Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adab Tidur dalam Islam

Ali Farkhan Tsani - Ahad, 1 Desember 2019 - 09:19 WIB

Ahad, 1 Desember 2019 - 09:19 WIB

50 Views

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA

Mukadimah

Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tidur terjadi secara alami dan memiliki fungsi fisologis dan psikologis untuk kesehatan tubuh. Jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang baik, maka ia akan mengalami gangguan fungsi organ-organ tubuh, termasuk otak.

Orang yang malamnya kurang tidur akibat begadang sampai larut malam, maka bisa dipastikan paginya ia tidak tampak segar. Untuk beraktivitas terasa malas dan untuk berpikir juga lemah. Apalagi untuk mengendarai mobil dalam keadaan kurang tidur atau mengantuk, dapat membahayakan perjalanan.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi  

Tidur juga dikatakan karunia Allah, karena dalam tidur manusia dapat beristirahat dengan sempurna, bahkan bias bermimpi apa saja seperti layaknya nonton film atau sebagai pemainnya. Kadang mimpi baik, kadang mimpi buruk. Kadang apa yang ada di mimpi, ada dalam kenyataan. Mimpi itu katanya juga obsesi yang terpendam.

Adapun tentang tidur pada malam hari, disebutkan di dalam Al-Quran:

وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (QS Al-Qashash [28]: 73).

Pada ayat lain disebutkan:

Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis

وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا

Artinya: “Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat”. (QS An-Naba [78]: 9).

Adab Tidur Bernilai Ibadah

Perkara yang perlu menjadi catatan adalah bagaimana supaya tidur itu bukan saja menyehatkan, tapi bernilai ibadah di hadapan Allah.

Untuk itu, ada adab-adab (etika, tatacara, sopan santun) terkait tidur berdasarkan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Di antaranya adalah sbb.:

1.  Niatkan tidur dengan Bismillah, untuk bangun shalat Tahajud.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam

Insya-Allah nanti waktunya Shalat Tahajud Allah akan membangunkan. Tinggal setelah terbangun segera dilanjutkan wudhu dan shalat tahajud. Jangan dilambat-lambatkan, nanti bisa tidur lagi, akhirnya tahajud lewat lagi. Kecuali sudah niat tahajud, mungkin kecapean, terbangun benar-benar agak telat hingga adzan Subuh berkumandang, maka sudah tercatat baginya pahala shalat Tahajud. Selagi Tahajud itu sudah menjadi kebiasaannya.

Ini seperti disebutkan di dalam Hadits Riwayat An-Nasa’i:

مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ، وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُوْمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ، فَغَلَبَهُ النَّوْمُ حَتَّى يُصْبِحَ، كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى، وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ.

Artinya: “Barangsiapa yang naik ke atas ranjangnya (untuk tidur), sedang ia telah berniat untuk bangun melakukan shalat di malam hari (tahajud). Namun ia tertidur hingga waktu Shubuh, maka ditulis baginya pahala apa yang ia niatkan dan tidurnya itu adalah sedekah dari Tuhannya.”

2. Segera tidur selepas shalat Isya

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina

Kecuali jika ada aktivitas yang bernilai ibadah, seperti: berdzikir, baca Quran, berdiskusi, dakwah, silaturahim, dsb. Tinggalkan begadang malam dengan obrolan yang tidak bermanfaat, main game, kartu, nonton televisi, musik, dsb.

Di dalam hadits disebutkan, yang artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya (Isya).” (HR Bukhari).

Ibnu Baththol menjelaskan, Nabi tidak suka pada orang-orang yang begadang setelah shalat ‘Isya tanpa nilai ibadah, karena agar dapat melaksanakan shalat malam (Tahajud) dan shalat shubuh berjama’ah.

Bahkan Khalifah ‘Umar bin Khattab memperingatkan orang yang begadang setelah shalat Isya, dengan mengatakan, “apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”

Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi  

3. Hendaknya tidur dalam keadaan berwudhu.

Ini sesuai anjuran Rasul:

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ.

Artinya:Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu’ terlebih dahulu sebagaimana wudhu’mu untuk melakukan shalat.” (HR Bukhari dan Muslim).

Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina

4. Berbaring hendaknya mendahulukan posisi menghadap ke sebelah kanan .

Yaitu rusuk kanan sebagai tumpuan dan berbantal dengan tangan kanan atau berbantal selainnya.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

اِضْطَجِعْ عَلَى شَقِّكَ اْلأَيْمَنِ.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an

Artinya:Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR Bukhari dan Muslim ).

