Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Adab selanjutnya yang harus dimiliki oleh seorang da’i adalah antara lain sebagai berikut.
Keenam : Berakhlak yang baik
Di antara bentuk akhlak yang baik adalah penuh kasih sayang, lemahlembut, ramah, wajah yang berseri-seri, tawadhu’ (rendah hati) dan tutur katanya halus. Allah Azza wa Jalla telah menyanjung panutan para du’at Shallallahu ‘alaihi wa Salam dalam firman-Nya,
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Sungguh pada dirimu terdapat perangai yang agung.”
Umat Islami ini memiliki teladan yang baik pada diri Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam. Betapa banyak orang yang masuk Islam disebabkan oleh kelemahlembutan, kemuliaan dan sifat pengasihnya, padahal dahulunya mereka adalah orang yang berada di atas kejahiliyahan, lalu menjadi sahabat mulia yang berperangai baik.
Siapa saja dari para du’at yang tidak berperangai dengan akhlak yang baik, maka ia akan menyebabkan manusia lari darinya dan dari dakwahnya. Karena tabiat manusia itu, mereka tidak mau menerima dari orang yang suka mencela dan menunjukkan pendiskreditan terhadap mereka, walaupun yang diucapkan orang itu adalah benar tanpa ada kebimbangan sedikitpun. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ
”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Qs. Ali ’Imran : 159)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Ketujuh : Hikmah
Hendaklah dakwah ke jalan Allah itu dilakukan dengan hikmah dan cara yang baik serta penuh kelemahlembutan ketika menerangkan kebenaran, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
”Serulah ke jalan tuhanmu dengan cara yang hikmah dan pelajaran yang baik.” (Qs. an-Nahl : 125)
Bila dakwah ke jalan Allah dilakukan dengan sikap kasar dan kejam, maka akan lebih banyak mudharatnya daripada memberikan manfaat.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Kedelapan : Penuh Perhatian
Wajib bagi seorang da’i memiliki pengetahuan terhadap realita di negeri yang ia berdakwah di dalamnya dan mengetahui kondisi manusia yang ia dakwahi. Karena itu ia harus mengerti setiap permasalahan-permasalahan yang terjadi dan problematika-problematika yang tersebar di masyarakat, sehingga ia menjadi orang yang memiliki pengetahuan yang mantap dan ia bisa memilih cara dakwah yang tepat bagi orang yang didakwahinya dan mengetahui tema-tema pembahasan yang penting bagi mereka.
Kesembilan : Tenang (tidak terburu-buru) dan tatsabbut (verifikasi)
Termasuk ciri utama yang membedakan seorang da’i yang berdakwah ke jalan Alloh Azza wa Jalla adalah, bersikap ta`anni (tenang/tidak terburu-buru) dan tatsabbut (verifikasi/cek dan ricek) terhadap segala perkara yang terjadi dan semua berita yang ada. Maka janganlah dia bersikap tergesa-gesa sehingga menghukumi manusia dengan apa yang tidak ada pada mereka, yang dapat menyebabkan dia menyesal dan bersedih hati diakibatkan sikap ketergesa-gesaannya. Untuk itulah Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Qs. al-Hujuraat: 6)
Kesepuluh : Tidak Berputus Asa
Sebagian du’at, bila orang yang didakwahi tidak menerima dakwah mereka, hal ini menyebabkannya menjadi putus asa dan putus harapan sehingga ia meninggalkan dakwah. Padahal merupakan kewajiban bagi seorang da’i untuk mengetahui bahwa kewajiban atasnya hanyalah menegakkan hujjah dan melepaskan tanggungan (kepada Allah), seperti yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan berkenaan dengan suatu kaum yang mengingkari perbuatan ashabus sabt (yaitu Bani Israil) yang buruk, Allah berfirman tentang mereka yang menyatakan,
لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُواْ مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
”Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras? mereka menjawab: Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.” (Qs al-A’raaf : 164)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
أسأل الله العلي القدير أن يوفقنا لما فيه رضاه، وأن يهدينا صراطه المستقيم، وأن يجعلنا من العاملين بشرعه، الداعين إلى دينه على بصيرة، إنه سميع مجيب
Semoga Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Berkuasa senantiasa memberikan taufiq-Nya kepada kita terhadap segala hal yang diridhai-Nya dan menunjuki kita kepada jalan-Nya yang lurus serta menjadikan kita termasuk orang-orang yang mengamalkan syariat-Nya dan orang-orang yang berdakwah menyeru kepada agama-Nya di atas bashiroh, wallahua’lam. (A/RS3/P1)
(Sumber: Buku Bekal Bagi Para Dai Di Jalan Dakwah, karya Faqihuz Zaman al-Imam al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rh.)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat