencatan senjata yang menyudahi 50 hari pertumpahan darah diumumkan. Toko-toko mulai dibuka lagi, para nelayan kembali melaut dan 1,8 juta warga Gaza mulai bisa bernafas lega.

“Kemenangan ini milik kita,” ujar Abu Jalal, pria usia 30an dengan penuh semangat. “Kami telah mengalami cukup banyak perang, tidak seorang pun harus menjalani apa yang telah kami alami karena perang. Gencatan senjata ini harus bertahan.”
Sesuai tuntutan perjanjian, Israel berjanji meringankan larangan di perbatasan-perbatasan dengan Gaza, yang menurut seorang pejabat Palestina akan berujung pada pengangkatan blokade yang telah berlangsung selama delapan tahun.

Meski pembicaraan mengenai isu penting seperti tuntutan Hamas atas pelabuhan dan bandara di Gaza ditunda untuk selanjutnya dibicarakan di Kairo bulan depan, disebutnya kedua hal tersebut sudah merupakan alasan yang cukup bagi warga Gaza untuk bersikap opimis.

“Kami akan memiliki pelabuhan dan bandara, perbatasan akan dibuka, blokade akan diangkat, dan kami akan bisa hidup bermartabat,” kata pria yang saat ini menanggung hidup keluarganya, juga keempat saudaranya – semuanya pekerja bangunan yang menganggur – dengan penghasilannya sebagai pandai besi.

Bagi Abu Jalal, akhir blokade berarti masuknya bahan-bahan baru dan kesempatan baginya serta para saudaranya untuk kembali bekerja. Perjanjian gencatan senjata juga mengikutsertakan perluasan kawasan melaut hingga enam mil laut yang berlaku sebelum matahari terbit pada hari Rabu (27/8).

“Itu sebenarnya adalah batas lama sebelum adanya perang, jadi untuk saat ini kami belum benar-benar mendapatkan apa-apa,” ujar Nizar Ayash dari persatuan nelayan Gaza.

Siang harinya (27/8) mesin-mesin perahu nelayan mulai menderu-deru untuk pertama kalinya dalam sekian pekan, saat nelayan pergi ke laut Mediterania dan dengan bersemangat menghidupkan kembali mata pencaharian mereka. “Saat perang, jika nelayan pergi ke laut, bahkan hanya berjarak 100 meter saja, Israel akan menembaki mereka,” kata Ayash.

Kini, karena bisa melaut, artinya mereka bisa kembali mendapat penghasilan yang cukup untuk memberi makan keluarga. Seorang nelayan berseri-seri saat memamerkan ikan tangkapan pertamanya pada hari itu.

Meski perjanjian menyebutkan perluasan bertahap untuk batas melaut hingga 12 mil laut, batas tersebut masih jauh dari 20 mil yang ditetapkan oleh perjanjian perdamain Oslo 1994, yang telah diturunkan secara drastis oleh Israel.
“Nelayan Palestina menuntut hak mereka untuk melaut hingga 20 mil dari pesisir,” ujar Ayash, sambil menambahkan bahwa yang mereka benar-benar inginkan adalah Israel “berhenti mengatur semua gerakan kami”.

Namun, nelayan lainnya, Abu Ahmed, tidak begitu optimistis. “Untuk saat ini, tidak ada yang berubah pada prakteknya dan kami sudah terbiasa menyaksikan musuh meningkari janji-janjinya,” katanya pada AFP. “Dengan semua pengorbanan yang telah kami lakukan, kami harus bisa melaut lebih dari enam mil.”

Warga Gaza lainnya, Jawad Ayad kembali ke rumah yang telah ditinggalkannya selama 38 hari. Meski hancur sebagian, ia mengatakan bahwa “kesabaran” Gaza pada akhirnya membuahkan hasil.

“Kami telah melalui hari-hari yang sulit dan mebuat banyak pengorbanan, namun Tuhan telah memberi kami kemenangan,” ujar Ayad, pria berusian 50an. “Saya harap perang ini adalah yang terakhir kali.”
Genjatan senjata jangka panjang

Israel pertama kali memberlakukan blokade atas Jalur Gaza yang miskin pada tahun 2006 setelah kaum militan menangkap seorang tentara dalam penyerangan mematikan antar perbatasan.

Setahun kemudian, saat Hamas mendapat kuasa penuh atas wilayah tersebut, Israel memberlakukan pelarangan lebih ketat atas masuknya barang-barang dan menghalangi impor bahan bangunan dengan alasan dapat digunakan oleh militan untuk membangun benteng.

Berdasarkan perjanjian gencatan senjata tersebut, Israel dan Mesir akan mencabut blokade di Jalur Gaza, termasuk melonggarkan bantuan kemanusiaan dan bahan rekonstruksi ke Gaza.