5. Tidak tidur telungkup (tengkurep)

إِنَّهَا ضَجْعَةٌ يَبْغَضُهَا اللهُ عَزَّ وَجَلَّ.

Artinya:Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla.” (HR Abu Dawud).

Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Makan yang Halal dan Thayib

6. Boleh tidur telentang

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah tidur telentang di masjid dengan meletakkan satu kaki di atas kaki lainnya. Tentu tidur dalam keadaan terlentang dengan menjaga aurat tidak terbuka.

7. Membaca ayat-ayat suci Al-Qur-an

Antara lain 10 Ayat Al-Baqarah : empat ayat Surat Al-Baqarah (ayat 1-4), ayat kursi (Al-Baqarah 255) plus dua ayat sesudahnya (ayat 256-257), dan tiga akhir Al-Baqarah (ayat 284-286). Ayat-ayat tersebut untuk mengusir syaitan yang tinggal di dalam rumah.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Upaya Agar Istiqamah di Jalan Yang Lurus

8. Mandi Ayat.

Maksudnya, membaca tiga Qul (Qul Huwallaahu Ahad, Qul a’uudzu bi Rabbil falaq dan Qul a’uudzu bi Rabbin naas). Setelah membaca tiga surat tersebut tiupkan ke kedua tangan, lalu usapkan ke seluruh tubuh, dimulai dari wajah terus ke badan hingga ke kaki/yang terjangkau, tiga kali. (HR Bukhari dan Muslim).

9. Membaca Dzikir Fathimah

Oleh karena awalnya diajarkan Nabi kepada puterinya, Fathimah. Yaitu seperti dzikir sesudah shalat, yaitu: membaca Tasbih (Subhaanallaah) 33x, Tahmid (Alhamdulillah) 33x, Takbir (Allahu Akbar) 33x, plus Tahlil (Laa Ilaaha illallah) 1x, jumlah 100.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Kabar Gembira bagi yang Mentaati Allah dan Rasul-Nya

10. Membersihkan tempat tidur

Khawatir ada makhluk di situ seperti semut, debu, atau lainnya.

11. Melakukan Muhasabah Diri

Yakni  dengan bertaubat, beristighfar, memaafkan saudaranya, evaluasi amalan seharian, menyampaikan wasiat jika diperlukan, dsb). Sehingga bersih tempat tidur, bersih pula hati.

12. Membaca doa hendak tidur

Antara lain doanya:

باسمِكَ اللَّهُمَ أَحْيا وأمُوتُ

Artinya: “Dengan nama-Mu ya Allah, aku hidup dan aku mati.” (HR Bukhari).

13. Bangun tidur membaca doa

Di antaranya dengan doa:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ

Artinya: “Segala puji bagi Allah, yang telah membangunkan kami setelah menidurkan kami dan kepada-Nya lah kami dibangkitkan.” (HR Bukhari).

Dzikir yang diucapkan ketika pagi hari ini, yakni doa bangun tidur, boleh dengan mengangkat tangan menghadap kiblat, menjadi pembuka amalan sepanjang hari itu. Ini juga menunjukkan bahwa dari pagi hari kita sudah memulai dengan berdzikir kepada Allah, sebagaimana pula saat hendak tidur ditutup pula dengan amalan dzikir kepada Allah.

14. Jika mimpi baik, itu bagian dari kenabian

Mimpi baik boleh diceritakan kepada orang lain esok harinya. Nabi menyebutkan, “Mimpi seorang mukmin merupakan satu bagian dari 46 bagian kenabian.”

Syaikh Al-‘Utsaimin menjelaskan, adalah apa yang diimpikan seorang mukmin itu dapat terjadi dengan benar, karena mimpi tersebut merupakan permisalan yang dibuat bagi orang yang bermimpi. Dari sisi ini mimpi diibaratkan seperti kenabian dalam kebenaran apa yang ditunjukkannya. Walaupun mimpi berbeda dengan kenabian.

Karena itulah mimpi dikatakan satu dari 46 bagian kenabian. Adapun angka 46 bagian termasuk perkara tauqifiyyah, tidak ada yang mengetahui hikmahnya sebagaimana halnya bilangan-bilangan rakaat dalam shalat-shalat.

15. Mimpi buruk jangan diceritakan

Jika bermimpi buruk janganlah diceritakan ke orang lain, karena itu dari syaitan. Berlindunglah dari godaan syaitan.

Syaitan hendak membuat sedih kaum mukminin, sebagaimana firman Allah, yang artinya: “Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu dari setan, dengan tujuan agar orang-orang beriman itu bersedih hati, padahal pembicaraan itu tidaklah memberi mudarat sedikitpun kepada mereka kecuali dengan izin Allah ….” (QS Al-Mujadalah: 10).

