Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adab Bersuci dalam Islam

Ali Farkhan Tsani - Rabu, 27 November 2019 - 19:47 WIB

Rabu, 27 November 2019 - 19:47 WIB

295 Views

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA

Mukadimah

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

Artinya: “Dan pakaianmu bersihkanlah.” (QS Al-Muddatstsir / 74: 4).

Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi  

Ahli Tafsir menjelaskan bahwa “Dan pakaianmu bersihkanlah”, maksudnya adalah bersihkandari najis, atau pendekkanlah pakaianmu sehingga berbeda dengan kebiasaan orang-orang Arab yang selalu menguntaikan pakaian mereka hingga menyentuh tanah di kala mereka menyombongkan diri, karena dikhawatirkan akan terkena barang yang najis.

Sucikanlah pakaian dari najis-najis bermakna kesucian lahir adalah termasuk dari kesempurnaan kesucian batin. Termasuk bersihkan adalah bersihkanlah jiwa dari dosa-dosa. Maka jika selesai bersuci secara zahir, sempurnakan dengan bersuci secara bathin.

Ini juga mengajarkan agar kita menyucikan baju dan badan dari najis, karena hal itu adalah termasuk salah satu penyempurna kebersihan amal, khususnya dalam ibadah shalat, tawaf, membaca Al-Quran, dsb. Terlebih, menghilangkan najis merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Bahkan kita dianjurkan untuk tetap dalam keadaan bersuci di seluruh waktu.

Pada ayat lain, Allah berfirman:

Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS Al-Baqarah / 2: 222).

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah mencintai orang-orang yang gemar bertaubat dari maksiat dan bersungguh-sungguh dalam bersuci dari segala macam kotoran dan najis. Sungguh tidak ada satupun aturan dimuka bumi yang peduli terhadap kebersihan tubuh manusia seperti kepedulian di dalam Al-Quran. Kesucian dan kebersihan setiap Muslim inilah merupakan simbol yang membedakan dengan bangsa-bangsa lainnya.

Siksa kubur karena air kencing

Jika kita tidak memerhatikan masalah bersih dari najis ini, terutama cipratan air kencing yang menempel di diri kita, pakaian kita, atau tempat kita, dapat menjadi penyebab siksa kubur. Na’udzubillaah min dzalik.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatklan kita di dalam haditsnya :

عَنْ أَنَسٍ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ :  تَنَزَّهُوا مِنَ الْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ

Artinya: Dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Bersihkanlah diri dari air kencing. Karena sesungguhnya kebanyakan siksa kubur berasal darinya.” (HR Ad-Dȃruquthni).

Di dalam hadits dari Abdullah bin ’Abbâs Radhiyallahu ‘Anhuma disebutkan:

مَرَّ النَّبِيُّ  صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melewati dua kuburan. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya keduanya ini disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa dalam perkara yang berat (untuk ditinggalkan). Yang pertama, dia dahulu tidak menutupi dari buang air kecil. Adapun yang lain, dia dahulu berjalan melakukan namimah (adu domba)”. Kemudian Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengambil sebuah pelepah kurma yang basah, lalu membaginya menjadi dua, kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menancapkan satu pelepah pada setiap kubur itu. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasûlullâh, mengapa Baginda melakukan itu?”. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Semoga Allah meringankan siksa keduanya selama (pelepah kurma ini) belum kering”. (HR Bukhari dan  Muslim).

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina

Oleh karena itu Imam Adz-Dzahabi menyebutkan bahwa di antara dosa besar adalah tidak membersihkan diri dari air kencing.

Adab bersuci

Untuk mendukung ibadah bersuci, maka perlu diperhatikan adab-adab (etika, tatalkrama, sopan santun) dalam kaitan dengan bersuci, agar kita terjaga dari siksa kubur. Atau adab istinja (cebok).

Sebab, termasuk perbuatan kurang adab ketika sebagian orang, baik orang tua atau pelajar, laki-laki maupun perempuan, jika menyepelekan maslah bersuci atau istinja’.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi  

Adaun adab bersuci adalah sbb. :

  1. Tempat yang tertutup (tertutupnya aurat).
  2. Tidak membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah, Rasulullah, Al-Quran.
  3. Masuk menggunakan kaki kiri.
  4. Membaca doa masuk kamar mandi, minta perlindungan dari godaan syaitan, karena kamar mandi tempatnya syaitan. Maka, tidak dianjurkan ke kamar mandi saat adzan berkumandang, karena syaitan pada lari ke kamar mandi:

Doa masuk kamar mandi :

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

Artinya:Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari syaitan laki-laki dan syaitan perempuan”. (HR Bukhari dan Muslim).