Menurut juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki, kesepakatan genjata senjata ini tercapai setelah perundingan dan negosiasi selama beberapa hari. “Kita melihat perjanjian gencatan senjata ini adalah kesempatan untuk menyelesaikan masalah Israel dan Palestina, bukan akibat yang tak terelakkan. Kita tahu jalan masih panjang, kami akan memperhatikan masalah Gaza dan Israel.”

Anak-anak Gaza bersukaria menyambut gencatan senjata yang mengakiri pertumpahan darah selama 50 hari (foto: Roberto Schmidt/AFP)
Anak-anak Gaza bersukaria menyambut gencatan senjata
yang mengakiri pertumpahan darah selama 50 hari (foto: Roberto Schmidt/AFP)

Para pejabat Palestina meminta Israel dan Palestina untuk mengakhiri konfrontasi tanpa batas antara kedua belah pihak, dan segera membuka penyeberangan antara Israel dan Mesir di Gaza.

Sementara Hamas menyatakan bahwa perjanjian gencatan senjata ini merupakan sebuah kemenangan besar yang mereka raih. Sejak menguasai jalur Gaza 2007 lalu, Hamas terus menuntut Israel menghentikan blokade jalur Gaza, dan Israel baru mulai melonggarkannya sekarang ini.

Kerusakan besar yang diakibatkan oleh serangan brutal Israel ke Gaza telah membuat dunia marah dan menuntut adanya penghentian perang. Selain itu, rakyat Israel sendiri yang dihantui ketakutan akan datangnya roket-roket Hamas yang kini mampu menembus jantung kota-kota penting Israel, telah menarik dukungannya kepada militer Israel.

Dengan adanya perundingan yang terus dijalankan oleh perwakilan Palestina dan Israel di Mesir akhirnya kedua pihak menyetujui gencatan senjata permanen. Israel menyetujui syarat-syarat yang diajukan oleh Palestina termasuk pembukaan blokade atas Gaza.

Sebagai bagian dari kesepakatan, kedua belah pihak telah setuju untuk menangani masalah-masalah yang lebih kompleks – termasuk pembebasan tahanan Palestina dan tuntutan Gaza untuk pelabuhan laut – via pembicaraan langsung lebih lanjut yang akan dimulai dalam waktu satu bulan sejak gencatan senjata dilaksanakan.

Adapun langkah-langkah yang segera dilakukan adalah: Hamas dan kelompok-kelompok perlawanan lainnya di Gaza setuju untuk menghentikan semua roket dan mortir ke Israel. Juga Israel akan menghentikan semua aksi militer termasuk serangan udara dan operasi darat.

Israel setuju untuk membuka penyeberangan perbatasan dengan Gaza guna memungkinkan aliran barang menjadi mudah, termasuk bantuan kemanusiaan dan peralatan rekonstruksi, ke daerah pantai Gaza.
Secara terpisah, perjanjian bilateral, Mesir setuju untuk membuka perbatasannya dengan Gaza di Rafah.

Otoritas Palestina, yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas, diharapkan akan mengambil alih tanggung jawab untuk mengelola perbatasan Gaza dari Hamas. Israel dan Mesir berharap ini akan memastikan senjata, amunisi dan setiap “penggunaan ganda” akan dicegah masuk ke Gaza.

Otoritas Palestina akan memimpin dalam mengkoordinasikan upaya rekonstruksi di Gaza dengan donor internasional, termasuk Uni Eropa.
Israel diharapkan akan mempersempit penyangga keamanan di sepanjang bagian dalam perbatasan Gaza, mengurangi dari 300 meter sampai 100 meter jika gencatan senjata berlaku. Langkah ini akan memungkinkan warga Palestina lebih banyak akses ke tanah pertanian dekat dengan perbatasan.

Israel akan memperpanjang batas memancing di lepas pantai Gaza enam mil dari tiga mil sebelumnya, dengan kemungkinan pelebaran secara bertahap jika gencatan senjata berlaku. Pada akhirnya, Palestina ingin kembali ke tunjangan internasional 12 mil penuh.

Jika genjatan senjata jangka panjang ini dipatuhi kedua belah pihak sehingga kemudian bisa menjadi permanen, maka pembangunan kembali Gaza yang porak peronda adalah prioritas utama. Seperti kata Pierre Krahenbuhl, Komisioner Jenderal UNRWA, komunitas internasional harus mengucurkan dana sebesar Rp3,4 triliun untuk operasi pemulihan Gaza pasca-perang. (T/R01/P3)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Illa Kartila
Illa Kartila

* Illa Kartila adalah redaktur senior MINA. (Ia dapat dihubungi via Email:[email protected])

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0