Maka, jika bermimpi buruk dan terbangun, berlindunglah kepada Allah dari keburukan mimpi, dengan membaca Ta’awudz. Kemudian berilah isyarat meludah sedikit ke arah kiri sebanyak tiga kali, lalu mengubah posisi tidurnya. Baik pula bangun untuk berwudhu dan membaca ayat-ayat dan dzikir seperti hendak tidur semula.

16. Usahakan tidak tidur pada waktu-waktu yang tidak dianjurkan

Seperti setelah shalat Subuh (Haylulah), setelah shalat Ashar (Aylulah) dan setelah shalat Maghrib.

Tidur setelah shalat Subuh (Haylulah) diambil dari kata hala-yahulu-haulan yang bermakna mencegah atau menghalangi. Kebiasaan tidur setelah shalat Subuh akan menghalangi datang rejeki kepada seseorang. Ini waktu tidak yang sangat tidak dianjurkan.

Kecuali mungkin orang-orang yang pada malam harinya mendapat tugas ronda (jaga malam), atau membantu orang lain hingga menjelang pagi (seperti ketika ada musibah, bencana), jihad di jalan Allah yang memaksanya sampai menjelang pagi,m atau penyakit tertentu yang memaksanya tidur pagi.

Tentu ini bukan menjadi kebiasaan, hanya dalam keadaan tertentu. Juga sebaiknya menunggu sedikit waktu, untuk diisi dulu dengan dzikir-dzikir dan doa.

Maka Ulama fiqih menghukumi tidur setelah shalat Shubuh sebagai makruh karena pada saat itu rezki akan dibagikan sehingga tidak baik tidur pada waktu tersebut.

Ibnu Abbas setelah melihat anaknya dalam keadaan tidur setelah shalat Shubuh, dia berkata kepada anaknya, “Bangunlah, apakah kamu hendak tidur di waktu rezki dibagikan?”

Kebiasaan tidur setelah shalat Shubuh menurut Umar bin Khattab juga dapat menyebabkan otak tumpul,  terputusnya pernikahan dan menyebabkan tabiat menjadi kasar dan keras.

Demikian juga tidur setelah waktu Ashar (Aylulah), diambil dari kata illat, yang bermakna penyakit.

Kebiasaan tidur setelah Ashar secara kesehatan dapat menimbulkan beberapa efek samping, seperti datangnya penyakit, rentan mengalami stress dan depresi serta mengurangi kekuatan hafalan seseorang.  Maka, mayoritas mereka yang hobi tidur setelah Ashar, ketika bangun akan merasa letih dan lelah meskipun baru bangun dari tidur, dan pengin tidur lagi.

Terlebih tidur setelah shalat Maghrib, sangat tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan lalai shalat Isya padaawal waktu. Seperti disebutkan di dalam hadits:

«أنَّ النَّبيّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يُؤَخِّرَ الْعِشَاءَ، قَالَ: وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا، وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا»

Artinya: “Bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam suka untuk mengakhirkan waktu Isya’, membenci tidur sebelumnya, dan membenci bincang-bincang setelah Isya’.” (HR Bukhari dan Muslim).

17. Dianjurkan tidur siang walau sebentar.

Tidur siang (Qaylulah) dipetik dari kata qalil, artinya sedikit. Yaitu tidur sejenak barang 15-30 menit, sebelum atau sesudah shalat Dzuhur.

Orang Barat malah menerapkannya, dan mereka menyebutkannya “power snap”. Yaitu tidur untuk merenggangkan otot dan mengembalikan stamina tubuh.

Qaylulah juga bisa dilakukan setelah shalat Tahajjud sebelum Subuh, dengan catatan tentunya Subuhnya jangan sampai terlewatkan pada awal waktu.

Ikhtitam (Penutup)

Demikianlah, dengan mengamalkan sunnah-sunnah Nabi dalam masalah tidur, menunjukkan kecintaan kita kepaa Nabi. Itulah pola tidur terbaik yang berdampak pada pahala, keberkahan, dan kesehatan . ini bukan soal repot, tetapinya begitulah cara Nabi tidur. Begitu pula cara kita tidur sebagai umat Nabi yang cinta kepada Nabi, dan ingin menghidupkan sunnah-sunnah Nabi.

Semoga kita bisa mengamalkan sunnah Nabi dalam hal tidur ini. Sehingga tidur kita lebih bernilai ibadah dan takwa. Aamiin. (A/RS2/RS1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Khutbah Jumat