  1. Keluar menggunakan kaki kanan.
  2. Membaca doa keluar kamar mandi, di antaranya mohon ampun karena telah tidak berdzikir di dalam kamar mandi :

غُفْرَانَكَ

Artinya: “Mohon ampunan-Mu.” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah).

Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنِّي الْأَذَى وَعَافَانِي

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoran dariku dan yang telah memaafkanku.” (HR Ibnu Majah).

  1. Tidak menghadap kiblat atau pun membelakanginya.
  2. Tidak berbicara kecuali jika darurat, apalagi bernyanyi. Bahkan salampun tidak dijawab, cukup dehem atau mengisyaratkan dengan suara ketukan.
  3. Tidak buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya manusia, di tepi jalan, di persimpangan, di pinggir rumah, di samping kendaraan, dll.
  4. Tidak buang hajat di air yang tergenang, di lubang semut, dll.
  5. Membersihkan sisa kotoran setelah buang hajat (buang air kecil ataupun besar) atau Istinja (cebok).
  6. Menyiram kedua kaki kerika masuk kamar mandi, dan cuci tangan.
  7. Tidak menyentuh kemaluan dengan tangan kanan.
  8. Beristinja’ menggunakan air atau menggunakan minimal tiga batu (istijmar).
  9. Memerciki kemaluan dengan air setelah kencing, untuk menghindari was-was.
  10. Jongkok dengan bertopang pada kaki kiri, agar tuntas air kencing keluar.
  11. Berdehem setelah selesai buang air kecil, untuk menuntaskan air kencing.
  12. Siram dengan air seputar kamar mandi. Untuk membersihkan sisa-sisa cipratan air kencing.
  13. Menggunakan alas kaki, untuk membatasi kuman-kuman di lantai.
  14. Usahakan menggunakan pakaian khusus ke kamar mandi, tidak pakaian yang juga untuk shalat. Khawatir masih ada najis yang menempel di pakaian.
  15. Tidak berama-lama di kamar mandi. Begitu selesai hajat, segera keluar, karena tempatnya syaitan.

Ikhtitam (Penutup)

Demikianlah begitu pentingnya bersuci, beristinja dalam sjaran agama Islam, hingga diatur sedemikian rupa, agar tiap individu Muslim, tetap terjaga kesuciannya, baik lahir maupun batin. Serta untuk terjaganya syarat sahnya shalat. Sebab jika masih ada najis yang menempel di badan atau pakaian kita, maka shalatnya pun tidak sah. Bagaimana shalatnya m,au diterima dan berpahala, sedangkan ia tidak sah.

Jika kita di kantor, di perjalanan, lalu kita mohon maaf misalnya tak terasa buang air kecing, walau setetes yang menempel di celana dalam kita, lalu saat shalat celana dalam kita tetap dipakai, maka shalatnya tidak sah, karena masih ada najis yang menempel di pakaian kita. Waduh repot harus buka atau ganti celana. Permaslahannya, bukan repot atau tidak, tapi sahkah shalat kita? Lebih baim repot sedikit daripada tidak sah.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an

Apalagi di toilet umum yang belum syar’i, kencing berdiri, itu tidak sesuai Sunnah Nabi. Lalu dampaknya setelah cebok, masih ada setetes yang keluar lagi saat kita pakai celana. Itupun menyalahi Sunnah Nabi, karena membawa najis ke dalam shalat.

Untuk itu, marilah kta perhatikan kta perhatikan adab-adab dalam bersuci dan beristinja ini, mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam. Jangan sampai seperti yang dikhawatirkan Nabi, penmyebab siksa kubur, bukan hal-hal yang besar-besar, tapi soal air kencing.

Sungguh besar pahala orang-orang yang menghidupkan sunnah Nabi, termasuk Sunnah dalam bersuci dan beristinja’, di kala banyak orang tidak memperhatikannya. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita atas hal yang dianggap remeh iniu, dan semoga kita dapat mengamakannya dengan istiqamah. Aamiin. (A/RS2/RI-1)

 

Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Makan yang Halal dan Thayib

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Khutbah Jumat